Amaiya Zafar sangat menyukai tinju, tetapi cintanya kepada Islam lebih besar dari olahraga baku hantam tersebut.
Karena itu, dia sangat berjuang keras menyelaraskan tinju dengan kewajiban sebagai Muslim yang harus berhijab.
Kegemaran Amaiya terhadap tinju berawal dari sebuah lelucon. Ayahnya, Mohammmad Zafar menyarankannya mencoba olahraga anggar. Akan tetapi, saran tersebut ditolak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak akan menggeluti anggar. Saya ingin bertinju sebelum memilih anggar," kata Amaiya.
"Saya tidak ingin ada orang yang menikam saya. Saya lebih suka ditinju di wajah," ucap Amaiya menambahkan.
Ayahnya pun mulai mencarikan klub atau sasana tinju untuk Amaiya berlatih. Sebelum mendapatkan sasana, Amaiya berlatih di garasi mobil dengan bantuan video guna mendapatkan teknik bertinju yang baik.
"Ketika saya pertama kali masuk ke sasana tinju sungguhan, saya tahu inilah tempat di mana saya menghabiskan sisa hidup saya," katanya.
Dalam perjalanan mendalami tinju, Amaiya tidak pernah memiliki masalah dengan busananya yang tertutup dari kepala, tangan hingga kaki.
Bergonta-ganti sasana dan tempat latihan dilakoninya, namun tidak ada cerita Amaiya dilarang menggunakan hijab sebagai identitasnya sebagai Muslim.
Karena itu, Amaiya Zafar tidak terima ketika dilarang tampil dalam pertarungan resminya pada November 2016 lantaran dianggap melanggar peraturan seragam di Asosiasi Tinju AS.
"Kenapa saya harus berkompromi dengan olahraga yang saya cintai? Inilah hidup saya," ujar Amaiya.
"Saya pergi ke tempat latihan [dengan berhijab] setiap hari, mengapa saya harus berkompromi terkait agama saya?" tutur Amaiya melanjutkan.
Kepada DW, Amaiya menuturkan, jilbab adalah pilihan hidupnya. Dia mengenakan kerudung sejak usia dini dan tanpa paksaan dari orang tua.
"Ini 100 persen pilihan saya. Saya memakai hijab sejak kecil, karena saya memilih itu. Terkadang ada situasi di mana orang-orang berkata, 'Kamu bisa melepas jilbab jika kamu mau'," Amaiya menjelaskan.
Keteguhan hati dan kerja keras Amaiya kini membuahkan hasil maksimal, Amaiya tidak saja bisa bertarung secara resmi, tetapi juga menjadi juara di sejumlah turnamen. Tentu saja, yang paling ditunggu adalah peluang tampil di Olimpiade 2024.
"Saya sangat senang. Saya tidak kepikiran itu akan terjadi [perubahan aturan AIBA]. Saya terus berlatih seolah-olah itu akan terjadi suatu hari nanti," ucap Amaiya.
"Tetapi semua orang terus mengatakan kepada saya bahwa [perubahan aturan] itu tidak akan pernah berubah. Jadi saya hanya berdoa agar itu terjadi," kata Amaiya menambahkan.
Dengan terbukanya peluang tampil di Olimpiade Paris 2024, Amaiya mengaku kian termotivasi berlatih guna bisa berprestasi di multi-cabang empat tahunan tersebut.
Karena menurut Amaiya, sejauh ini orang-orang menyorotinya hanya karena persoalan jilbab sebagai salah satu keyakinannya sebagai Muslim.
"Mereka belum melihat kemampuan saya dan saya ingin menunjukkannya. Jadi saya senang memiliki kesempatan untuk menunjukkan bahwa saya bukan hanya seorang aktivis, tetapi juga petarung," tutur Amaiya.
Meski demikian, perjuangan Amaiya tampaknya belum berakhir. Menurut laporan DW, kelompok feminis di Prancis, Liga Internasional untuk Hak-hak Wanita (ILWR) meminta agar hijab dilarang dari Olimpiade 2024.
Permintaan pelarangan jilbab oleh ILWR itu agar wanita bisa bersaing bebas di Olimpiade 2024 tanpa batasan agama. Dengan tegas Amaiya membantah argumen tersebut.
"Jika itu untuk hak-hak perempuan, saya tidak mengerti mengapa mereka mengambil hak saya sebagai perempuan untuk menunjukkan apa yang ingin saya tunjukkan [sebagai Muslim] dan menyembunyikan apa yang ingin saya sembunyikan," kata Amaiya.
"Itu tidak masuk akal. Itu keputusan pribadi apakah saya ingin memakai jilbab atau tidak. Larangan hijab tidak memperkuat siapa pun. Itu hanya menghilangkan hak saya untuk mewakili diri saya sendiri," ucap Amaiya.
(sry/har)