TESTIMONI

Favela dan Penjara yang Mengubah Jacksen Tiago

Jacksen Tiago | CNN Indonesia
Rabu, 11 Des 2019 19:36 WIB
Pemain legendaris Liga Indonesia Jacksen Tiago harus melalui kehidupan yang keras di Brasil sebelum 'kesasar' dan sukses di Indonesia.
Jacksen Tiago berasal dari favela atau pemukiman kumuh di Rio de Janeiro, Brasil. (Dok.Persipura Jayapura)
Saya berasal dari keluarga miskin dan tinggal di kawasan yang dikenal dengan sebutan favela alias pemukiman kumuh Manguinhos, Rio de Janeiro, Brasil. Di sana saya tinggal bertiga bersama adik perempuan dan ibu. Tak ada ayah karena beliau sudah meninggal saat saya baru menginjak 15 tahun.

Saat saya masih remaja, ibu bekerja sangat keras untuk membiayai hidup kami bertiga. Beliau pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga. Beruntung pekerjaan itu tidak selamanya dikerjakan karena beliau dapat pekerjaan di pemerintah kota Rio sebagai juru masak sebuah sekolah.

Siapapun yang tinggal di favela bisa dikatakan tidak punya harapan. Buat orang-orang yang tinggal di tempat seperti itu pilihannya hanya ada dua yaitu jadi penjahat atau pengedar obat-obatan terlarang

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jarang ada yang bisa bekerja sebagai guru atau sampai jadi dokter. Bahkan dari generasi saya yang tinggal di favela hanya tinggal empat orang yang masih hidup. Mereka yang meninggal mayoritas karena tindak kejahatan atau pengaruh narkoba.

Favela dan Penjara yang Mengubah Jacksen TiagoJacksen Tiago pernah masuk penjara saat remaja di Brasil. (Dok.Persipura Jayapura)
Semasa remaja sekitar 14 atau 15 tahun saya bahkan pernah masuk penjara karena merampok dan lingkungan yang membuat saya seperti itu. Saya dipenjara selama satu minggu karena merampok sebuah bus bersama teman-teman. Buat remaja yang tinggal di favela, memegang pistol bukan lagi hal aneh.

Saya harus menjalani persidangan karena ulah saya tersebut. Saat menuju ruang sidang, orang pertama yang saya lihat adalah ibu. Beliau menangis saat melihat saya dan ingatan itu masih terus membekas sampai sekarang.

Tangis beliau pula yang membuat hidup saya berubah total. Saya mulai fokus ke sepak bola dan meninggalkan kebiasaan buruk di favela. Saya beruntung sekali karena sepak bola menyelamatkan saya.

Saya coba mengikuti seleksi di Flamengo dan diterima. Di akademi salah satu klub terbesar Brasil itu wawasan saya bertambah luas. Sebuah dunia yang berbeda dan tidak ada hubungannya dengan dunia saya sebelumnya di favela.

Anak-anak di Flamengo memiliki tingkat intelektual yang lebih tinggi dan bisa mengubah arah hidup saya di masa depan. Jarak tempat tinggal saya dengan akademi Flamengo yang terbilang jauh tidak jadi masalah besar.

Di Flamengo saya satu angkatan dengan Leonardo [sekarang direktur olahraga Paris Saint-Germain] dan Aldair [mantan pemain AS Roma]. Kami berada dalam satu tim sejak usia dini walau akhirnya saya memulai karier profesional di Bonsucesso.

Namun jalan karier kami bertiga berbeda. Saya kemudian berkarier di Indonesia sejak 1994 dan sampai sekarang masih berada di Indonesia meski punya peran berbeda sebagai pelatih.

Favela dan Penjara yang Mengubah Jacksen TiagoJaksen Tiago menguasai banyak bahasa termasuk Indonesia. (CNN Indonesia/Titi Fajriyah)
Keputusan untuk berkarier di Indonesia membuat saya juga mempelajari bahasa baru. Apalagi saya hingga kini menetap di Surabaya dan pernah juga selama beberapa musim menukangi Persipura.

Saya sebenarnya bisa berbicara menggunakan bahasa Jawa karena dulu sering mendengar rekan-rekan setim di tim Bajul Ijo seperti Bejo Sugiantoro, Aji Santoso, hingga Anang Ma'ruf berkomunikasi menggunakan bahasa tersebut.

Awalnya sempat bingung dengan obrolan mereka tetapi seiring waktu saya perlahan mulai bisa mengerti. Namun saat berada di rumah saya dan istri membiasakan anak-anak menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa Jawa khususnya Jawa Timur terkadang agak kasar.

Pelafalan bahasa Jawa menurut saya juga cukup susah karena saya tidak bisa berbicara patah-patah seperti orang Jawa. Sedangkan bahasa Papua lebih mudah karena hampir mirip dengan bahasa Indonesia meski dengan logat yang berbeda.

Di luar bahasa Jawa, Papua, dan Indonesia, saya menguasai beberapa bahasa lain seperti Inggris, Spanyol, dan tentu saja Portugis.

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER