Dua kali 45 menit pertandingan Arema vs Persebaya usai. Atok bersiap menjemput dua buah hatinya ke Stadion Kanjuruhan. Tapi di tengah perjalanan, tiba-tiba teleponnya berdering.
Di ujung telepon, suara panik temannya terdengar. Atok diminta cepat datang ke Kanjuruhan.
"Ada yang telepon saya. Bilang anakmu-anakmu. Tapi enggak bilang kalau sudah meninggal," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesampainya di stadion, Atok melihat bekas kekacauan terjadi. Mobil terbakar dan terguling. Ia tak mempedulikannya keadaan itu. Dia terus mencari keberadaan anaknya di lorong VIP.
Tapi Atok tak menemukan anak-anaknya. Ia lalu mendapat informasi bahwa beberapa korban sudah dilarikan ke beberapa rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Wava Husada.
"Posisi di lorong VIP, enggak nemu. Terus saya kejar ke RS Wava Husada," ucapnya.
Di sana ia kemudian menemui anak pertamanya, Natasya, sudah dalam kondisi kaku tak bernyawa. Begitu juga adiknya, Nayla. Tangisan pun tak kuasa ia tahan.
"Keadaan meninggalnya Nayla wajahnya menghitam, keningnya berdarah. Yang adeknya ini mulutnya keluar cairan kayak orang minum diracun," kata Atok.
Melihat kondisi anaknya begitu, amarah Atok berkecamuk. Ia merasa apa yang terjadi di Kanjuruhan malam itu adalah peristiwa yang tak lazim.
"Saya sudah sering ikut Arema, lihat Arema, bentrok itu sering, saya sudah enam kali kena gas air mata. Tapi kemarin itu bukan gas air mata, racun itu, anak saya dibunuh," katanya dengan nada meninggi.
Ia pun berharap, siapapun pelakunya malam itu. Dia pantas untuk mendapatkan hukuman mati.
"Hukum mati oknum yang menembak itu. Pembunuh!," pungkas dia.