TESTIMONI

Tontowi Ahmad dan Lima Momen Penting dalam Karier

Tontowi Ahmad | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2020 19:16 WIB
Ganda campuran Indonesia Liliyana Natsir (kanan) dan Tontowi Ahmad berusaha mengembalikan kok ke ganda campuran Indonesia Hafiz Faizal dan Gloria Emanuelle Widjaja saat pertandingan babak kedua Daihatsu Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (24/1/2019). Owi/Butet berhasil masuk ke perempat final setelah menang dengan skor 21-16 dan 21-12. CNNIndonesia/Safir Makki
Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir sempat tak harmonis sejak final Asian Games 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Perjalanan saya dan Ci Butet cukup bagus di 2014 sampai akhirnya tiba di final Asian Games. Sebelum menjejakkan kaki di final, persiapan kami benar-benar bagus, badan benar-benar fit. Kami sudah benar-benar siap

Namun ada miskomunikasi di final Asian Games. Saat itu saya gagal melakukan smes dan sepertinya ada masukan dari Ci Butet yang tidak pas menurut saya. Dari situ saya memberontak. Harusnya saya tidak boleh seperti itu.

Itu salah saya. Padahal di awal final kami main normal dan bagus. Saya memberontak, coba membuktikan, malah musuh kami Zhang Nan/Zhao Yunlei justru dapat poin terus. Permainan kami rusak dan saya makin tak bisa bermain. Mental saya benar-benar terpengaruh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah kalah di final Asian Games 2014, hubungan kami seperti yang dikatakan Ci Butet. Damai tapi gersang. Seperti tidak ada apa-apa tetapi ada yang mengganjal dalam hati.

Sebenarnya di 2015, kami masih rutin masuk semifinal dan final, meski memang gagal juara. Kami hanya beberapa kali kalah di babak perempat final. Kami sering kalah dari Zhang Nan/Zhao Yunlei di masa itu karena komunikasi kami jarang.

Kalau lawan musuh lain, tanpa komunikasi pun kami bisa menang. Kalau lawan Zhang Nan/Zhao Yunlei, kami butuh segalanya untuk bisa menang. Bila hanya mengandalkan teknik tanpa komunikasi, berat untuk mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei.
Pebulu tangkis ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyani Natsir melaju ke babak final setelah mengalahkan pebulu tangkis Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti  dengan skor 22-20 21-17  di Daihatsu Indonesia Master 2018 babak semifinal, Jakarta 27 Januari 2018.Tontowi Ahmad mengakui salah satu kesalahan terbesarnya adalah saat tak harmonis dengan Liliyana Natsir sejak final Asian Games 2014. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Ketika kami kalah dari Zhang Nan/Zhao Yunlei di semifinal Kejuaraan Dunia 2015 di Jakarta, saya kembali jadi kambing hitam. Posisi saya saat itu sedang ada pemberontakan dalam hati saya. Saya cuek saja. Saya berpikir mau bagaimana lagi. Walaupun orang menyerang saya, saya hanya berpikir itu terserah mereka.

Yang terpenting saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Masa bodo walaupun mereka menekan saya. Hal itu justru membuat perasaan memberontak muncul dalam diri saya.

Puncak kontroversi di 2015 itu saat persiapan menuju China dan Hong Kong. Saya duduk bertiga bersama Ci Butet dan Kak Richard. Saya dan Ci Butet sudah memutuskan sama-sama ingin ganti partner.

Kami sampai pada kesepakatan bahwa bila memang ganti partner adalah yang terbaik. Di momen itu, peran Kak Richard sangat besar. Kak Richard mengingatkan bahwa tidak boleh ada perpecahan di antara kami.

Bagi Kak Richard, kami berdua hanya tinggal perlu memandang Olimpiade. Sementara kami masih bertahan dengan ego masing-masing. Dalam pikiran saya, bila Ci Butet sudah tak mau pasangan, ya sudah buat apa. Saat itu kami benar-benar sudah jarang berkomunikasi. Mungkin saat itu Ci Butet juga sudah kesal banget kali kalau lihat saya.

Setelah Hong Kong Open, Ci Butet menghampiri saya yang sedang berlatih di ruang gym. Dalam hati saya, saya berkata Ci Butet mau apa, karena sebelumya sudah tidak mengobrol dengan saya.

Saya cuek saja, tetapi tidak ada dendam atau kesal yang berlebihan. Namun ternyata Ci Butet bilang, "Wi, bagaimana kalau kita fokus menatap Olimpiade?"

Ucapan Ci Butet itu langsung meredam ego saya. Saya langsung merasa legowo tidak ada lagi rasa kesal. Bagaimanapun, Ci Butet adalah senior saya, panutan saya. Saya tak bisa melawan itu. Begitu Ci Butet bilang begitu, saya langsung merasa plong. Hilang semua perasaan kesal.

"Oh ternyata Ci Butet membutuhkan saya. Berarti Ci Butet membutuhkan saya." Begitu pikir saya dalam hati.

Di 2016 sudah tidak ada masalah komunikasi di antara kami. Kekalahan hanya karena masalah teknis. Setelah komunikasi bagus, kami bisa kembali juara di Malaysia Open 2016.

Namun kami kalah di Indonesia Open. Sejujurnya, saat itu saya bertanding dengan kondisi demam dan diare. Saya main dengan kondisi shuttlecock tak kelihatan.
Pasangan ganda campuran Tiongkok Nan Zhang dan Yunlei Zhao merayakan kemenangannya atas pasangan ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir  dalam babak semifinal turnamen bulutangkis Indonesia Open Superseries Premier 2015 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 Juni 2015. Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir gagal melaju ke final usai kalah dengan skor 2-1 (16-21 21-15 21-18). CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.Zhang Nan/Zhao Yunlei sering mengalahkan Tontowi/Liliyana di 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)


Setelah bertanding di Australia, kami langsung melakukan persiapan Olimpiade. Dalam waktu satu bulan, kami masih beberapa kali kalah dalam masa persiapan sampai akhirnya tiba kami menjalani training camp di Kudus. Di Kudus kami bertemu dan berbagi cerita dengan Koh Christian Hadinata.

Koh Chris memberi banyak nasihat dan salah satu yang paling mengena di hati adalah saat Koh Chris berkata: "Kalian di lapangan membutuhkan chemistry. Kalian belahan jiwa di lapangan. Apapun yang terjadi di lapangan, itu seperti berumah tangga."

Mata kami langsung terbuka dan meyakini mungkin selama ini ada yang salah. Selama ini mungkin bila Tontowi yang salah, itu hanya salah Tontowi. Bila Ci Butet yang salah, itu salah Ci Butet.

Harusnya pola pikirnya adalah bila Ci butet salah, berarti itu salah saya juga karena mungkin pukulan saya sebelumnya tidak tepat. Dari situ kami sama-sama belajar.

Sejak saat itu kami hampir tidak pernah kalah dalam masa persiapan hingga Olimpiade, baik saat latihan 2 vs 3 atau saat diadu dengan ganda putra.

Di Olimpiade kami benar-benar berada dalam kondisi on fire. Semua berjalan lancar meski sempat tegang. Setelah menang di semifinal, saya beruntung ada jeda satu hari.


Saya tak bisa tidur selepas semifinal sampai saya telepon istri meminta ditemani hingga mengantuk. Saya bersyukur istri saya adalah sosok yang bisa meredam semua pikiran yang melintas di kepala saya. Dia bilang saya untuk tenang.

Istri saya akhirnya menunggu saya untuk tidur sampai akhirnya saya tertidur dengan kondisi telepon masih menyala.

Malam sebelum final saya sudah punya strategi dan belajar dari pengalaman. Saya tak mau lagi berangkat tidur pukul sembilan. Setelah salat Isya, saya langsung berangkat tidur pukul tujuh. Meski sulit tidur, saya akhirnya bisa terpejam sekitar pukul 10-11, berbeda dengan hari sebelumnya.

Kemenangan di Olimpiade sungguh luar biasa. Penyambutan luar biasa, kami diminta wawancara live di banyak tempat. Belum lagi bila memikirkan bonus yang diterima. Kami senang sekali. Bangga sekali karena akhirnya bisa mendapatkan emas Olimpiade.

Dalam keberhasilan meraih emas Olimpiade tersebut, saya sempat bilang ke Ci Butet:

"Thank you yaa Ci, sudah kasih medali emas Olimpiade untuk saya."

Biasanya dia cuma bilang, "Sama-sama."

Namun saat itu jawabannya mengejutkan.

"Gua juga terima kasih Wi. Elu gak perlu terima kasih sama gua. Elu dapat emas, gua juga dapat emas. Kita sama-sama berjuang." Begitu kata Ci Butet.

Mungkin pembelajaran di 2015 yang membuat kami saling mengerti satu sama lain, lebih menghargai satu sama lain.
Konvoi atlit peroleh medali Olimpiade yang melewati jalan Sudirman. Jakarta. Rabu, 24 Agustus 2016. Iringan para Atlit peroleh medali Olimpiade yang menggunakan Bandros dari kantor Kemenpora menuju Istana Negara untuk bertemu Presiden, kuran mendapatkan antusias dari masyarkat DKI Jakarta. CNN Indonesia/Andry NovelinoArak-arakan usai Tontowi/Liliyana menjadi juara Olimpiade. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Keputusan Pensiun

Setelah Olimpiade sebenarnya saya sudah tak punya pemikiran apa-apa. Saya sudah dapat tujuan utama dan merasa tinggal menjalani lanjutan karier saya.

Kenapa saya tak mau lepas dari Ci Butet? Saya berpikir kalau sudah ada yang gampang, untuk apa cari yang susah.

Saya sendiri sudah tak ada pemikiran soal Olimpiade 2020 karena masih jauh. Saya berpikir agak berat ke Olimpiade dan saya sudah pernah merasakan medali emas. Jadi saya berpikir tetap bersama Ci Butet karena dari segi manapun lebih enak sama Ci Butet.

Berpasangan dengan Ci Butet, kami tak menyangka bisa jadi juara dunia di 2017. Kami benar-benar sudah tak mengalami ketegangan. Salah satu target Tontowi/Liliyana setelah Olimpiade adalah emas Asian Games. Kami sudah berusaha namun hal itu akhirnya jadi salah satu gelar yang meleset. Saya ingin dapat itu, namun musuh saat itu sudah muda, lebih cepat, dan kami harus sadar diri.
(L-R) Bronze medalists England's Chris and Gabrielle Adcock, Hong Kong's Chun Hei Reginald Lee and Hoi Wah Chau, gold medalists, Indonesia's Tontowi Ahmad and Liliyana Natsir and silver medalists China's Zheng Siwei and Chen Qingchen celebrate on the podium after the mixed doubles final match during the 2017 BWF World Championships of badminton at Emirates Arena in Glasgow on August 27, 2017. / AFP PHOTO / ANDY BUCHANANSetahun usai juara Olimpiade, Tontowi/Liliyana merebut gelar juara dunia. (AFP PHOTO / ANDY BUCHANAN)

Sebenarnya, pada awalnya saya ingin pensiun bersama Ci Butet di 2019. Saat itu saya juga sebenarnya sudah ingin pensiun. Saya merasa sudah cukup. Setelah akhirnya saya terus melanjutkan perjalanan, saya merasa waktu bersama keluarga makin jarang. Terakhir saya benar-benar jenuh sekali karena mengikuti banyak turnamen.

Saya berpikir buat apa saya begini, saya sudah dapat semua yang diinginkan. Waktu sama keluarga justru tidak ada. Saya lalu bercerita pada Istri dan keluarga tentang keinginan pensiun.

Salah satu alasan saya main badminton adalah karena dukungan dari orang tua, istri, dan keluarga. Dari diri saya sendiri, saya sudah siap pensiun. Ketika istri dan orang tua mendukung untuk pensiun, ya sudah, saya lega.

Saya berkata pada Kak Richard tentang pensiun. Saya bilang bahwa perjalanan saya sudah cukup dan poin ke Olimpiade pun tak lagi terkejar. Kak Richard bilang saya pantas bila ingin pensiun karena sudah mendapatkan semuanya. Ci Butet juga mendukung keinginan saya untuk pensiun. Terkait status magang, andai status saya adalah pelatnas utama, itu pun belum tentu saya main lagi. Itu bukan alasan utama saya pensiun.

Meski masih bisa mendapat materi dengan relatif lebih mudah dari badminton sampai dua tahun ke depan, pertimbangan saya adalah usia yang tak lagi muda dan saya tak mau terus berada di zona nyaman. Itulah pertimbangan lain saya pensiun di luar waktu untuk keluarga.
Pemain Badminton Tontowi Ahmad saat ditemui di Cipayung, Jakarta Timur, Selasa (5/9).Tontowi Ahmad merasa jenuh dengan badminton dan ingin memiliki waktu dengan keluarga lebih banyak plus ingin memulai aktivitas di dunia baru. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)

Mungkin bila saya bertahan dua tahun ke depan di dunia badminton, saya bisa mendapatkan uang dalam nominal sekian. Namun bila saya pensiun dan memulai dunia baru, seperti bisnis, saya punya peluang untuk mendapatkan nominal yang sama, tetapi dari dunia yang berbeda.

Saya tidak mau benar-benar bingung ketika pensiun. Karena itu saat usia saya masih 33, saya pensiun dengan alasan saat ini masih bisa cari pengalaman. Dengan pensiun, saya punya waktu untuk cari pengalaman di dunia bisnis dan dua tahun ke depan tidak lagi bingung karena sudah punya pengalaman.


Menarik diri dari badminton, saya sangat puas dengan pencapaian saya. Saya puas dengan perjalanan karier saya. Apapun yang terjadi, saya anggap sebagai pengalaman hidup saya yang tak bisa kembali dan dilewati lagi.

Pastinya saya sangat bersyukur dengan apa yang sudah saya capai sekarang. Saya sangat bersyukur berada di titik saya saat ini. Tidak ada penyesalan dengan perjuangan kemarin, gagal maupun sukses. Saya sangat bangga dengan pencapaian saya. (ptr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER