TESTIMONI

Tontowi Ahmad dan Lima Momen Penting dalam Karier

Tontowi Ahmad | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2020 19:16 WIB
Indonesia's Tontowi Ahmad and Indonesia's Liliyana Natsir (unseen) react after winning against Malaysia's Liu Ying Goh and Malaysia's Peng Soon Chan during their mixed doubles Gold Medal badminton match at the Riocentro stadium in Rio de Janeiro on August 17, 2016, at the Rio 2016 Olympic Games. (Photo by Ben STANSALL / AFP)
Tontowi Ahmad memutuskan pensiun dari dunia badminton. ( AFP/BEN STANSALL)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saya ingat. Hari itu pertama kali saya meninggalkan rumah, meninggalkan Desa Selandaka, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, tempat saya lahir dan tumbuh besar. Saat itu saya masih SMP, usia 15 di 2002. Saya harus merantau ke Tangerang.

Menjalani perantauan, tentu tegang, bimbang, karena saya masih kecil. Saya berpikir dan membayangkan harus tinggal sendiri di sana.

Sebelum berangkat, ibu berpesan pada saya:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Walaupun sudah sukses di badminton, jangan lupakan salat, jangan lupakan agama. Hal itu jangan sampai ditinggalkan."

Begitu kata ibu. Ibu lalu mengingatkan satu hal pada saya:

"Wi, ingat, bapak itu dulu di Mekkah, tiap malam selalu mendoakan agar kamu jadi juara dunia. Jadi kamu harus bisa jadi juara dunia."

Akhirnya saya berangkat bersama bapak dan satu saudara saya yang lain yang ikut mengantar. Kami naik bus biasa, bukan yang bagus, meskipun bapak sebenarnya termasuk orang yang cukup mampu. Bapak memang selalu ingin mengajarkan kesederhanaan pada anak-anaknya.

Di dalam bus saya lebih banyak diam. Saya masih berpikir tentang kemampuan saya untuk bermain di Tangerang bersama Argo Pantes. Bisa atau tidak ya? Begitu pikir saya.
Kamis (26/2) Tontowi Ahmad sedang diberi pengarahan oleh Richard Mainaky, pelatih ganda campuran di Cipayung, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/Putra Permata)Tontowi Ahmad memutuskan pergi dari Banyumas pada usia 15 tahun. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman)

Sampai pada akhirnya terjadi insiden di jalan karena bus mogok, kepanasan, dan air radiator muncrat ke atas begitu dibuka. Semua penumpang banyak yang berteriak. Maklum waktu itu memang bukan bus yang bagus. Hahaha..

Satu tahun di Tangerang, saya ditawari oleh beberapa klub, termasuk Jaya Raya dan Mutiara Bandung. Saya sempat latihan di Jaya Raya tetapi tidak sampai satu minggu.

Saat itu saya disuruh datang ke Jaya Raya ikut latihan. Tetapi mungkin saya dianggap agak sedikit nakal, kurang disiplin, dan agak selengean. Akhirnya saya keluar dan memang saat itu belum sempat ada SK dari Jaya Raya. Lalu dengan ada tawaran dari Mutiara dan Gresik. Saya dan bapak akhirnya memutuskan untuk pergi ke Gresik.

Di Gresik awalnya saya masih main tunggal. Di tunggal belum berprestasi meski sempat juara Kejurda di Jawa Timur. Di tingkat nasional selalu mentok delapan besar.

[Gambas:Video CNN]

Di Gresik saya mulai main ganda, berpasangan dengan Teguh Siswanto yang juga pemain tunggal andalan Semen Gresik. Kami dicoba pasangkan di Sirnas Bali. Tetapi karena prioritas Teguh adalah main di nomor tunggal, akhirnya saya tak punya pasangan.

Saya jadi pemain ganda, tetapi tanpa pasangan. Saya sudah mulai luntang-lantung di situ. Umur sudah 17 tahun. Saya lalu berpikir untuk kuliah setelah lulus SMA di Gresik. Saat itu saya benar-benar galau.

Saya akhirnya kuliah di Universitas dr. Soetomo jurusan ekonomi, masuk lewat jalur prestasi. Saya mulai serius kuliah sekitar 1-2 bulan. Saya mulai jarang latihan badminton. Paling hanya pagi atau sore dan seminggu hanya tiga kali latihan.

Kemudian datang tawaran dari Surya Baja untuk jadi sparring partner. Bukan sebagai atlet, bukan pelatih, tetapi sebagai sparring partner. Bayaran Rp500 ribu. Karena waktu itu saya sedang dalam kondisi susah dan tak mau merepotkan orang tua, akhirnya saya bersedia jadi sparring partner.

Saya dapat tawaran itu hari Kamis. Saya lalu bilang ke pelatih di Semen Gresik ingin menyudahi karier sebagai pemain. Saya ingin fokus kuliah dan hanya jadi sparring partner.

Malamnya saya menelepon ke rumah dan berbicara dengan bapak. Saya berkata bahwa saya tidak bisa lagi melanjutkan cita-cita bapak untuk jadi juara dunia. Saya menelepon sambil menangis.
Pasangan pebulutangkis ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir saat melawan pasangan pebulutangkis ganda campuran Jepang, Kenichi Hayakawa dan Misaki Matsutomo dalam turnamen bulutangkis Indonesia Open Superseries Premier 2015 di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/6). Pasangan ganda Indonesia menang dua set langsung dengan skor 21-12, 21-16. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.Tontowi Ahmad sempat meninggalkan badminton dan fokus kuliah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Bapak lalu berkata pada saya:

"Pokoknya setelah ini kamu salat malam. Kamu berdoa sama Allah. Bila memang ini jalannya, Bapak terima lapang dada. Tetapi kalau kamu ditunjukkan jalan lain, berarti perjalanan kamu belum berakhir di sini."

"Mudah-mudahan ada jalan terbaik untuk kamu. Orang tua hanya bisa mendoakan kamu. Coba kamu salat malam dan minta petunjuk."

Begitu kata bapak. Saya sudah sangat sedih karena tak bisa mewujudkan harapan bapak. Saya berpikir saat itu memang saya sudah mentok. Namun ternyata esok hari, Koh Yuming (Denny Kantono) menelepon dan menawarkan untuk bergabung ke Djarum. Saya langsung setuju.

Saya langsung bilang ke Gresik. Mas Koko dan Pak Ketut langsung setuju tanpa mempersulit. Saya merasa kayak mendapat jalan karena semuanya lancar.

Di PB Djarum, saya pasangan dengan Syarifuddin dan mulai bisa juara di sirkuit nasional. Saya juga mulai percaya diri karena bermain di klub besar. Di PB Djarum pula saya mulai main di ganda campuran dan sering main rangkap di tiap sirkuit nasional.

Ikut seleknas di dua nomor, ganda putra dan ganda campuran, saya meraih hasil bagus. Di nomor ganda putra, saya peringkat ketiga sedangkan di ganda campuran saya posisi pertama.

Saya pulang ke PB Djarum dengan penuh percaya diri. Ternyata, begitu lihat pengumuman di koran, nama saya tidak ada. Saya langsung frustrasi saat itu. PB Djarum lalu mempertanyakan kenapa saya tidak masuk pelatnas padahal hasil seleknas saya bagus dan akhirnya saya bisa masuk pelatnas.

Tahun-tahun awal karier saya terbilang berat meski saya bisa jadi juara setiap tahun dengan pasangan yang berbeda-beda, baik saat bersama Yulianti, Richi Puspita Dili, Shendy Puspa Irawati, dan Greysia Polii.

Di 2010 saat Kak Richard ingin mencari pasangan Ci Butet, saya sama sekali tak menduga dan tak mengira bisa jadi salah satu calon. Masih banyak senior di atas saya, mulai Devin Lahardi, Muhammad Rijal, dan Fran Kurniawan. Mungkin saya pilihan terakhir karena lebih banyak yang senior.

Saat itu saya sudah mulai pasangan dengan Greysia Polii di Indonesia Open. Sebenarnya saya dan Greys sudah ada obrolan untuk melanjutkan. Saya belum ada pikiran untuk pasangan dengan Ci Butet. Ketinggian menurut saya. Tak mungkin bagi saya karena masih banyak yang senior. Makanya saat itu ada obrolan untuk duet dengan Greysia di ganda campuran.

Waktu itu Greysia sepertinya mau karena hasil kami lumayan. Saat saya mau bilang serius untuk pasangan dengan Greysia, Kak Richard tidak memberikan persetujuan. "Kamu mau saya pasangkan dengan Ci Butet". Begitu kata Kak Richard. Saya tentu kaget.
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir saat latihan menuju Piala Sudirman 2015. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman)Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir mulai berduet sejak 2010. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman)

Sejujurnya sebelum pasangan dengan Ci Butet, saya sering ceplas-ceplos ke teman saya, Si Bule, Andrei Adistia. Saya berkomentar ketika melihat Ci Butet kalah saat berpasangan dengan pemain lain.

"Yailah, kalau gua partner sama Ci Butet, semua gua bantai."

Begitu dapat kesempatan berangkat ke Makau, saya memiliki ambisi besar. Walaupun ada rasa tegang, rasa cuek saya lebih tinggi. Saya main dan berhasil juara. Mungkin karena sebelum pasangan saya sudah sangat yakin.

Gagal di Olimpiade, Lunasi Cita-Cita Juara Dunia

Sampai awal 2012, saya masih lebih banyak tampil lepas dan cuek saat berpasangan dengan Ci Butet. Seperti ketika tampil di final All England 2012, saya justru sangat antusias dan tak memiliki rasa tegang.

Saya benar-benar menunggu partai tersebut. Begitu kami menang, perasaan saya terbilang biasa. Ya sudah, kami juara All England. Justru kami tidak menyangka dengan penyambutan yang luar biasa saat tiba di Indonesia.

Setelah itu, suasana mulai berubah bagi saya dan mencapai puncaknya di Olimpiade 2012. Kalah di Olimpiade 2012, dunia rasanya mau kiamat. Bayangkan saja, tumpuan ada di kami. Ambisi saya sudah besar. Beban benar-benar berada di saya. Semua salah, pasti saya. Kalah, juga karena saya.

Mungkin Ci Butet waktu itu juga kecewa sama diri sendiri karena tidak mendapat medali emas Olimpiade. Tetapi dia tidak mendapatkan serangan. Sementara, untuk saya, serangan kritik berasal dari mana-mana.

Setelah kalah tidak ada evaluasi apapun. Hanya ada briefing yang menyatakan bahwa Indonesia sudah gagal mempertahankan tradisi emas Olimpiade. Hal tersebut membuat saya down.

Saya tak bisa tidur malam itu. Sempat buka media sosial. Banyak serangan pada saya, termasuk Michi [istri, ketika itu masih menjadi kekasih] yang saat itu juga jadi kambing hitam. Saya benar-benar sudah hancur saat itu. Seolah tak ada gairah hidup lagi.
Pasangan ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad (kiri) dan Liliyana Natsir (kanan) mengembalikan kok ke arah pasangan ganda campuran Hongkong Lee Chun Hei Reginald dan Chau Hoi Wah dalam turnamen bulutangkis BCA Indonesia Open Superseries Premier 2015 hari pertama di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (2/6). Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir menang dengan skor 2-0 (26-24 dan 21-14). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Asf/pras/15.Tontowi/Liliyana mengalami kekecewaan besar ketika gagal merebut emas Olimpiade 2012. ( ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Setelah kalah besoknya kami main untuk perebutan perunggu. Malamnya saya tak bisa tidur. Padahal semifinal dimainkan malam hari dan perebutan perunggu main di pagi hari. Ya sudah kami benar-benar tidak bisa main sama sekali.

Saya mulai bisa melupakan kegagalan di Olimpiade 2012 di awal 2013. Kami berhasil mempertahankan gelar juara All England. Karena kami sudah berhasil mendapat gelar All England di tahun sebelumnya, saya lebih menikmati dan lebih rileks. Akhirnya kami berhasil jadi juara.

Salah satu pencapaian terbaik kami di 2013 adalah menjadi juara di Kejuaraan Dunia. Berbicara Kejuaraan Dunia 2013, bagi saya tak bisa lepas dari kegagalan di Kejuaraan Dunia 2011.

Seperti saya katakan sebelumnya, bapak selalu mendoakan saya agar jadi juara dunia. Pada 2011, meski kami baru satu tahun berpasangan, saya sempat berpikir bahwa ini adalah saatnya doa bapak saya terwujud. Soalnya jalan yang kami lalui sangat mulus sampai semifinal.

Tetapi tiba-tiba di semifinal kalah oleh lawan yang tak diduga, Chris Adcock/Imogen Bankier. Kekalahan itu membuat kecewa. Ternyata doa bapak tidak terwujud saat itu.

Saat saya kembali tampil di Kejuaraan Dunia 2013, saya kembali kepikiran hal itu. Namun saya tak mau lagi terlalu sombong dan takabur. Tetapi ketika kami lolos ke final dan tertinggal 18-20, saya kembali berpikir bahwa doa bapak tak lagi terkabul saat ini.

Saya bergumam, "Apakah bukan sekarang waktunya doa itu terwujud? Tetapi kalau bukan sekarang kapan lagi?"

Ternyata tiba-tiba setelah itu, saya main seolah tidak merasakan apa-apa. Deg. 19-20. Deg. 20-20. Deg. 21-20. Saya seolah mendapat tenaga ekstra. Saya tak lagi merasa tegang. Percaya atau tidak, saya tidak merasakan poin demi poin yang didapat saat itu. Semua seperti berlalu begitu saja.

Saat kami dapat match point, saya justru sudah yakin bisa jadi juara dan akhirnya kami jadi juara dunia. Saya akhirnya berhasil mewujudkan cita-cita bapak. Setelah pertandingan, saya langsung telepon bapak.

"Pak, Owi juara," begitu kata saya.

"Hebat kamu." Itu kata bapak di seberang telepon.
Tontowi Ahmad tak kuasa menahan tangis saat berpelukan dengan kedua orang tua, M. Husni Muzaitun dan Masruroh.(CNN Indonesia/Putra Tegar)Tontowi Ahmad dan kedua orang tuanya, M. Husni Muzaitun dan Masruroh.(CNN Indonesia/Putra Tegar)

Sebelum itu bapak tidak pernah memuji saya meski saya jadi juara di berbagai turnamen. Misal saya juara di India, bapak biasanya bilang, "Ah, terang aja juara, tidak ada musuhnya."

Barulah setelah juara dunia 2013, bapak bilang selamat jadi juara dunia. Perasaan saya benar-benar lega karena bisa mewujudkan cita-cita orang tua. Saya sangat puas. Doa saya jadi juara dunia itu doa orang tua saya dari kecil.

Sejak saya merantau harapan bapak adalah ingin melihat saya jadi juara dunia. Bahkan mungkin harapan untuk melihat saya juara Olimpiade itu tidak ada, atau baru dipikirkan belakangan. Sejak kecil doa bapak itu selalu ingin melihat saya juara dunia.

Awal 2014 banyak pembicaraan tentang kemungkinan Owi/Butet bisa hattrick di All England. Saya sama sekali tidak terbebani dengan hal itu. Justru yang menarik adalah, saya sempat bermimpi jadi juara All England sebelum berangkat.

Seminggu sebelum berangkat, saya mimpi jadi juara All England. Pas bangun, oh ternyata saya belum juara, tetapi rasanya benar-benar seperti sudah juara. All England 2014 kemudian terasa cepat bagi saya. Saya bisa menang dan bermain tanpa ketegangan, bahkan saat menghadapi pertandingan yabng ramai.

Ketika kami akhirnya juara, saya benar-benar seperti sudah mengalami perasaan seperti itu karena sebelumnya sudah pernah bermimpi.

Retak dengan Liliyana Natsir dan Emas Olimpiade

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER