Jakarta, CNN Indonesia -- Pagelaran
Asian Games 2018 yang megah dan meriah telah usai. Saatnya Indonesia khususnya Indonesia Asian Games Organizing Committee (INASGOC) selaku panitia pelaksana mengevaluasi penyelenggaraan multievent terbesar di Benua Asia ini.
Secara menyeluruh tidak ada yang menyangkal bahwa Asian Games edisi ke-18 ini berlangsung dengan amat sukses, bahkan nyaris sempurna. Meskipun tetap perlu memperhatikan beberapa aspek untuk dievaluasi.
Permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan Asian Games 2018 sampai bagian yang terkecil pun tidak boleh luput dari perbaikan. Terlebih lagi, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan Indonesia siap mengajukan diri sebagai tuan rumah Olimpiade 2032.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesuksesan Asian Games 2018 yang hanya dipersiapkan dalam dua tahun tiga bulan menurut Ketua INASGOC Erick Thohir jadi modal penting Indonesia untuk menjadi tuan rumah Olimpiade.
Karena awalnya amat sulit membayangkan bisa menyukseskan multievent sekelas Asian Games dengan waktu di luar standar, yaitu empat tahun. Tetapi akhirnya INASGOC, pemerintah dan masyarakat Indonesia bisa mewujudkan itu dengan baik.
Jika dengan waktu kurang dari normal atau minimal empat tahun saja Indonesia bisa menggelar Asian Games 2018 dengan hasil penuh pujian dari banyak pihak, maka tidak ada alasan untuk gagal menyelenggarakan Olimpiade 2032 dengan sama baiknya atau jauh lebih baik.
Apabila Indonesia benar-benar membidik Olimpiade 2032 sebagai multievent besar berikutnya, waktu 14 tahun ke depan bisa lebih dari cukup bagi panitia pelaksana, pemerintah, dan juga masyarakat Indonesia untuk mempersiapkannya.
 Permasalahan tiket pembukaan, penutupan, atau pertandingan tidak seharusnya terjadi di multievent sekelas Asian Games. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Salah satu faktornya Indonesia berkaca kepada penyelenggaraan Asian Games 2018 dan beberapa kendala atau masalah yang terjadi. Harus diakui juga, persoalan-persoalan kecil yang terjadi di Asian Games kedua yang digelar di Indonesia ini kerap terjadi.
Sebelum Asian Games 2018 digelar, INASGOC sempat dipusingkan dengan peralatan kompetisi dan juga atlet wushu Indonesia yang tertahan di bea cukai. Cabor sofbol juga sempat mengalami masalah yang sama.
Menjelang pembukaan Asian Games 2018 pada 18 Agustus, banyak yang mengeluhkan penjualan tiket acara tersebut. Bahkan, meski sudah membeli secara online, pemilik tiket pun masih diharuskan mengantre untuk menukarkan tiket online tersebut.
Ada juga yang kecewa karena keberadaan tiket ganda. Untuk ke depannya, penyelenggara harus lebih jeli dalam menunjuk operator penjualan tiket online.
 Ilustrasi pemasangan peralatan pertandingan Asian Games 2018. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Persoalan tiket ini sempat menjadi sorotan saat Asian Games berlangsung. Tidak saja bermasalah di acara pembukaan, penonton juga kesulitan mendapatkan tiket di sejumlah pertandingan Asian Games.
Salah satu contohnya pada final bulutangkis nomor beregu putra. Meski sudah memiliki tiket resmi, beberapa penonton tetap tidak bisa memasuki venue di Istora Gelora Bung Karno. Alasannya, petugas di venue mengatakan stadion telah penuh. Calo tiket pun masih bertebaran di sekitar venue Asian Games, terutama di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
'Kasus' penonton di Asian Games ini sampai kepada Dewan Olimpiade Asia (OCA) yang sampai menyurati INASGOC. Permasalahan utamanya adalah, banyaknya kursi kosong di beberapa venue olahraga sehingga pembuat tampilan siaran televisi di laga tersebut kurang menarik.
Padahal masalah seperti ini seharusnya sudah diantisipasi penyelenggara sejak awal. Guna mengatasi kursi kosong di sejumlah venue cabang olahraga yang kurang populer seperti bola tangan, penyelenggara bisa meminta bantuan masyarakat sekitar terutama para pelajar untuk memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan Asian Games.
 Kursi kosong di beberapa venue pertandingan Asian Games 2018 berbuah teguran dari OCA. (CNN Indonesia/Titi Fajriyah) |
Dalam perhelatan kejuaraan multicabang, kenyamanan atlet dan ofisial tim merupakan hal yang tidak bisa dianggap remes. Apalagi untuk kejuaraan sekelas Asian Games.
Tetapi pada kenyataannya, atlet yang tampil di Asian Games 2018 tidak seluruhnya merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan INASGOC. Tak jarang para sukarelawan, atlet dan ofisial harus mencium aroma tak sedap dari Kali Item.
Berbagai macam penanganan seperti pemasangan waring, rekayasa biologis, hingga pompa penambah debit nyatanya tidak juga menuntaskan persoalan bau Kali Item di Asian Games.
Masuk ke dalam wisma atlet di Kemayoran, keluhan juga terjadi dari kontingen tim tamu. Dikutip dari Korea Times beberapa atlet bola basket tim Korea Selatan menyayangkan tinggi plafon yang pendek untuk ukuran tubuh mereka.
Selain itu, kamar di wisma atlet juga tidak menyediakan kulkas dan televisi. Penyejuk udara di kamar wisma atlet juga merepotkan, karena tidak ada remot AC di setiap kamar. Pengaturan penyejuk udara itu terpusat.
"Saya terkadang melihat kecoa di dalam kamar. Ini lebih buruk daripada penjara. Rasanya kami datang ke sini seperti untuk kamp pemusatan latihan, bukan Asian Games," ucap pelatih dari kontingen Korea Selatan.
Tidak berbeda jauh dengan di Jakarta, beberapa atlet yang menempati wisma atlet di Palembang juga memiliki keluhan serupa. Selain penyejuk ruangan yang terkadang tidak optimal, wifi di kamar atlet juga bermasalah.
Pelatih triatlon Filipina, Ani Karina de Leon, lebih menyoroti soal kinerja sukarelawan yang bertugas di wisma atlet Palembang. Di mana ia kesulitan mendapatkan informasi lantaran petugas sukarelawan kerap berganti-ganti orang.
 Kinerja sukarelawan Asian Games menuai pujian juga kritik. (FOTO ANTARA/INASGOC/Ridhwan Siregar) |
"Mungkin kami butuh orang yang secara tetap atau tidak berganti-ganti bersama kami. Kami butuh itu untuk secara konstan mengabarkan jadwal sehari-hari," pungkas dia.
Di media sosial juga terdapat cuitan mengenai kinerja sukarelawan yang tidak bisa memberikan petunjuk dengan baik kepada kontingen atau suporter asing karena terkendala bahasa. Masalah ini tentu saja hanya sebagian kecil dari persoalan Asian Games. Karena pada kenyataannya, ada juga media luar negeri yang memuji sukarelawan Indonesia.
Tentang kemacetan yang sempat dikhawatirkan mengganggu Asian Games ternyata tidak terjadi. Presiden OCA, Ahmad Al Fahad Al Sabah justru memuji kerja keras kepolisian Indonesia yang membuat kontingen Asian Games tiba tepat waktu.
Hal-hal lain yang mengganggu persiapan peserta dalam melakoni Asian Games 2018 adalah lokasi yang teramat jauh antara venue dengan tempat latihan. Kondisi ini sempat dialami timnas sepak bola putra Vietnam.
 Minimnya toko penjual cinderamata Asian Games 2018 sempat dikeluhkan atlet. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Jelang menghadapi Pakistan di Stadion Wibawa Mukti Cikarang pada Selasa (14/8), timnas Vietnam berencana menggelar latihan lebih dulu di Lapangan Sutasoma Halim Perdana Kusuma, Minggu (12/8). Tetapi saat hendak berlatih, timnas Vietnam tidak bisa menggunakan Lapangan Sutasoma karena dianggap belum memiliki izin.
Aspek lain yang tidak boleh luput dari evaluasi penyelenggaraan Asian Games 2018 adalah keberadaan tempat-tempat penjualan souvenir atau cinderamata. Karena, atlet berkuda kategori lintas alam asal Jepang Oiwa Yoshiaki kesulitan membelanjakan uangnya lantaran tidak adanya toko suvenir di Wisma Atlet Kemayoran.
"Tidak ada toko suvenir di Wisma Atlet. Banyak ATM di sana, tapi kami tidak bisa membelanjakannya. Saya mau beli oleh-oleh untuk teman di Jepang. Sayang sekali tidak ada toko," ucap Yoshi dikutip dari Antara.
Masalah keamanan sekalipun di main press center (MPC) juga tidak boleh terabaikan. Hal ini berkaca dari Indonesia yang sempat dikejutkan dengan masalah kehilangan barang-barang milik wartawan asing.
Awalnya seorang jurnalis asal Jepang kehilangan laptop saat bertugas di main press center (MPC). Lalu beberapa hari berikutnya giliran lensa tele fotografer asing raib di loker MPC. Belakangan ternyata ada empat jurnalis asing yang kehilangan barang saat bertugas di Jakarta.
Ke depannya, penyelenggara multievent juga patut memperhatikan kondisi udara di kota tuan rumah. Dikutip dari Antara, aktivis Greepeace Indonesia menilai kualitas udara di Jakarta selama penyelenggaraan Asian Games 2018 dalam kondisi tidak sehat. Padahal, seluruh atlet membutuhkan kualitas udara yang baik guna bisa tampil maksimal di setiap perlombaan.
(nva)