Pada November 2016, petinju muda putri Amaiya Zafar berkunjung ke Minnesota ke Florida, Amerika Serikat, guna tampil di kejuaraan nasional.
Ajang itu jadi menjadi pertarungan resmi pertamanya setelah tiga tahun berlatih sejak usia 13.
Akan tetapi, sebelum Amaiya naik ring, bahkan sebelum sarung tangannya dipakai, ofisial membatalkan pertarungan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka meminta remaja 16 tahun itu melepas hijab yang dikenakannya atau akan kehilangan duel tersebut. Hanya saja, sebagai Muslim yang taat, Zafar menolak, dan lawannya, Aliyah Charbonier dinyatakan sebagai pemenang.
Selain karena hijab, Amaiya dilarang bertarung lantaran mengenakan lengan panjang dan juga legging selain pakaian bertinju. Lengan dan kaki yang tertutup bahan lain itu yang jadi alasan ofisial mencoret Amaiya dari pertarungan.
Menurut Kepala Federasi Tinju Amerika Serikat ketika itu, Michael Martino, akan berbahaya jika seorang petarung cedera selama pertarungan dan hal tersebut tidak diketahui wasit karena lengan dan kaki tertutup pakaian.
Beruntung bagi Amaiya, Aliyah yang berusia 15 memiliki sikap yang bijak dalam masalah ini. Aliyah merasa 'gelar pemberian' itu tidak tepat untuknya. Dia pun memutuskan memberikan sabuk tersebut kepada Amaiya.
"Gadis itu mendatangi saya, dan meletakkan sabuknya di pangkuan saya dan bilang, 'Ini milikmu. Mereka mendiskualifikasi kamu. Kamu pemenang sebenarnya. Ini tidak adil'," ucap Amaiya menirukan omongan Aliyah dikutip dari Emirates Woman.
Aliyah sendiri sebenarnya merasa tidak masalah menghadapi Amaiya yang berkerudung. Amaiya pun menyebut momen itu akan selalu dikenang dalam kariernya di tinju.
Kerja keras Amaiya selama beberapa tahun berlatih justru berujung larangan bertarung. Ditambah lagi, sejak menggeluti tinju, Amaiya tidak pernah melakoni pertarungan karena kesulitan menemukan lawan sepadan untuk gadis seusia dan berat yang sesuai dengannya.
"Saat itu saya tidak akan pernah lupa. Saya hanya menangis, histeris, karena itu pertama kalinya saya merasakan solidaritas seperti itu," kenang Amaiya.
Di luar masalah keselamatan, menurut Federasi Tinju AS, mereka juga khawatir ketika satu kelompok agama diberikan kelonggaran soal berbusana dalam bertinju, maka kelompok agama lain bisa menuntut hak yang sama dengan seragam yang berbeda.
Dikutip dari NPR, Amaiya mengatakan Federasi Tinju Amerika Serikat tidak pernah memberi alasan jelas mengapa tidak boleh mengenakan hijab. Padahal, dalam latihan, petinju pria rutin mengenakan celana panjang didobel dengan celana pendek, dan topi saat berusaha menambah berat badan.
Di mata Amaiya alasan Federasi Tinju AS, soal hijab menghalangi keselamatan petinju, tidak masuk akal. Dalam pengalamannya, dokter bisa memeriksa kondisinya sebelum bertarung, saat bertarung, dan setelah bertarung. Dia juga membantah soal wasit tidak akan mengetahui cedera yang dialami petinju saat bertarung.
"Pertama-tama, jika saya kesakitan, saya akan memberi tahu Anda, saya kesakitan. Orang-orang bermain sepak bola dengan pakaian lengkap, dan Anda tidak memiliki kekhawatiran yang sama," kata Amaiya.
"Ada dokter di sana dan dia bisa memeriksanya. Saya hanya menunggu mereka melihat bahwa ini bukan argumen yang valid," ucap Amaiya menambahkan.
Kendati dilarang bertarung secara resmi, Amaiya tidak patah semangat. Dia terus berlatih seolah-olah seperti sedang bertarung setiap hari.
Latihan yang dilakoni Amaiya tidak semata-mata demi menjaga kualitas bertinjunya, tetapi juga menegakkan ajaran Islam.
Lihat juga:Format Liga 1 2021 Condong ke Sistem Bubble |
"Ketika waktunya tiba, saya akan siap berjuang sekuat tenaga. Saya mendapat dukungan dari para pelatih, rekan setim, dan keluarga saya," tutur Amaiya dalam situs miliknya.
Amaiya tidak saja tekun berlatih, tetapi dia, keluarganya, tempat latihan di Circle of Discipline, serta Dewan Hubungan Amerika-Islam mengajukan petisi kepada Asosiasi Tinju AS guna memberikan pengecualian terhadap aturan agama.
"Pada akhirnya, jika saya tidak pernah bisa bertarung, tetapi peraturannya diubah sehingga gadis Muslim lain di AS bisa bersaing, maka saya menang," ucap Amaiya kepada CNN.
Amaiya akhirnya benar-benar meraih kemenangannya itu pada April 2017. Namun bukan kemenangan dalam bertarung, melainkan pengecualian peraturan bertinju bagi petinju berhijab.
Meski dalam lingkup domestik, tetapi Asosiasi Tinju AS memperbolehkan Amaiya bertinju dengan mengenakan hijab.
Tepat pada Sabtu, 28 April 2017 malam, Amaiya Zafar membuat sejarah dengan menjadi petinju wanita yang tampil di pertarungan resmi Amerika Serikat dengan mengenakan hijab.
Lawan pertama Amaiya adalah Isabella Hendrickson di Richard Green Central Gym, Minneapolis. Dalam pertarungan debut itu, emosi Amaiya tidak terkendali, berdasarkan laporan Star Tribune.
Amaiya dalam sorotan media. Suara penonton yang begitu keras membuat Amaiya tidak bisa mendengarkan instruksi dari sudutnya. Alhasil pertarungan selama 10 menit itu dimenangkan Isabella.
Amaiya boleh saja kalah dalam duel tersebut, tetapi sesungguhnya dia mencetak kemenangan yang lebih besar, yaitu membuka pintu bagi Muslim berhijab lain di AS tampil dalam duel resmi.
"Saya mendapat kesempatan, dan itu yang penting. Saya melakukan ini untuk anak-anak lain," ucap Amaiya dilansir dari CBSN Minnesota.
Satu bulan kemudian, Amaiya melakoni pertarungan kedua. Kali ini dia menang. Dalam duel keduanya, Amaiya lebih tenang dan percaya diri. Duel selama tiga ronde itu dimenangkan Amaiya dengan angka, skor kariernya 1-1.
Pencapaian besar Amaiya dalam kariernya di tinju tercipta pada Agustus 2017 dengan memenangi Kejuaraan Dunia Ringside.
Satu tahun berikutnya, Amaiya memenangi gelar kelas terbang putri di Kejuaraan Tinju Nasional Sugar Bert 2018 di Orlando, Florida. Ajang itu yang mendiskualifikasi Amaiya dua tahun sebelumnya.
Lebih dari itu, Asosiasi Tinju Dunia (AIBA) pada akhir Februari 2019 resmi mencabut larangan hijab dan penggunaan bahan yang menutup tubuh.
Hanya saja, perubahan itu tidak berlaku di babak kualifikasi Olimpiade 2020 yang menjadi target awal Amaiya Zafar. Dengan begitu, petinju Muslim yang mengenakan hijab dan pakaian tambahan lain tetap dilarang untuk kualifikasi Olimpiade 2020.
Akan tetapi, Amaiya dan petinju berhijab lain masih memliki peluang mengikuti kualifikasi Olimpiade 2024 yang rencananya digelar di Paris, Prancis mendatang. Mimpi Amaiya tampil di Olimpiade pun tetap terbuka.
Amaiya mengatakan dia berharap mendapatkan lebih banyak kesempatan bertarung, dan orang-orang akan terinspirasi dengan ceritanya serta terus berjuang untuk apa yang mereka yakini.
"Jangan biarkan aturan yang sewenang-wenang menghentikan Anda dari sesuatu yang Anda sukai," kata Amaiya.