Jakarta, CNN Indonesia --
Wasit Indonesia boleh berbangga karena mendapat honor tertinggi di Asia Tenggara. Namun apakah bayaran tinggi sudah sebanding kinerja mereka di lapangan?
PSSI era Mochamad Iriawan sudah membuat terobosan dengan meningkatkan honor wasit. Harapannya wasit makin sejahtera dan mutu mereka makin meningkat. Yang tak kalah penting, demi menangkal praktik suap.
Mulai musim 2021/2022, honor wasit tengah Liga 1 ditingkatkan jadi Rp10 juta, asisten Rp7 juta, dan cadangan Rp3 juta per pertandingan. Semusim kemudian, gaji wasit cadangan pun ikut dinaikkan menjadi Rp5 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tahun yang sama pula PSSI mulai menggunakan additional assistant referee (AAR) atau wasit tambahan yang bertugas mengamati insiden di area garis gawang. Honor wasit tambahan juga diganjar Rp5 juta.
Penggunaan wasit tambahan di Liga 1 semata-mata upaya untuk meminimalisir keputusan keliru yang kerap memicu kontroversi. Utamanya, hal-hal yang terjadi di kotak penalti, karena Indonesia belum siap menerapkan video assistant referee (VAR).
Kendati demikian blunder dari pengadil lapangan di musim 2022/2023 masih marak terjadi. Tak jarang keributan di lapangan dipicu karena keputusan kontroversi dari wasit.
Pemain, pelatih, bahkan manajer kerap mencak-mencak. Manajemen klub juga sering melayangkan surat protes secara resmi ke PSSI dan operator kompetisi Liga Indonesia Baru (LIB).
Potongan video pertandingan yang makin banyak beredar di media sosial kerap menjadi rujukan. Video singkat itu sering digunakan sebagai penguat bukti kesalahan yang dilakukan wasit-wasit di kasta tertinggi.
Komite Wasit PSSI sudah mencoba bergerak cepat untuk menanggapi keluhan klub. Sebanyak 12 wasit diistirahatkan sementara saat memasuki pekan ketiga Liga 1 pada Agustus 2022.
[Gambas:Video CNN]
PSSI mengistirahatkan 5 wasit, 3 asisten wasit, dan 4 AAR yang berada di sisi kiri gawang selama 2-3 bulan. Ini dilakukan sebagai bentuk hukuman sekaligus untuk introspeksi diri agar bisa kompeten saat kembali memimpin kompetisi Liga 1.
Pada 1 Oktober 2022, sepak bola Indonesia berduka karena Tragedi Kanjuruhan. Sebanyak 135 orang meninggal dunia karena insiden yang dipicu kerusuhan suporter usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya rampung.
Seluruh kompetisi sempat dihentikan hampir selama dua bulan. Pemerintah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan dan sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi.
Liga 1 pun digulirkan lagi mulai 5 Desember dengan berbagai catatan. Para pemain, pelatih, dan suporter kembali bersorak. Namun, kinerja wasit masih jauh dari harapan.
Keputusan keliru dari wasit kembali terjadi. Sedikitnya ada lima keputusan kontroversial yang dilakukan pengadil selama dua pekan awal kompetisi bergulir setelah Tragedi Kanjuruhan.
Keputusan keliru yang dilakukan perangkat pertandingan sejatinya masih berkutat di tataran elementer. Empat keputusan kontroversi yang dilakukan adalah soal offside atau tidak.
Dengan kata lain, peningkatan gaji yang diberlakukan PSSI ternyata tak serta merta jadi solusi untuk memperbaiki kualitas wasit Indonesia.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Redaksi CNNIndonesia.com berhasil meminta keterangan wasit nasional berlisensi FIFA, Thoriq Alkatiri, di sela jeda kesibukan bertugas sebagai wasit Liga 1. Wawancara khusus dengan Thoriq bisa kami tempuh setelah mendapat izin resmi dari PSSI.
Hanya saja, Thoriq enggan memberi penilaian lebih jauh soal kinerja wasit. Selain berstatus wasit aktif, Thoriq merasa tidak etis untuk mengomentari keputusan keliru beberapa pengadil di Indonesia.
"Saya tidak bisa mengomentari lebih jauh kinerja teman-teman. Cuma mungkin faktor penyebabnya karena lamanya kompetisi yang vakum. Setelah Tragedi Kanjuruhan itu kan ada beberapa bulan ini kompetisi off. Sebelumnya pandemi kita juga off. Feeling itu memang susah didapat," kata Thoriq yang ditemui di Jakarta pada Januari 2023.
Thoriq memang tak membantah soal banyaknya keputusan kontroversi yang belakangan menyita perhatian publik. Menurutnya, faktor human error akan terus berpeluang terjadi karena wasit adalah manusia.
"Semua wasit pasti tidak mau membuat kesalahan. Karena kalau kita membuat kesalahan, pasti akan malu sekali apalagi sekarang zamannya teknologi dan media sosial. Kembali lagi, namanya human error kadang-kadang tak bisa dihindari," sambung Thoriq.
Wasit kelahiran Purwakarta, Jawa Barat, itu juga menyebut sudut pandang wasit bisa jadi tak segamblang angle yang didapat kamera televisi. Oleh karena itu, keputusan kurang tepat masih mungkin terjadi.
Faktor human error itu, lanjut Thoriq, yang mendasari FIFA membuat inovasi teknologi lewat VAR (video assistant referee). Namun yang perlu diingat manusia juga yang akan berada di balik VAR.
 Wasit Liga 1 Thoriq Alkatiri saat ditemui di Jakarta Barat, Minggu (5/2). (CNNIndonesia/Abdul Susila) |
"Mengapa FIFA terus berinovasi sampai menemukan VAR? Karena dengan latihan apapun, namanya manusia pasti akan melakukan kesalahan. Makanya sekarang sistem offside pun menggunakan robot. FIFA saja sampai berpikir ke sana, untuk menghindari human error itu," tandasnya.
Thoriq juga menilai segala keputusan keliru tak serta merta jadi kesalahan wasit tengah. Asisten wasit, terutama wasit tambahan di belakang garis gawang (AAR) di Indonesia minim jam terbang sehingga belum mampu bertugas maksimal.
Dia juga memahami risiko menjadi wasit yang kerap jadi kambing hitam kekalahan salah satu tim yang bertanding. Artinya lumrah bila wasit sering dipojokkan tim yang kalah.
"Dari awal memutuskan jadi wasit, saya sudah tahu wasit bakal berada di ujung tanduk dan sangat bisa dijadikan kambing hitam. Hal ini terjadi bukan di Indonesia saja, di luar negeri juga begitu. Saya juga pernah diprotes saat memimpin pertandingan di luar [Piala AFC], jadi lumrah saja," terang Thoriq.
[Gambas:Video CNN]
Meski begitu Thoriq tak membantah bahwa pembenahan kualitas wasit di Indonesia perlu dilakukan. Setidaknya seminar tentang perkembangan LOTG perlu sering-sering dilakukan untuk menambah wawasan wasit.
Thoriq adalah satu dari lima wasit tengah asal Indonesia yang mengantongi lisensi FIFA. Sementara ada tujuh asisten wasit Indonesia yang juga berlabel FIFA.
Artinya Indonesia memiliki 12 perangkat pertandingan berstandar FIFA. Hanya saja, kehadiran mereka dirasa kurang cukup mendongkrak kualitas pengadil lapangan di tanah air.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Direktur Wasit PSSI Andes Lestyanto kepada CNNIndonesia.com mengakui peningkatan honor wasit saat ini belum seimbang dengan kinerja mereka di lapangan.
"Salah satu cara PSSI untuk memperbaiki kinerja wasit lewat peningkatan gaji. Angkanya jauh meningkat dari sebelumnya. Bahkan mungkin yang tertinggi di ASEAN. Tujuannya tentu memacu wasit dapat bertugas lebih baik. Tapi, inilah tantangan yang harus kita hadapi bersama," kata Andes.
Andes juga tak membantah bahwa saat ini masih banyak keputusan kontroversi yang dilakukan wasit Liga 1. Namun ia meminta semua pihak memahami regulasi pertandingan, termasuk cara penyampaian protes resmi ke PSSI.
"Kesalahan yang dilakukan beberapa wasit kita mungkin mendasar, ya. Masih soal offside yang faktanya onside. Harusnya penalti tapi malah tidak. Tapi, saya berharap kita semua menyamakan persepsi untuk menghargai tugas seorang wasit," urai Andes.
"Setelah pertandingan, ada tugas dari departemen wasit yang akan menilai kinerja mereka. Nanti ada konsekuensi dari kekeliruan yang mereka perbuat. Kalau klub merasa dirugikan, boleh mengirimkan surat protes. Yang penting sesuai prosedur," tutur Andes.
Selain meningkatkan pendapatan dan melibatkan AAR, PSSI sejak 2019 mulai melibatkan referee assessor atau penilai wasit yang kebanyakan dihuni mantan wasit nasional.
Tugas referee assessor adalah memantau langsung kinerja wasit. Mulai dari persiapan fisik sebelum pertandingan, menilai kinerja wasit saat pertandingan berlangsung, dan memberikan evaluasi serta laporan wasit yang bertugas sebagai catatan untuk PSSI.
 Mantan asisten wasit Indonesia, Fakhrizal M Kahar. (CNNIndonesia/Abdul Susila) |
Salah satu penilai wasit PSSI Fakhrizal M Kahar mengapresiasi kebijakan PSSI untuk meningkatkan honor wasit. Langkah ini dinilai bisa membantu wasit lebih fokus menjalani pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
"Peningkatan gaji wasit itu sekarang bagus sekali. Dulu mah palingan Rp800 ribu sampai Rp1 juta. Saya ingat, waktu zamannya Nurdin Halid, gaji Rp5 juta untuk wasit tengah, Rp3,5 juta untuk asisten, dan wasit cadangan mungkin Rp2 juta. Sekarang paling bagus," ujar Fakhrizal.
Hanya saja mantan asisten wasit Liga Super Indonesia (ISL) tersebut mengakui kinerja wasit Liga 1 saat ini masih harus diperbaiki. Program latihan-latihan dari PSSI juga masih kurang.
"Porsi pelatihan untuk wasit harus diperbanyak, karena wasit yang datang itu datang dari berbagai daerah. Jumlah pertandingannya kan berbeda-beda. Tingkat pengetahuan dan pengalaman juga beda-beda. Mungkin satu-dua bisa mengimbangi, tapi kebanyakan tidak begitu. Makanya butuh banyak pelatihan," kata pria yang akrab disapa Rambo itu.
 Ilustrasi wasit Indonesia. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA) |
"Jangan hanya disanksi. Dihukum lalu didiamkan. Wasit harus diawasi, didampingi dengan program latihan. Setelah dilatih lagi baru kita coba kasih memimpin lagi. Semakin banyak pelatihan, kualitasnya akan meningkat," ujar Rambo lagi.
Sementara itu anggota Komite Wasit PSSI Ahmad Romadhon menyebut peningkatan gaji wasit layak diapresiasi. Kini tinggal bagaimana wasit menjaga integritas di lapangan.
"Peningkatan gaji wasit tujuan utamanya agar kinerja wasit semakin baik dan semakin sejahtera. Tapi, ini harus dijaga masing-masing individu wasit karena ini masuk kategori pekerjaan profesional."
"Bagi saya, siapa yang kerjanya baik dan profesional pasti akan diberi kepercayaan lagi. Sementara yang kurang bagus saya istirahatkan," tegas Romadhon.
Kendati sudah meningkatkan honor serta melibatkan AAR dan referee assessor, kualitas wasit Indonesia masih memprihatinkan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Ketua Umum PSSI baru, Erick Thohir, yang menjanjikan kompetisi berkualitas dan bersih dari mafia bola.
[Gambas:Video CNN]