Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia berhasil mengawali jejak di Piala Sudirman dengan gelar juara. Namun setelah itu skuad Merah-Putih puasa panjang yang belum berakhir hingga saat ini.
Indonesia meraih kemenangan legendaris di final Piala Sudirman 1989. Indonesia saat itu sudah menelan kekalahan di dua laga awal.
Eddy Hartono/Rudy Gunawan dan Verawaty Fajrin/Yanti Kusmiati kalah dari dua wakil Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di partai ketiga, Susy Susanti yang baru berusia 18 tahun turun bermain melawan Lee Young Suk. Pada set pertama, Susy melakukan kesalahan fatal. Ia kalah 10-12 padahal sempat memimpin 10-2.
Sedangkan di set kedua, Susy kesulitan mengembangkan permainan dan tertinggal 1-10. Korea Selatan tinggal berjarak satu angka dari trofi Piala Sudirman.
Pada momen kritis itu, Susy menunjukkan mental kuat dalam dirinya sekaligus pembuktian bahwa ia adalah salah satu calon legenda di dunia badminton.
Susy bisa perlahan mengumpulkan poin hingga akhirnya memaksakan deuce pada skor 10-10. Susy yang makin percaya diri bisa merebut dua poin berikutnya dan memaksakan terjadinya rubber set.
Dalam interval menuju set ketiga, pelatih Korea Selatan marah hingga sempat menampar Lee Young Suk. Alhasil, Lee Young Suk tak lagi berada di level terbaik pada set penentuan. Susy dominan dan menang 11-0.
Kemenangan Susy membuat Tim Indonesia kembali bersemangat. Eddy Kurniawan menyamakan kedudukan menjadi 2-2 dan Eddy Hartono/Verawaty Fajrin menjadi penentu kemenangan lewat keberhasilan mereka di partai kelima.
Di tahun 1989, Indonesia sukses memenangkan seri perdana Piala Sudirman. Sukses tersebut terasa makin nikmat lantaran di kejuaraan beregu Piala Thomas dan Piala Uber, Indonesia sedang puasa gelar.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Bila dibandingkan edisi perdana, kekuatan Indonesia sejatinya lebih baik di era 90-an. Pemain-pemain Indonesia tengah memasuki era generasi emas. Hal itu dibuktikan dari banyaknya pemain yang bisa menjadi pemain nomor satu dunia.
Tak hanya itu, Indonesia juga mampu merebut dua medali emas Olimpiade lewat Alan Budikusuma dan Susy di Olimpiade 1992 dan Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky di Olimpiade Atlanta 1996.
Indonesia juga memenangkan Piala Thomas 1994-2002 sedangkan Indonesia menjadi yang terbaik di Piala Uber 1994 dan 1996.
Hal itu jadi gambaran Indonesia punya kekuatan bagus di sektor putra dan putri.
Namun nyatanya, Indonesia justru tidak pernah lagi berhasil menyentuh Piala Sudirman. Indonesia secara beruntun jadi runner up di 1991, 1993, dan 1995. Indonesia bahkan terhenti di semifinal ketika edisi 1997 dan 1999 digelar.
Masuk ke era 2000-an, dengan regenerasi telah terjadi. Indonesia punya juara Olimpiade yaitu Candra Wijaya/Tony Gunawan, Taufik Hidayat, dan Markis Kido/Hendra Setiawan, hingga juara dunia macam Hendrawan, Tony Gunawan/Halim Haryanto, Taufik, Kido/Hendra, dan Nova Widianto/Liliyana Natsir di era tersebut.
Namun Indonesia belum juga mampu memulangkan Sudirman Cup. Catatan terbaik Indonesia adalah runner up di 2001, 2005, dan 2007.
Masuk era 2010-an, Indonesia malah berjarak makin jauh dari trofi Piala Sudirman. Indonesia tak pernah menjejakkan kaki di babak final.
Kekuatan yang tidak merata di lima nomor jadi salah satu faktor yang membuat Indonesia sulit bertahan hingga babak akhir.
Pada 2017, Indonesia bahkan harus terhenti di fase grup lantaran tak mampu bersaing dengan India dan Denmark.
Dua tahun lalu, Indonesia kembali bisa menjejakkan kaki ke babak semifinal. Tetapi upaya Indonesia melangkah ke partai puncak dihentikan Jepang dengan skor 1-3.
Kini di edisi Sudirman Cup 2021, Indonesia akan kembali berjuang membawa pulang trofi Piala Sudirman yang tak pernah pulang setelah tiga dekade berselang.
[Gambas:Video CNN]