TESTIMONI

Sentuhan Midas Eduard Ivakdalam

Eduard Ivakdalam | CNN Indonesia
Rabu, 27 Okt 2021 19:00 WIB
Tangan dingin Eduard Ivakdalam dalam meracik taktik berbuah medali emas PON Papua untuk tim sepak bola dari bumi Cendrawasih itu.
Eduard Ivakdalam ingin perlahan-lahan dalam berkarier sebagai pelatih. (PB PON XX PAPUA/Husni Oa)

Semasa masih aktif sebagai pemain, 16 tahun saya habiskan di Persipura. Baru kemudian saya pergi untuk bergabung dengan Persidafon Dafonsoro selama tiga tahun dan terakhir di Persiwa Wamena sebelum memutuskan gantung sepatu.

Saya bermain selama tiga tahun di Persidafon. Saya bawa mereka promosi dari Divisi Utama ke kasta teratas. Cerita yang sama juga saya ukir bersama Persiwa dengan membawa mereka promosi. Sayang saat verifikasi ulang yang dilakukan PSSI, Persiwa diketahui menunggak gaji yang tidak bisa diselesaikan sehingga urung tampil di Liga Indonesia.

Kendati pernah punya cerita di Persidafon dan Persiwa, Persipura punya tempat tersendiri di hati saya. Dari 20 tahun karier sebagai pesepakbola profesional, 16 tahun saya habiskan bersama tim Mutiara Hitam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pahit dan manis sudah saya rasakan bersama Persipura. Dari mulai Persipura masih diurus secara amatir hingga berbenah menjadi tim yang dikelola secara profesional. Itu semua jadi cerita dalam perjalanan saya bersama Persipura.

Di awal karier saya bersama Persipura, para pemain tidak pegang kontrak dan hanya mendapat gaji saja. Sedangkan klub-klub lain sudah menyodorkan kontrak ke pemain, menuju ke era profesional.

Tetapi itu bukan jadi masalah. Kami tidak pernah berpikir soal uang saat itu, yang ada hanya rasa cinta untuk Persipura.

Indonesia's Eduard Ivakdalam (R#10) prepares to score their team's first goal during the AFC champion's league soccer match against Changchun Yatai at Bung Karno stadium in Jakarta on April 28, 2010. Persipura won 2 - 0. AFP PHOTO / ADEK BERRY (Photo by ADEK BERRY / AFP)Eduard Ivakdalam memberikan dua gelar juara Liga Indonesia untuk Persipura Jayapura. (AFP/ADEK BERRY)

Awal saya masuk, gaji pertama yang kita dapat sekitar Rp300-500 ribu per bulan. Seingat saya itu gaji yang didapat antara tahun 1994-1995. Kalau untuk bonus kemenangan tandang Rp75 ribu dan saat menang di kandang dapat Rp50 ribu. Dengan kondisi begitu tim tetap solid. Di sisi lain, sumber dana tim tidak terlalu baik.

Setelah 10 tahun, baru tahun 2005 kita bisa juara. Penantian yang terbayar setelah 10 tahun. Sebelum itu Persipura pernah hampir degradasi dan itu saya alami sendiri. Banyak sekali jatuh bangun yang dialami Persipura.

Pengalaman-pengalaman yang saya alami di zaman itu akhirnya bisa membawa kami ke tahun 2005. Kami jadi tim terbaik di Indonesia, suatu kebanggaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Jalan untuk sampai jadi juara pada 2005 tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada proses dan perubahan-perubahan yang akhirnya bisa membuat Persipura jadi tim yang disegani di sepak bola Indonesia.

Kedatangan Rudy Keltjes pada awal 2000-an turut mengubah tata kelola tim ini. Persipura perlahan dipoles jadi tim yang semula dikelola secara amatir menjadi profesional. Pak Rudy menuntut manajemen untuk menghargai hak-hak pemain.

Mulai ada kontrak meskipun besaran yang saya dapat saat itu hanya Rp4 juta per bulan. Tapi pelan-pelan dari sana muncul kebangkitan Persipura, mulai ada prestasi yang kita ukir. Kemudian pada 2005 datang Boaz Solossa dkk setelah sukses di PON 2004 dan Rahmad Darmawan.

Di eranya Boaz, coach Rahmad bisa meramu kekuatan lokal yang ada. Jendry Pitoy, Marwal Iskandar, Mauly Lessy dipadukan dengan pemain-pemain asing yang direkrut untuk membantu tim seperti David da Rocha. Berkat kekompakan dan rasa kekeluargaan kami bisa meraih kesuksesan tahun 2005 itu.

Persipura itu tim dengan kekompakan dan kekeluargaan yang luar biasa. Ini saya rasa tidak didapat di klub lain. Kunci sukses kami juga karena kedekatan para pemain dengan Tuhan serta bisa menjadi satu keluarga yang utuh.

Pelatih tim sepakbola putra Papua, Eduard Ivakdalam bersama asisten pelatih Bahtiar Sitinjak memimpin latihan para pemainnya di Stadion Mandala, Jayapura, Papua Minggu (26/9/2021). Tim sepakbola putra Papua akan menghadapi juara bertahan tim sepakbola Jawa Barat pada laga pembuka PON XX Papua 2021, Senin (26/9/2021). (Foto: PB PON XX Papua 2021/Chaarly Lopulua)Eduard Ivakdalam punya mimpi melatih Persipura Jayapura. (Foto: PB PON XX Papua 2021/Chaarly Lopulua)

Tidak ada itu bertengkar di dalam tim. Itu yang saya alami di Persipura. Walaupun kita hidup susah, tetapi kita susah bersama. Begitu pula saat senang, semua senang bersama-sama.

Semasa aktif saya pernah diminati oleh klub-klub lain. Tawaran banyak yang datang, bahkan PSM Makassar hampir setiap musim mengejar saya. PSM zaman itu bertabur bintang, ada sosok seperti Nurdin dan Kadir Halid di manajemen mereka.

PSM sempat meminjam saya dan membawa mereka juara di Ho Chi Minh City Cup tahun 2001. Kesuksesan itu membuat mereka semakin bernafsu mendatangkan saya.

Ada beberapa tim yang juga datang membawa uang dengan jumlah banyak. Hanya saja, keteguhan hati saya tidak berubah cuma ingin bermain di Persipura.

Berbeda dengan klub, di Timnas Indonesia saya tak banyak tampil di ajang internasional. Jujur terkadang saya kerap sendirian yang dipanggil ke Timnas Indonesia dari Persipura. Ini bukan hal yang mudah.

Saya kerap tidak punya teman di sana dan selalu terpikir ingin pulang saja ke Papua. Saya pun sempat kabur dari Timnas Indonesia yang membuat pelatih Ivan Kolev marah.

Ceritanya berawal saat beberapa pemain Persipura dipanggil ke Timnas Indonesia. Ada Ronny Wabia, Chris Yarangga, dan almarhum Ritham Madubun.

Lambat laun mereka tidak terpanggil lagi sehingga saya yang paling sering memenuhi panggilan Timnas Indonesia. Mungkin situasi dan kondisi ini yang tidak bisa saya terima.

Karena dari pandangan saya waktu itu sangat berbeda suasana di klub dan Timnas Indonesia. Di Persipura kekeluargaan kita bangun, setiap latihan kita bercanda, berkumpul, dan bercerita. Di Timnas Indonesia berbeda. Itu yang kadang membuat saya ingin pulang kembali cepat-cepat ke Papua.

Hingga akhirnya sampai ke jelang pemusatan latihan Timnas Indonesia menghadapi Pra Piala Asia 2004. Timnas Indonesia berencana menggelar pelatnas di Australia, dalam waktu yang lama dan kami tidak bisa merayakan Natal dengan keluarga di rumah.

Banner Testimoni

Saya pikir waktu itu waktu pelatnasnya terlalu lama maka saya putuskan kabur kembali ke Papua. Kolev sangat marah saat itu dan dia sampaikan tidak akan panggil saya lagi selagi masih melatih Timnas Indonesia.

Akan tetapi pada akhirnya saya masih dipanggil kembali. Makanya waktu itu, ketika saya dipanggil lagi untuk persiapan Pra Piala Asia banyak wartawan menulis tulis 'Kolev Jilat Ludah', peristiwa itu ramai jadi bahan pembicaraan.

Meski caps saya tidak banyak, namun saya rasa kiprah bersama Timnas Indonesia cukup baik. Saya bisa mencetak tiga gol dan membantu Timnas Indonesia lolos ke Piala Asia 2004 di China dalam babak kualifikasi yang berlangsung di Arab Saudi.

Saya mencetak satu gol saat Timnas Indonesia menang 2-0 atas Bhutan dan dua gol ke gawang Yaman yang membuat skor imbang 2-2 dan Timnas Indonesia lolos ke Piala Asia 2004.


HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER