Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mempertanyakan perihal 'lampu hijau' yang diberikan oleh pemerintah terkait mobil listrik. Salah satunya terkait insentif pajak yang akan dibebankan pada kendaraan tersebut.
Seperti diketahui, hingga saat ini harga jual mobil listrik impor utuh ke Indonesia dibanderol dengan harga selangit.
Ketua Umum Gaikindo Yohanes Nangoi, mengaku masih mempertanyakan perihal 'lampu hijau' atas isyarat pemerintah mengenai mobil listrik, khususnya menyoal pajak. Apalagi bila harus memberi insentif pajak untuk menekan harga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang disebut lampu hijau itu apa? Oke pemerintah setuju, berarti bersedia untuk memberikan insentif pajak. Karena kalau tidak ada kebijakan fiskal maka pajak itu akan mahal," kata Nangoi.
Ia tidak ingin keinginan pemerintah menekan harga mobil listrik kedepannya memicu tanda tanya bagi masyarakat menengah ke bawah. Dalam artian, masyarakat kaya pengguna mobil listrik malah memperoleh keringanan pajak mobil mewah.
"Tapi saya juga tidak tahu kalau diberikan insentif kebijakan fiskal mobil mewah istrik, harganya nanti jadi diturunkan. Anggapan orang awam pemerintah memberi keistimewaan untuk orang kaya, padahal ini tidak dikasih spesial jadi susah. Kami sebagai pelaku bisnis hanya tunggu kebijakan pemerintah saja," kata dia.
Nangoi mengungkapkan, hingga kini meski sudah ada salah satu importir yang telah memasarkan mobil listrik di tanah air, tetapi skema untuk perpajakan belum siap. Sehingga, untuk memasukan secara massal tentu harus berpikir dua kali.
"Maunya pemerintah apa? Kan mobil listrik itu mahal sekali karena segala macam. Kalau sekarang masuk ke mobil listrik kalau tidak laku bagimana, kan harus ada aturan mainnya gitu, perpajakan dan lainnya. Nah ini yang belum kami terima," ujarnya.
Bagi dia, jangankan berbicara terkait insentif mobil listrik, kendaraan hibrid pun belum menemui titik terang. Belum ada aturan jelas yang sudah dituangkan kepada pemerintah.
Menurutnya, Gaikindo hanya ingin membuat studi terkait aturan main mobil dengan dasar ramah lingkungan kepada pemerintah. Sejauh ini studi masih dalam tahap kajian, belum diusulkan.
"Jadi diajak bikin studi
ayo, supaya kalau nanti BKF (Badan Kebijakan Fiskal) menanyakan, paling
ngga Kemenperin punya persiapan mau seperti apa supaya ini tidak lari terlalu jauh. Kami akan ikut terlibat dalam studinya," kata dia.
Ia melanjutkan, pada dasarnya selain belum siap akan aturan main mobil listrik, infrastruktur pendukung juga dinilai belum memadai. Berbeda, jika berbicara negara tetangga yang telah lebih dulu bermain di pasar kendaraan listrik.
"Sekarang kalau yang namanya mobil listrik kami udah siap, mobil sudah bisa dibikin semuanya. Tapi permasalahannya adalah pengisian-pengisian aturan main, perpajakan, kebijakan fiskal," kata Nangoi.
Presiden Joko Widodo baru-baru ini telah mengeluarkan instruksi tertulis yang isinya memerintahkan semua kementerian dan lembaga pemerintahan untuk mendukung pengembangan mobil listrik.
Aturan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) disiapkan supaya pengembangan mobil listrik tidak sekedar wacana.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, mengungkapkan Perpres akan memberikan berbagai dukungan untuk pengembangan mobil listrik, salah satunya dari sisi perpajakan.
Ia menjelaskan, pajak untuk mobil listrik akan dibuat rendah supaya harganya kompetitif, bisa bersaing dengan mobil-mobil konvensional yang menggunakan bahan bakar.
"Kalau mobil listrik tak diberi insentif pajak, harganya akan lebih mahal dibanding mobil konvensional, tentu masyarakat enggan membeli."
"Kalau mobil listrik kayak Tesla, masuk Indonesia dengan kebijakan fiskal sama kayak sekarang harganya Rp 2 miliar, ya enggak ada yang beli. Ini coba kita bahas," kata Jonan.
(evn)