TESTIMONI

Atep: Cukup Saya Diperlakukan Persib Seperti Ini

Atep | CNN Indonesia
Jumat, 25 Jan 2019 19:15 WIB
Mantan kapten Persib Bandung Atep menceritakan awal kariernya di Persija, kegembiraan bergabung dengan Persib, hingga kesedihan didepak tim Maung Bandung.
Atep merayakan gelar juara Liga Indonesia 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Setelah musim 2007 selesai dan musim selanjutnya belum dimulai, saya mengisi dengan kegiatan di luar lapangan. Salah satunya bermain ke Bandung bersama Ronggo (Airlangga Sucipto). Rencana ini pun disambut Eka Ramdani yang mempersilakan saya menginap di hotel yang telah ia pesan.

Ternyata rencana Eka adalah 'jebakan betmen'. Di hotel tersebut sudah ada manajer Persib Umuh Muchtar yang langsung menanyakan harga yang saya inginkan agar menanggalkan kostum Persija dan bergabung ke Persib.

Bukan sebuah keputusan mudah bagi saya untuk berpindah klub. Saya butuh pikiran tenang dan saya menghubungi orang tua untuk melewati situasi sulit. Tetapi saya sadar kostum Pangeran Biru adalah cita-cita dan Maung Bandung adalah alasan saya serius menekuni sepak bola sebagai mata pencaharian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kontrak diteken dan drama kembali terjadi dalam kehidupan saya. Rekan dan pengurus di Persija tak henti-hentinya menelepon. Saya tak bisa mengangkat karena saya belum punya kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan mereka. Beruntung waktu itu belum zaman media sosial seperti sekarang, kalau sudah pasti saya habis hahaha.

Atep: Cukup Saya Diperlakukan Persib Seperti Ini
Hingga akhirnya saya memberi keterangan resmi, saya pun pamit dari Persija. Tetapi cerita lama terulang kembali, saya lupa membawa barang-barang saya dari mess Persija. Persis ketika saya pindah dari Timnas ke Persija. Beruntung ada tim ofisial Persija yang bisa saya hubungi dan bertemu dengan saya di Bogor.

Setelah berada di Persib ternyata tidak seindah seperti yang saya bayangkan. Bobotoh tidak gegap gempita menyambut saya. Label mantan pemain Persija yang melekat membuat mereka menyimpan keraguan. Bahkan lebih dari itu, saya juga mendapat hujatan dari beberapa suporter. Poster bergambar muka saya yang dicoret pun pernah saya temukan.

Ketika saya masuk Timnas lagi, ada agenda uji tanding dengan Persib di Stadion Siliwangi. Saya yang membela Timnas menghadapi atmosfer yang cukup tidak bersahabat. Senior-senior di Timnas berpesan agar saya fokus. Dalam pertandingan itu saya berhasil mencetak gol dan emosi saya meluap, saya buka baju dan merayakan gol.

Ketika itu saya merasakan gol tersebut membuat Bobotoh terdiam. Saya berpikir ini adalah pembuktian saya dan mereka sepertinya memiliki keinginan melihat saya bermain dengan baik ketika membela Persib kelak.

Selain Bobotoh, ujian lain bagi saya yang sempat saya hadapi adalah seleksi pemain di Persib. Awalnya saya pikir akan mendapat tempat seperti di Persija. Tetapi jangankan tampil sejak menit pertama, saya bahkan sulit dapat tempat untuk sekadar duduk di bangku cadangan.

Galau mungkin bisa jadi kata yang tepat menggambarkan keadaan waktu itu. Jujur, saya sempat menangis. Kemudian saya berpikir mungkin memang begitulah situasi di klub yang besar seperti Persib. Mental kuat, latihan, semangat, dan keberanian mengemban tanggung jawab menjadi kunci melewati situasi sulit.

Meski awalnya ditempatkan sebagai wing back, posisi yang asing buat saya, tetapi saya menjalani permintaan pelatih dengan segenap kekuatan. Perlahan saya mendapat tempat. Selangkah demi selangkah posisi pemain inti pun mulai akrab. Cuma gelar juara yang masih jauh dari langkah kaki yang semakin menua.

Tahun 2013 saya dan Persib bertemu dengan sosok Djadjang Nurdjaman di tim utama Persib. Pak Djajang bukan orang asing bagi kami. Di tangannya, saya mendapat kehormatan menjadi kapten dan Persib diubah menjadi lebih mengutamakan rasa kebersamaan.

Satu hal yang saya begitu ingat adalah pada awal musim pak Djajang memastikan para pemain memiliki komitmen untuk menjaga kekompakan. Berangkat latihan kami harus bersama-sama dari mess, tidak ada kata tidak. Begitu juga ketika makan dan hal-hal lain yang memang melibatkan tim.

Di ruang ganti juga suasana menyenangkan, santai, tidak tegang, itu benar-benar membantu. Terkesan sepele, tapi itu menjadi kebiasaan yang turut membangun sebuah tim.

Tahun kedua bersama mantan pemain dan mantan asisten pelatih Persib itu, kami menjalani musim yang bagus. Pada awal musim saya merasa skuat ini komplet. Ada Firman Utina, Makan Konate, Supardi, M Ridwan, Ferdinand Sinaga. Saya memang optimistis dengan tim ini waktu 2014.

Atep membawa Persib juara Piala Presiden usai merebut gelar ISL 2014.Atep membawa Persib juara Piala Presiden usai merebut gelar ISL 2014. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Dengan menempati peringkat kedua wilayah barat musim regular, membuat tiket ke babak delapan besar ada di tangan. Satu grup bersama Mitra Kukar, Pelita Bandung Raya (PBR), dan Persebaya memang tidak mudah. Adangan terberat justru datang dari PBR. Mereka benar-benar main tanpa beban dan begitu menyulitkan. Satu-satunya kekalahan kami di babak delapan besar dialami ketika menghadapi PBR.

Dua tim Bandung masuk ke semifinal. Persib menghadapi Arema Cronus dan PBR bertemu Persipura Jayapura. Menghadapi Arema, kami tidak bisa berkembang dan kebobolan lebih dulu. Setelah memperhatikan tim pada babak pertama, saya dimasukkan pada pertengahan babak kedua. Alhamdulillah ada perubahan permainan dan Vlado cetak gol. Saya pun bisa main enjoy dan mencetak gol untuk membawa Persib ke final

Waktu lawan Persipura enggak ada doa khusus, kami juga bermain seperti biasa tetap tenang, mendengarkan musik di ruang ganti, sama seperti biasa. Kami berhasil menjaga optimisme dan saya tahu ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk jadi pemenang. Kepada teman-teman saya katakan ini adalah peluang yang tidak mungkin terulang pada musim depan.

Di final saya juga tidak masuk jadi starting eleven dan baru masuk pada pertengahan babak kedua. Saya hanya berpikir positif saja di partai final, tetap fokus. Ibaratnya satu kaki sudah ada di podium juara dan hanya butuh selangkah lagi untuk jadi juara.

Tidak pernah meraih juara pun tidak saya rasakan sebagai beban. Saya bisa menghandle tekanan dan mengubahnya menjadi dorongan untuk tampil baik. Ketika adu penalti saya sebenarnya bersyukur karena jadi penendang ketujuh. Syukurlah penalti waktu itu cuma sampai penendang kelima dan saya enggak perlu nendang hahaha.

Ya inilah tim terbaik Persib, kesebelasan yang menjuarai ISL 2014 dan Piala Presiden 2015.

Baca sambungan tulisan ini dengan mengklik tautan berikut: Telepon Pemutus Hubungan

Telepon Pemutus Hubungan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER