Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia ikut ambil bagian dalam cabang olahraga kabaddi di
Asian Games 2018. Cerita-cerita menarik pun tersaji di dalamnya.
Ni Kadek Ami Ariasti dan Ni Putu Dewi Laraswati adalah dua pemain dari tim nasional Kabaddi. Meski gagal membawa Indonesia lolos ke semifinal, Asian Games akan tetap jadi ajang yang bakal mereka kenang dalam hidup mereka.
"Saya mulai mencoba olahraga kabaddi pada 2014. Lalu pada tahun 2017 berhasil masuk tim nasional dan akhirnya tampil di Asian Games," ucap Dewi dalam perbincangan dengan
CNNIndonesia.com seusai pertandingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewi adalah sosok yang sudah terbiasa dengan olahraga sejak kecil, karena dia adalah atlet atletik nomor sprint yang kemudian pindah haluan ke lempar cakram.
"Saya peringkat dua dalam Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) namun batas lemparan saya tidak memenuhi kualifikasi masuk PON Jawa Barat," tutur Dewi.
Ni Kadek Ami Ariasti dan Ni Putu Dewi Laraswati adalah dua pemain dari tim nasional Kabaddi. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman) |
Hal yang sama juga dialami Ami. Ia lebih dulu menekuni olahraga karate dan juga tidak mampu lolos mewakili Bali di ajang PON.
"Karena itu rasanya seolah tidak percaya ketika kami bisa tampil di Asian Games 2018. Kami tentunya tidak membayangkan bisa mendapatkan kesempatan ini dua tahun lalu," kata Ami.
Jadi bagian kontingen Indonesia di Asian Games 2018, Dewi dan Ami harus menjelaskan ke keluarga dan rekan-rekan tentang olahraga kabaddi.
"Pertama orang tua tidak setuju karena olahraganya terlihat keras. Namun saya berhasil meyakinkan mereka dan kini mereka malah ikut menjelaskan bila ada keluarga yang bertanya," ucap Dewi.
Bertemu IdolaDengan menjadi bagian dari kontingen Indonesia, Dewi dan Ami sama-sama merasakan pengalaman besar dalam hidupnya. Mereka tinggal di wisma atlet bersama atlet Indonesia dan atlet dari negara lainnya.
"Yang biasa hanya bisa dilihat di televisi, sekarang kami bisa makan satu meja dengannya. Saya gembira sekali bisa bertemu Aprilia Manganang (bola voli). Dia keren sekali," tutur Ami.
"Saya melihat kak Maria Londa memenangkan Asian Games 2014 dari televisi. Lalu membayangkan betapa hebatnya bisa tampil di ajang Olimpiade. Kini, saya bisa bertemu dan saya kemarin diberi semangat olehnya," kata Dewi.
Pernah Lepaskan 'Jurus' Karate di KabaddiSebagai atlet yang menekuni cabang olahraga karate, Ami mengakui bahwa ia butuh proses untuk bisa benar-benar beraksi sebagai atlet kabaddi ketika pertandingan. Terlebih, Ami juga masih menekuni latihan karate.
 Tim Kabaddi putra India merupakan yang terbaik di dunia. (AFP PHOTO / Sam PANTHAKY) |
"Dulu, pernah tidak sengaja lawan kepukul saat sedang kontak, namun seiring waktu, saya mulai bisa mengontrol gerakan dan tak lagi lupa," ujar Ami.
"Saya tidak pernah sampai seperti itu karena dalam olahraga ini saya dituntut untuk kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan, jadi tidak terlalu berbeda dengan atletik," kata Dewi menimpali.
Masih Berhasrat Tampil di PONMeski sudah jadi bagian dari kontingen Indonesia di Asian Games 2018 lewat cabor kabaddi, Dewi dan Ami ternyata masih menyimpan hasrat untuk berprestasi di olahraga yang menjadi 'asal' mereka.
"Saya masih ingin tampil di PON 2020 lewat cabor lempar cakram. Karena bagaimanapun, atletik adalah cabang tempat saya dibesarkan, saya ingin bisa berprestasi di sana," tutur Dewi.
"Saya juga masih berhasrat untuk tampil di PON 2020. Saat ini pun saya masih rutin latihan karate," kata Ami.
Mengenal KabaddiKabaddi adalah olahraga permainan asal India yang sepintas terlihat mirip dengan gobak sodor dan benteng.
Olahraga yang diyakini berasal dari kata 'kai pidi' yang berarti 'berpegangan tangan' dalam bahasa tamil diperkenalkan kepada murid-murid sekolah di India.
Di tingkat internasional, kabaddi dimainkan di lapangan yang berukuran 10 x 13 meter (untuk wanita 8 x 12 meter untuk wanita) yang dibelah dua oleh satu garis. Ada dua tim yang akan menempati tiap bagian lapangan.
Satu tim akan beranggotakan tujuh orang, dengan tiga orang sebagai cadangan. Kabaddi dimainkan selama 20 menit dalam dua babak, dengan lima menit waktu istirahat antar babak.
Setiap tim akan bergantian mengirimkan orang ke area musuh. Untuk mendapatkan angka, sang penyerbu harus lari ke area lawan, menyentuh satu atau lebih anggota tim lawan, lalu kembali ke areanya sendiri.
Semua ini dilakukan dengan si penyerbu menahan nafas dan merapal ucapan "kabadi, kabadi, kabadi..".
Biasanya, tim yang bertahan akan menahan sang penyerbu dengan cara bergulat dan menahannya ke tanah, sampai ia tak bisa menahan nafas lagi. Namun itu dengan resiko bahwa yang menyentuh sang penyerbu akan dianggap "mati."
(bac/nva)