Jakarta, CNN Indonesia --
Volvo, raksasa otomotif asal Swedia akan kembali hadir di Indonesia di bawah kendali Leading Vision Otomotif (LVO). Untuk mengawalinya, perusahaan disebut akan masuk ke pasar mobil listrik.
LVO merupakan perusahaan kesekian yang hadir membawahi aktivitas bisnis Volvo di Indonesia. Terakhir, merek ini resmi dipegang Garansindo sejak 2017.
Saat itu Garansindo hendak meramaikan pasar SUV melalui XC90 dan sedan dengan S90, namun namanya tenggelam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh sebelum Volvo dipegang Garansindo dan kini akan dikendalikan LVO, merek Swedia ini punya taring cukup kuat di Indonesia. Volvo punya slogan "mobil menteri" di era orde baru.
Sejarah Volvo di Indonesia
Volvo memang bukan merek baru di Indonesia. Kehadiran mobil ini di Tanah Air sudah ada sejak 1968. Volvo bisa masuk Indonesia saat era mobil Eropa dan Amerika sedang 'mengalami masa sulit' karena mulai masifnya produk Jepang yang harganya terjangkau.
Mengutip "Buku Sejarah Mobil dan Kisah Kehadiran Mobil di Negeri Ini", karya James Luhulima menceritakan mobil Jepang makin banyak pada era 1970an dan terus eksis sampai kini.
Beberapa merek Jepang yang telah hadir pada masa awal industri dalam negeri yakni Toyota, Datsun/Nissan, Mazda, Mitsubishi, Suzuki, Subaru, dan Honda.
Sementara Historia menyebutkan Volvo hadir melalui Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Volvo, PT Central Sole Agency milik Salim Group, perusahaan yang didirikan oleh Liem Sioe Liong alias Sudono Salim yang dekat dengan Presiden Soeharto.
Lalu saat pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil impor harus dirakit di dalam negeri, Salim Group mendirikan PT ISMAC (Indo-Swedish Motor Assembly Corporation), perusahaan patungan bersama PT. Pembangunan Jaya dan A.B. Volvo.
Wakil Presiden Sultan Hamengkubuwono IX lah yang kemudian meresmikan pabrik perakitan Volvo PT ISMAC di Ancol, Jakarta pada 22 Oktober 1975.
Investasi pembangunan pabrik ini menelan biaya US$9 juta. Tanah untuk pabrik itu dihitung sebagai saham PT Pembangunan Jaya.
"Volvo pertama rakitan PT ISMAC mulai meluncur di jalanan Indonesia pada 1975. Kini (1987, red.), bus dan mobil sedan Volvo di Indonesia sepenuhnya dirakit oleh ISMAC," tulis Bondan Winarno dalam Tantangan Jadi Peluang: Kegagalan dan Sukses Pembangunan Jaya Selama 25 Tahun.
Sejarah Volvo di Indonesia baca ke halaman berikutnya --->>>
Dihutangi Pemerintah
Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto, menjelaskan usaha ini dipakai untuk menyuplai kendaraan bagi para pejabat dan perwira tinggi.
Upaya ini bagai pisau bermata dua. Perusahaan tertatih-tatih dalam mencetak keuntungan. Sebagian besarnya karena mayoritas konsumen adalah pemerintah.
Bagaimana caranya minta uang kepada para jenderal?
Ini menjadi perkara sulit, sebab banyak dugaan "mereka [pengguna] saja bahkan berharap negara yang membayari, padahal pemerintah mungkin saja tidak punya anggaran. Banyak Volvo untuk para pejabat senior, tetapi perusahaan tidak mendapat uang dari mereka dan rugi."
"Banyak sekali Volvo terjual untuk para pejabat tinggi Angkatan Bersenjata, polisi, dan pemerintah, tetapi tidak dibayar. Karena itu tidak mengherankan jika perakitan Volvo adalah bisnis merugi," tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng.
Kondisi ini sangat memukul Albert Salim [anak Liem Sioe Liong) yang jelas tidak senang dihubungkan dengan bisnis bikin rugi. Bertahun-tahun kemudian dia menyatakan bahwa sangat sulit mendapatkan uang dengan menjual Volvo pada masa itu," tulis Richard dan Nancy kemudian.
Keadaan itu tak menghentikan Salim Group ekspansi di bidang otomotif. Perusahaan ini bahkan sempat memegang keagenan BMW tapi pada akhir 1970an dijual ke Astra. Lalu 1980, Salim Group membeli keagenan mobil Mazda, truk Hino, dan Land Rover dari pengusaha Hasjim Ning.
Salim Group juga akhirnya membeli keagenan merek Suzuki yang dimiliki Indomobil dan menambah merek lainnya seperti Nissan serta Datsun. Kebetulan yang memegang kendali bisnis Suzuki adalah Soebronto Laras. Lantas dari sana merek Volvo kembali ingin dibangkitkan.
Kembali berjaya
Di bawah strategi Soebronto, pamor merek Volvo kembali naik. Soebronto melakukan gebrakan penjualan pada 1987. Dalam acara pameran Volvo di berbagai negara, Indonesia mengadakannya di Ballroom Hotel Hilton Internasional pada 19 Oktober 1987.
Indomobil mendapat biaya promosi iklan dari agen tunggal Volvo, Volvo Car Corporation, melalui perwakilan Volvo untuk Asia yang berkedudukan di Singapura. Dalam iklan diperlihatkan bagaimana animo orang di luar negeri terhadap Volvo.
"Di Taiwan, malah mobil Volvo disusun tujuh untuk membuktikan Volvo sangat kuat dan tahan benturan," kata Soebronto dalam buku otobiografinya.
Soebronto mengundang 200 tamu eksekutif yang dianggap potensial untuk membeli Volvo mewah. Hasilnya luar biasa. Ciputra saja membeli enam mobil Volvo 740 jenis Classic 2.3.
"Bayangkan saja, hanya dalam waktu beberapa jam mampu menjual Volvo 75 unit atau memasukkan uang Rp4,5 miliar," kata Soebronto.
Volvo di masa orde baru
Volvo menjadi kendaraan dinas para menteri dan pemimpin lembaga negara. Bahkan, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Jakarta pada 1992, Volvo termasuk kendaraan yang dipilih pemerintah untuk para pemimpin negara-negara peserta konferensi.
Digantikan Toyota di era SBY
Setelah orde baru berakhir, Volvo masih bertahan sebagai kendaraan para menteri dan pemimpin lembaga negara sampai era Presiden Megawati Sukarnoputri. Setelah itu, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (2004-2009), kendaraan menteri diganti Toyota Camry.
Hamid Awaludin dalam buku Solusi JK: Logis, Spontan, Tegas, dan Jenaka, menyebut kabarnya Jusuf Kalla (JK) meminta kepada SBY agar soal kendaraan para anggota kabinet diserahkan kepadanya.
Saat itu, Volvo masih dipertimbangkan untuk kembali dipakai. Namun, dalam hitungan-hitungan JK harga Volvo terlampau mahal.
JK memilih sedan Toyota Camry. Dia mau membeli sekitar 40 unit tapi harganya Rp275 juta per unit, jauh di bawah harga jual, Rp425 juta.
Menurut JK banyak pengusaha mobil dari berbagai merek datang menawarkan produknya, termasuk Volvo.
"Jadi, kalau Anda tertarik dengan tawaran saya, oke, kali ini kita mulai sejarah baru bahwa para menteri dan pejabat lembaga negara lainnya akan menggunakan Toyota. Ini sebuah era baru bagi Toyota," kata JK.
Lantas tawaran JK diterima Toyota Astra Motor melalui Camry. Pada periode kedua SBY-JK (2009-2014), para menteri dan pemimpin lembaga negara juga masih memakai Toyota tapi di atas Camry, yaitu Crown Royal Saloon G.
Sedangkan era Presiden Joko Widodo dan wakilnya, Ma'ruf Amin, merek Toyota masih tetap menjadi kepercayaan. Para menteri saat ini dibekali sedan Toyota Crown 2.5 HV G-Executive.
Tak lagi digunakan sebagai kendaraan dinas menteri dan pemimpin lembaga negara seakan ini menjadi akhir dari era Volvo. Keagenan Volvo di Indomobil kemudian dilepas dan ditangkap Garansindo. Di tangan Importir Umum (IU) Garansindo, Volvo tak bersinar dan vakum hingga akhirnya kini akan dipegang oleh LVO.
Mobil Listrik di Indonesia
Nick Connor, Head of Volvo Cars, mengaku sangat bersemangat meluncurkan kembali Volvo di Indonesia. Dengan LVO sebagai mitra mereka ingin membawa rangkaian mobil listrik, namun tak dijelaskan secara rinci mengenai mobil tersebut.
"Kembalinya Volvo Cars ke pasar Indonesia akan merevitalisasi segmen mobil premium," kata Nick.
Sementara Yoshiya Horigome, Presiden Direktur LVO dan Volvo Cars Indonesia, cukup optimistis merek Volvo akan kembali menggeliat. Ia bilang itu berkaca pada penjualan Volvo global.
Ia mengatakan pada 2020 Volvo mencatat volume penjualan global tertinggi. Di Korea misalnya, Volvo diklaim mengalami pertumbuhan dua digit selama 11 tahun berturut-turut.
"LVO akan sepenuhnya fokus dalam memasarkan Volvo Cars dan melayani pelanggan di Indonesia," ujar Yoshiya.