Jakarta, CNN Indonesia -- Pesepakbola muda asal Aceh, Martunis, hingga kini belum mampu memulai karier bersama klub profesional.
CNNIndonesia.com berkesempatan melakukan wawancara dengan manajer Martunis, Munawardi, untuk menanyakan banyak hal terkait Si Bocah Ajaib, termasuk kesulitan bergabung dengan klub profesional.
Munawardi mengaku sudah berhubungan dengan Martunis sejak 2004 tidak lama setelah tragedi tsunami di Aceh. Munawardi yang berprofesi sebagai wartawan banyak membantu Martunis, termasuk mengurus donasi yang didapat Martunis dari Federasi Sepak Bola Portugal (FPF).
Beberapa waktu lalu
CNNIndonesia.com berkesempatan mewawancarai Munawardi di Aceh. Dalam perbincangan hangat itu, Munawardi berbicara banyak mengenai perjalanan Martunis, mulai dari kegagalan di Sporting Lisbon, hubungan Martunis dengan Ronaldo, dan kondisi Si Bocah Ajaib saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini dua halaman hasil wawancara
CNNIndonesia.com dengan Munawardi:
Bagaimana awal perkenalan Anda dengan Martunis?
Pada waktu itu setelah dapat kabar ada seorang anak yang ditemukan dan dibawa ke rumah sakit, saya langsung tertarik. Kebetulan saya bekerja di salah satu media, kemudian dapat tugas dari kantor dan saya kejar. Saya mendapati dia di rumah neneknya, di sekitar Aceh Besar. Setelah pertemuan pertama, saya langsung tertarik dengan anak ini. Saya berpikir, ada sesuatu dengan anak ini. Saya tak berpikir jauh sampai sekarang setelah beberapa tahun kemudian. Tapi timbul pertanyaan dalam pikiran saya: Kenapa dia main bola? Kenapa dia suka bola? Anak kecil pagi-pagi pakai baju bola. Nah dari situ saya tertarik intinya dari sisi sepak bola, dan kemudian jadi nyambung komunikasi dengan Martunis. Lalu dari situ, sepekan sekali kalau saya ada waktu, saya ke rumah dia untuk melihat perkembangan dia dan beramah tamah. Dari situ menjadi lebih akrab dan dekat. Dan memang sejak kecil dia orangnya sangat pemalu, pendiam. Apa yang kita tanyakan, dia hanya cengengesan saja. Jadi memang begitu hingga pembawaannya sampai sekarang. Manajer Martunis, Munawardi, ketika melakukan wawancara dengan CNNIndonesia.com. (CNN Indonesia/M. Arby Rahmat Putratama H) |
Kapan tepatnya bertemu Martunis?Pertengahan bulan Februari atau Maret pada 2005. Saat itu saya tertarik dengan Martunis bukan karena embel-embel Ronaldo. Saat itu memang sepak bolanya yang menarik bagi saya.Apalagi ketika saya dengar cerita kalau dia tidur selalu ada bola di sisinya. Selain itu, saya ingin membantu agar dia tidak jadi seorang pemalu. Kalau memang dia ingin jadi pemain bola, saya ingin mendorong dia. Jadi saat itu belum ada koneksi apapun ke Ronaldo.Bagaimana bisa yakin sosok Martunis punya bakat jadi pemain sepak bola?Memang saat itu 50:50. Saat itu memang dia masih anak kecil dan bakat sepak bolanya tidak ada. Tetapi waktu kecil itu dia terlalu rajin untuk main sepak bola. Memang belum terbayang jauh, tapi yang saya lihat adalah sepak bola dari dia.Anak kecil berusia 7 tahun, sudah menggandrungi sepak bola, minta ke ayahnya harus beli baju khusus yang dia sukai, harus dituruti kalau tidak dia menangis, sebenarnya intinya di sepak bola saya pikir. Saya tak berpikir dia bakal ke Portugal, murni sepak bolanya. Meski kemudian gagal atau tidak beruntung, dalam sepak bola itu biasa terjadi.Perbedaan Martunis setelah kenal Ronaldo?Setelah dia kenal Ronaldo, sejak Ronaldo pergi ke sini [Banda Aceh], itu memang makin banyak wartawan yang datang ke sini untuk menulis, meliput, dan mendengar cerita dia. Dari sisi sosial, dia semakin populer saja. Jadi orang-orang makin kenal dan bertanya, "Itu siapa? Itu Martunis Ronaldo?" begitu. Dari sisi lain mungkin orang akan berpikir seperti ini: Sudah kenal seorang superstar seperti Ronaldo, pasti banyak pundi-pundi yang diberikan. Padahal tidak seperti itu. Yang diberikan kepada Martunis itu adalah oleh federasi sepak bola Portugal. Itu yang diberikan untuk biaya hidup dan sekolah dia, dan juga untuk membeli sepetak tanah untuk keberlanjutan Martunis mendatang. Dan itu semuanya sudah dilakukan. Kebetulan, saat itu semuanya saya yang memfasilitasi dan membuat korespondensi dengan pihak Kedutaan Portugal. Saya berkomunikasi untuk pencairan, kemudian membuat bukti bahwa tanah sudah dibeli, sertifikasi, dan segala macam. Dokumen-dokumen itu saya yang proses dan kirim ke sana, setelah itu selesai. Dan Martunis menerima apa yang sudah dijanjikan. Saya membantu tulus, ikhlas, dan tidak menuntut apa-apa. Mungkin dari situ pihak keluarga Martunis menjadi lebih percaya kepada saya. Martunis menjadi terkenal setelah selamat dari bencana tsunami di Aceh pada 2004. (AFP PHOTO / FRANCISCO LEONG) |
Apa lagi peran Anda terhadap Martunis?Yang pertama, setelah dia menjadi lebih terkenal, selalu mewanti-wanti bahwa dia terkenal bukan karena prestasi. Tapi karena kehendak Allah di garis hidupnya lewat bencana, dan jadi orang yang berbeda di beberapa tahun kemudian. Jadi dia harus selalu menekuni apa yang di gandrungi/sukai, tetap berlatih sepak bola dan tidak lupa terhadap asal usulnya sebagai orang Aceh, untuk mengejar mimpinya yang ingin menjadi seorang profesional.Apa yang terjadi setelah Martunis pulang dari Sporting Lisbon?Pulang dari Sporting memang ada kesalahan besar. Dan itu sebenarnya sejak dari sana sudah saya wanti-wanti. Mungkin karena faktor [sifat] pemalu dia yang tak cakap berkomunikasi, jadi untuk urusan internal di mess dengan lapangan latihan, terkadang dia harus kontak saya dulu untuk melapor ke pengelola akademi. Jadi dari situ sudah mulai tidak harmonis saya pikir. Antara Pedro yang jadi penanggungjawab di sana dengan Martunis, terkadang komunikasinya harus lewat saya dulu.Saya pikir itu sesuatu yang tidak lazim, padahal dia ada di sana dan langsung berhadapan dengan orangnya. Dia seperti membuat dia menjadi tidak betah, dan selalu mengeluh latihannya tidak seperti yang dia harapkan. Mungkin karena faktor bahasa dan yang lainnya, serta mungkin dari dia yang tidak terlalu welcome dengan orang. Karena faktor pemalu tadi. Jadi apa yang kita tanya, itu yang dia jawab. Tidak ada basa-basi yang berlebihan. Kemudian di sana juga dia selain tidak mendapat latihan yang dia harapkan, dia lebih banyak berlatih sendiri di tempat fitness dan lapangan kecil. Dan mungkin karena tidak betah, dia minta pulang ke sini. Katanya, 'Ingin berlebaran di Banda Aceh.' Martunis hanya satu musim memperkuat Sporting Lisbon U-19. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama) |
Apakah benar Martunis minta pulang setelah kontrak habis?Kontraknya Martunis [tahun pertama] sebenarnya sudah mau habis, tetapi ada wacana perpanjangan. Saya melihat ada draf [perpanjangan kontrak]-nya setahun lagi. Kemudian juga pihak akademi terutama Sporting sudah membuat jadwal kapan kembali ke sana, sudah ada jadwal penerbangannya. Ternyata di tengah perjalanan, semua jadi buyar. Apakah karena kesalahan Martunisnya? Kami tidak berani menyalahkan pihak akademi yang sudah memberikan fasilitas untuk Martunis berlatih. Tapi, saya melihat itu memang motivasi dalam diri dia sendiri yang kurang. Itu peluang besar, tapi dia tak berani ambil risiko untuk bertahan di negeri orang, jauh dari keluarga dan kampung halaman. Jadi akhirnya kondisinya jadi seperti ini. Dia pulang ke sini, kami desak dia untuk latihan di Persiraja, di klub-klub yang ada di Banda Aceh termasuk Pra-PORA, dia hanya beberapa kali datang. Akhirnya keluhannya adalah cedera lutut, sakit, dan segala macam. Memang kembali lagi ke niat dia, motivasi dia dari dalam.
Apakah Martunis mendapatkan pembekalan mental sebelum berangkat ke Sporting?Sebelum berangkat, sebenarnya kami sudah membekali dia dengan belajar bahasa, kemudian hal-hal lain yang dianggap perlu seperti tata krama. Itu semua sudah. Karena dia yang berniat sekali ke sana, kami menjadi optimistis bahwa dia akan berubah menjadi lebih percaya diri. Siapa tahu dengan jauh dari orang tua dan kampung, akan jadi seorang Martunis yang berbeda setelah dari sana.
Kegiatan Martunis sekarang?Sekarang kegiatannya, sering main sepak bola tarkam atau antar kampung. Dia dibayar, malah mainnya sampai Lhokseumawe. Rutin atau tidak, tergantung situasi dan kondisi. Kalau memang dia fit dan ingin main, dia ikut main tarkam. Setelah itu, dia mungkin mau kembali fitness untuk memperbaiki. Karena memang setelah pulang dari sana, menjadi tidak teratur. Jadi sudah berulang kali kami tegur. Orang tuanya malah meminta bantuan ke saya agar dia tidak pulang lebih dari jam 12 malam. Jangan asyik dengan pergaulan dan segala macam, karena kami takut bisa terjerumus ke hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya narkoba dan lain-lain. Itu sudah kami ingatkan. Misalnya seorang atlet tidak boleh pulang lebih dari pukul 10 malam. Itu kalau mau betul-betul jadi atlet dan sudah berulang kali kami ingatkan. Tapi dia tetap dengan keinginannya sendiri. Jadi kalau itu tidak dijaga, susah. Mungkin sekarang dia baru mulai masuk ke pintu penyesalan. Karena saya lihat dia sudah mulai menyesal. Dia masih 20 tahun dan belum terlambat. Harus dimulai dari sekarang. Kalau tidak, non sense. Martunis dianggap Cristiano Ronaldo sebagai anak angkat. (AFP PHOTO / FRANCISCO PARAISO) |
Apa rencana Anda untuk Martunis ke depannya?Saya sekarang tidak begitu aktif. Saya pasif dalam arti mengikuti selera dia. Karena ketika dia saya bawa sesuai selera saya, dia tidak bisa ikuti. Sekarang saya ingin ikuti selera dia. Bagaimana selera dia? Mau main oke, tidak juga terserah dia. Karena sekarang dia sudah cakap berbuat lantaran umurnya sudah 20 tahun. Jadi silakan. Kalau misalnya dia mau [berubah], tunjukkan kemauan itu dengan latihan yang keras. Ikuti pola istirahat yang tepat. Untuk jadi seorang atlet, tidak boleh keluyuran malam-malam, jam latihan tidak jelas dan sesuka hati. Tidak bisa. Kalau bisa ikut aturan, mungkin akan bisa kami perjuangkan. Mungkin kalau tidak di Liga 2, Liga 3. Tapi target saya memang di Liga 2 dulu. Memang ada kabar yang beredar, menanyakan apa yang bisa diandalkan dari Martunis. Semua klub punya motivasi masing-masing. Bisa saja klub merekrut pemain hanya sebagai bintang, penambah daya gedor serangan, atau pola yang berlaku di Sporting, mereka mengangkat Martunis menjadi murid di akademinya karena faktor kemanusiaan? Karena sepak bola bukan saja bicara kalah menang, ada unsur kemanusiaan dan finansialnya di sana, kebersamaan, dan lain-lain.Kalau dia ingin berlatih, harus dengan sangat serius. Betul-betul berlatih sebagai seorang pemain sepak bola, paling tidak dia menjadi pemain cadangan dulu di Persiraja atau tim lain. Akan kami upayakan seperti itu.Adakah klub yang hubungi Martunis?Kalau dalam beberapa bulan terakhir ini sepi, tahun ini belum ada yang hubungi. Tapi, tahun sebelumnya ada dan sudah gagal. Orang yang bersangkutan bertemu saya di sini [Banda Aceh] dan dia kecewa, yaitu dari PS TNI. Sekarang polisi pun dia tidak jadi, kan itu masalahnya. Martunis dianggap Munawardi telah menyesal menyia-nyiakan kesempatan yang ada. (AFP PHOTO / EKO DENI SAPUTRA) |
Pernah interaksi dengan Ronaldo?Kalau secara langsung tidak. Martunis sendiri sebenarnya kalau melalui email atau fasilitas yang lain juga tidak bisa. Dia harus melalui asistennya yang ada di Portugal, Marisa Mendez. Segala keperluan Martunis sebetulnya bisa hubungi Marisa Mendez. Itu memang amanahnya Ronaldo kepada Martunis saat bertemu di Lisbon waktu itu.Dapatkah Ronaldo beri motivasi Martunis supaya lebih semangat?Saya pikir kalau kami usahakan, bisa saja. Hanya jangan sampai Martunis juga tidak serius dan tetap seperti itu. Tapi kalau dia serius, mungkin bisa saja. Malah salah satu orang di Sporting itu juga menyesalkan. Jadi memang serba salah. Target saya memang kalau dia ingin berubah, dia harus latihan betul-betul.Bukan latihan sepak bola di kampung, tapi latihan yang terstruktur. Dia harus dititipkan ke klub. Tahun-tahun yang lalu Persiraja siap untuk menampungnya sebenarnya. Harus ada aksi konkret. Kalau hanya cuap-cuap, saya pikir itu sudah sering. Saya juga bisa menjadi mati rasa, tidak berani lagi ekspektasi tinggi.Tarkam dapat berapa kisarannya?Tak tentu, karena saya tidak tanya. Terserah dia. Kadang kalau dia menikmatinya, sekadar have fun saja dia [gratis].