LIPUTAN KHUSUS

Papua Badboy: Mengusir Usil Lewat MMA

Nova Arifianto | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2021 10:50 WIB
Berawal dari sebuah sakit hati, Adrian Mattheis terjun ke MMA. Petarung yang dijuluki Papua Badboy itu pun
Adrian Mattheis dengan julukan Papua Badboy salah satu petarung MMA One Pride,berlatih di Jakarta pada Jumat (6/3/2020). (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Akrab dengan sepak bola sejak kecil, Adrian Mattheis justru meraih ketenaran sebagai petarung MMA. Ia bahkan hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk menaklukkan olahraga yang penuh baku hantam tersebut. 

Petarung yang dijuluki Papua Badboy ini pun telah menjadi segelintir atlet Indonesia yang telah berlaga di luar negeri bersama ONE Championship.

Adrian mengaku ketartarikan awalnya pada ajang bela diri campuran berawal dari sakit hati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebetulan saya sekolah tinggi kedinasan, biasanya senior suka usil. Dari situ muncul keinginan bisa bela diri supaya bisa jaga saya punya diri. Dari situ saya mengenal MMA," ujar Adrian ketika ditemui CNNIndonesia.com pada Maret 2020 lalu. 

Kebetulan di sekolah tinggi tempat Adrian menimba ilmu ada seorang dosen dan instruktur yang merupakan salah satu mantan petarung MMA di era 2000-an, Zuli Silawanto. Ketika pengenalan siswa baru di aula, pihak kampus sempat memutarkan video pertarungan sosok yang dipanggil Adrian master Zuli. 

"Saya lihat dan saya pikir, 'Wah pace ini ada di televisi. Besok kita tidak boleh melawan dia. Kalau melawan kita dapat tampar sampai rusak'," cerita Adrian sebagai anak baru di kampus pada 2013.

Dari video itu, keinginan Adrian untuk mengikuti jejak Zuli timbul. Namun ia tidak langsung menyatakan keinginannya untuk dilatih. Adrian yang berstatus sebagai mahasiswa baru tingkat pertama masih memilih menekuni sepak bola. Apalagi Adrian sudah mengenal olahraga yang populer di Indonesia itu sejak masih kecil di Sorong, Papua Barat.

"Semua anak-anak Papua ingin jadi kaka Boaz [Solossa]. Adrian main bola di Sorong, di kampus ini juga main di liga mahasiswa di Asmaja [Asosiasi Sepakbola Mahasiswa DKI Jakarta]. Puji Tuhan bisa top skor, saya memang posisi jadi striker."

Ingatannya kemudian terlempar pada masa kecil, ketika ia hanya bermain bola di pantai karena tak ada sekolah sepak bola di Sorong.

"Kalau mama tidak datang pukul, kita tidak berhenti. Biasa main di pantai dari SD, SMP, SMA. Bahkan dulu ada liga pendidikan SMP ikut turnamen SMA juga," kenang Adrian yang pernah bermain di tim junior Persiram Raja Ampat.

Lihat juga:
Kitab Laga MMA
Adrian Mattheis dengan julukan Papua Badboy salah satu petarung MMA One Pride. Jakarta, Jumat, 6 Maret 2020. CNNIndonesia/Adhi Wicaksono.Adrian Mattheis belum mengenal ilmu bela diri hingga 2014. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)

Menapaki tahun kedua di sekolah kedinasan adalah masa perkenalan Adrian dengan MMA dan sekaligus perpisahan dengan sepak bola. Kritikan para senior jadi pemicunya. Ada celetukan-celetukan yang menganggap Adrian tidak becus mengawasi adik-adik di kampus.

Ucapan-ucapan itu membuat Adrian gerah. Makin bulat tekad pemuda kelahiran Ambon, Maluku, itu berguru pada Zuli yang pada 2014 masih aktif bertarung.

Niat Adrian menekuni beladiri MMA awalnya diragukan Zuli. Maklum, Zuli sudah banyak menemui orang-orang yang ingin berlatih MMA, namun kemudian tidak tekun dalam berlatih dan menyerah dalam waktu singkat.

[Gambas:Video CNN]

Mengetahui ragu dari sang dosen, Adrian pun semakin tertantang menunjukkan keseriusan.

"Kebetulan saya punya kawan dari Kalimantan. Dia salat subuh kan. Saya bilang, 'Kalau kau salat subuh, kasih bangun saya biar saya juga cuci muka dan latihan fisik'. Jadi dia ambil air wudu, saya latihan biar dilihat pak Zuli, 'Oh anak ini niat'," kata pemuda kelahiran 1993 itu.

Adrian benar-benar baru berlatih MMA pada 2014 atau pada usia 20, tanpa dasar ilmu bela diri apapun. Peraih medali perunggu cabang olahraga kickboxing pada SEA Games 2019 itu pun kemudian berlatih di sasana yang berada di dalam kampus.

Dalam perjalanannya, Adrian tak hanya ditangani satu pelatih saja. Ada sekitar empat orang yang membimbing Adrian menempuh proses kehidupan baru.

Latihan yang dijalani Adrian tidak mudah. Jika boleh, Adrian pun ingin memilih tidak latihan pagi yang ia sebut sebagai siksaan karena begitu menguras fisik.

Selain latihan fisik, Adrian pun harus menjalani latihan teknik serta sparring. Semua harus dijalani selama tujuh hari dalam seminggu. Kadang saja Adrian berlatih empat sampai lima kali satu pekan.

"Sebenarnya dari kita punya pola pikir. Kalau hidup selalu bersyukur ya tidak ada yang berat, semua saya nikmati. Istilahnya hati yang gembira itu obat, jadi kalau latihan senang-senang saja pasti tidak capek. Sebenarnya capek, tapi karena kita sudah di sini ya sudah kita jalani," jawab Adrian soal kesehariannya.

"Latihan pagi itu memang paling menguras tenaga. Itu keringat jagung. Tapi ya saya nikmati, syukuri karena itu harus disyukuri, karena saya sudah jalani ini, ya harus dijalani. Jadi hidup ini adalah pilihan," tambah pria yang pernah bekerja menjadi pengawas scuba diving di Raja Ampat selama tiga bulan sebelum kembali ke Jakarta dan benar-benar menjadi petarung profesional.

Bikin Papa dan Mama di Kampung Bangga

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER