Seorang Aremania, Andi Haryanto, tak mau menonton sepak bola lagi setelah istri dan dua anak perempuannya meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10).
Menonton sepak bola yang semula jadi hiburan bagi keluarga Andi, justru berujung bencana. Ia kehilangan istri dan dua anak perempuannya yang jadi korban Tragedi Kanjuruhan.
Tribun Stadion Kanjuruhan mendadak kacau balau setelah polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan para penggemar yang berhamburan ke lapangan di akhir pertandingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reuters menyebut, Tragedi Kanjuruhan sebagai salah satu bencana terburuk di dunia olahraga. Sejauh ini, pihak berwenang mengumumkan korban meninggal mencapai 131 orang.
Andi mengaku tetap bertahan di tribun penonton sambil menggendong putranya. Namun, ia terpisah dengan istri dan dua putrinya yang ikut berdesakkan dengan suporter lain.
Pria yang kesehariannya bekerja sebagai petani itu sempat tersandung dan sesak napas karena gas air mata. Tetapi, Andi dan putranya berhasil mendapatkan bantuan medis dengan cepat.
"Mereka seharusnya tidak pernah menembakkan [gas air mata] ke tribun karena kerusuhan terjadi di lapangan," kata Andi dikutip Reuters.
Diketahui, FIFA melarang penggunaan "gas pengendali massa" di dalam stadion. Akan tetapi, polisi Indonesia sudah mengakui beberapa petugas salah menggunakan gas air mata ketika tak ada perintah untuk melakukannya.
![]() |
Setelah asap gas air mata menghilang, Andi mengaku mulai mencari istri dan anak perempuannya. Ia membalikkan korban yang tergeletak akibat terinjak-injak atau sesak napas saat mencoba menyelamatkan diri melalui pintu keluar.
Sayang, penumpukan massa membuat lokasi pintu gerbang stadion berdesakan dan beberapa di antaranya malah terkunci.
"Saya terus mencari melalui semua mayat hingga akhirnya menemukan putri saya Natasya dan Naila. Saya berjuang untuk menemukan ibu mereka," ungkap Andi.
Upaya Andi mencari sang istri di stadion tak menemui hasil. Ia kemudian mendapati istrinya yang berusia 34 tahun terluka dan meninggal di rumah sakit.
Putri Andi masing-masing berusia 16 dan 13 tahun. Keduanya merupakan anak adopsi. Pihak berwenang mengatakan 33 korban adalah anak-anak rentang usia 4 hingga 17 tahun.
"Saya tidak akan pernah menonton [pertandingan sepak bola] lagi. Sekarang saya hanya bisa memikirkan anak saya dan tidak punya waktu untuk hal lain. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana mendapatkan makanan besok," terang Andi.
Presiden Joko Widodo mengunjungi langsung korban Tragedi Kanjuruhan di RSUD Saiful Anwar. Selain itu, Jokowi juga berjanji akan memberikan Rp50 juta kepada keluarga korban meninggal dalam insiden tragis tersebut.
(jun/jal)