Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto, menjelaskan usaha ini dipakai untuk menyuplai kendaraan bagi para pejabat dan perwira tinggi.
Upaya ini bagai pisau bermata dua. Perusahaan tertatih-tatih dalam mencetak keuntungan. Sebagian besarnya karena mayoritas konsumen adalah pemerintah.
Bagaimana caranya minta uang kepada para jenderal?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini menjadi perkara sulit, sebab banyak dugaan "mereka [pengguna] saja bahkan berharap negara yang membayari, padahal pemerintah mungkin saja tidak punya anggaran. Banyak Volvo untuk para pejabat senior, tetapi perusahaan tidak mendapat uang dari mereka dan rugi."
"Banyak sekali Volvo terjual untuk para pejabat tinggi Angkatan Bersenjata, polisi, dan pemerintah, tetapi tidak dibayar. Karena itu tidak mengherankan jika perakitan Volvo adalah bisnis merugi," tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng.
Kondisi ini sangat memukul Albert Salim [anak Liem Sioe Liong) yang jelas tidak senang dihubungkan dengan bisnis bikin rugi. Bertahun-tahun kemudian dia menyatakan bahwa sangat sulit mendapatkan uang dengan menjual Volvo pada masa itu," tulis Richard dan Nancy kemudian.
Keadaan itu tak menghentikan Salim Group ekspansi di bidang otomotif. Perusahaan ini bahkan sempat memegang keagenan BMW tapi pada akhir 1970an dijual ke Astra. Lalu 1980, Salim Group membeli keagenan mobil Mazda, truk Hino, dan Land Rover dari pengusaha Hasjim Ning.
Salim Group juga akhirnya membeli keagenan merek Suzuki yang dimiliki Indomobil dan menambah merek lainnya seperti Nissan serta Datsun. Kebetulan yang memegang kendali bisnis Suzuki adalah Soebronto Laras. Lantas dari sana merek Volvo kembali ingin dibangkitkan.
Di bawah strategi Soebronto, pamor merek Volvo kembali naik. Soebronto melakukan gebrakan penjualan pada 1987. Dalam acara pameran Volvo di berbagai negara, Indonesia mengadakannya di Ballroom Hotel Hilton Internasional pada 19 Oktober 1987.
Indomobil mendapat biaya promosi iklan dari agen tunggal Volvo, Volvo Car Corporation, melalui perwakilan Volvo untuk Asia yang berkedudukan di Singapura. Dalam iklan diperlihatkan bagaimana animo orang di luar negeri terhadap Volvo.
"Di Taiwan, malah mobil Volvo disusun tujuh untuk membuktikan Volvo sangat kuat dan tahan benturan," kata Soebronto dalam buku otobiografinya.
Soebronto mengundang 200 tamu eksekutif yang dianggap potensial untuk membeli Volvo mewah. Hasilnya luar biasa. Ciputra saja membeli enam mobil Volvo 740 jenis Classic 2.3.
"Bayangkan saja, hanya dalam waktu beberapa jam mampu menjual Volvo 75 unit atau memasukkan uang Rp4,5 miliar," kata Soebronto.
Volvo di masa orde baru
Volvo menjadi kendaraan dinas para menteri dan pemimpin lembaga negara. Bahkan, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Jakarta pada 1992, Volvo termasuk kendaraan yang dipilih pemerintah untuk para pemimpin negara-negara peserta konferensi.