Jakarta, CNN Indonesia --
Puasa Ramadan 2012 menjadi cerita lain bagi atlet lari asal Qatar, Noor Al-Malki, karena dituntut menunaikan kewajiban sebagai Muslim dan juga tampil di Olimpiade 2012 di London.
Target memecahkan rekor pribadi menjadi ambisi Noor Al-Malki di Olimpiade London 2012. Saat itu usianya baru menginjak 17 tahun dan menjadi salah satu Olympian termuda pada masanya.
Di Olimpiade pertamanya itu dia tidak muluk-muluk mengincar medali di nomor lomba 100 meter putri. Al-Malki sadar akan berlomba dengan para juara dunia yang sudah banyak makan asam garam di berbagai pentas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di satu sisi ada optimisme di dalam dirinya untuk tampil kompetitif dan syukur-syukur bisa menyabet medali. Namun, memacu kakinya berlari secepat kilat akan lebih sulit karena gelaran Olimpiade London bertepatan dengan bulan suci Ramadan.
Umat Islam di seluruh dunia harus menghindari makan dan minum dari subuh hingga magrib selama 29-30 hari berturut-turut selama bulan suci. Tapi Al-Malki dan 3.500 atlet Muslim lain juga harus berkompetisi membela negara masing-masing.
Dilema dirasakan oleh hampir seluruh atlet Muslim yang tampil di Olimpiade, meskipun Islam memberikan toleransi kepada orang yang tidak berpuasa ketika dalam perjalanan jauh dan saat sedang jatuh sakit.
 Noor Al-Malki saat tampil di Olimpiade London. (AP Photo/Daniel Ochoa De Olza) |
"Ini akan sulit, tapi ini Ramadan," kata Noor Al-Malki dikutip The New York Times.
"Anda harus menghormati Ramadan. Tapi saya ingin membuat rekor nasional baru. Jika ada masalah dengan itu, saya tidak akan melanjutkan [puasa] Ramadan."
Ia pun tidak ragu untuk sebisa mungkin menjaga auratnya ketika sedang bertanding. Al-Malki tidak khawatir dengan gaya pakaian ketika berada di luar negeri yang lebih bebas dalam aspek kehidupan.
"Saya bangga dengan [hijab] ini dan tidak akan mendengarkan perkataan orang lain," ucapnya dikutip Reuters.
Anak dari pensiunan polisi dan guru itu mengaku mendapat dukungan penuh dari orang tua saat dirinya memilih menjadi atlet. Ia dan 11 saudara kandungnya menjadikan keluarga sebagai motivasinya untuk terus mencetak prestasi di atas lintasan.
"Mereka berdoa untuk saya, mereka adalah orang-orang yang mendukung saya untuk berlatih. Mereka memberi kami harapan dan kepercayaan diri untuk menyingkirkan rasa takut," ujar dia.
Baca kelanjutan berita ini pada halaman berikutnya>>>
Olimpiade London 2012 menjadi Olimpiade pertama dengan persentase atlet pria dan wanita seimbang. Hal tersebut dinilai penting untuk membuktikan bahwa atlet wanita mendapat kesempatan yang sama untuk tampil di ajang olahraga tertinggi di dunia.
Qatar yang sebelumnya tidak pernah mengirim atlet wanita, akhirnya mengirim seorang pemudi bernama Noor Al-Malki di cabang olahraga atletik. Sprinter dengan tinggi 152 cm dan berat badan 45kg itu diharapkan dapat menjadi tonggak sejarah Qatar dalam bidang olahraga.
"Secara tradisional, olahraga mungkin tidak diperuntukkan bagi wanita di negara seperti ini. Tidak wajar melihat wanita bisa menjadi juara," kata Noor dikutip dari Ynaija.
Noor mengesampingkan medali sebagai target utamanya sebagai atlet. Ia yang kini sudah berusia 27 tahun itu menjadikan profesinya untuk mengejar mimpi dalam mendobrak tradisi agar lebih banyak wanita yang melanjutkan mimpi sebagai atlet profesional.
"Saya tidak percaya ketika mereka bilang saya bisa ikut Olimpiade. Itu sangat mengejutkan, tapi juga ada rasa bahagia dan kebanggaan yang besar. Ini adalah impian setiap atlet di Qatar dan itu akan ada di dalam diri saya," ujarnya.
"Saya gugup, tapi saya berusaha untuk tetap fokus karena kenyatannya saya membawa alasan yang jelas untuk mewakili wanita Qatar, demi memberi semangat agar lebih banyak wanita yang masuk dunia olahraga."
 Noor Hussain Al-Malki gagal finis karena cedera di tengah perlombaan. (AP Photo/Daniel Ochoa De Olza) |
Sayangnya Noor gagal menyentuh garis finis di nomor 100 meter akibat cedera hamstring. Ia terjatuh ketika baru berlari kencang sepanjang 10 meter.
Meski begitu dirinya mengaku tidak patah arah. Ia sama sekali tidak merasa gagal di Olimpiade London walaupun tak menyentuh garis finis.
"Tidak apa-apa. Partisipasi [di London] adalah hal paling penting dan saya hanya perlu memberikan yang terbaik meski di sana ada tekanan selama latihan karena kami harus bekerja keras untuk mencapai titik yang kami inginkan," katanya dikutip Reuters.
"Semua hal baik-baik saja ketika saya sudah berlatih dan saya berharap Tuhan tetap berada di sisi saya untuk mencapai rekor baru di turnamen."
Ia mengungkapkan kegagalan finis di Olimpiade Qatar tidak ada hubungannya dengan keputusan tetap berpuasa selama turnamen. Menurutnya, puasa adalah persoalan iman sebagai muslim.
"Saya akan tetap puasa meski jika ada halangan, saya akan pertimbangkan. Saya akan berdiskusi dengan pelatih dan perawat untuk memutuskan yang harus saya lakukan di bulan Ramadan," kata dia.
[Gambas:Video CNN]