Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM tak dapat menindaklanjuti surat rekomendasi pembubaran Front Pembela Islam yang dikirimkan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama karena FPI tak terdaftar dalam database mereka.
‘Setelah kami cek, ternyata FPI tidak terdaftar sebagai badan hukum, baik sebagai yayasan, perkumpulan, maupun perhimpunan,” ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Jakarta, Rabu (12/11). Oleh sebab itu dia tak dapat melakukan apa-apa terkait keluhan Ahok terhadap FPI.
Apabila FPI tak terdaftar di Kemenkumham, ujar Yasonna, maka pendaftaran ormas itu otomatis tak bisa dicabut di kementeriannya. “Apa yang mau dicabut jika tidak terdaftar? Jadi langkah kami berikutnya adalah membalas surat Ahok, mengatakan hal tersebut (FPI) adalah domain Kementerian Dalam Negeri,” kata Yasonna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Kemenkumham, Kemendagri juga dikirimi surat rekomendasi pembubaran FPI oleh Ahok. Dalam database Kemendagri, FPI terdaftar sebagai ormas.
Sementara Yasonna mengatakan tak paham dengan status FPI yang sesungguhnya. “Tanyakan saja pada mereka. Mereka menyebut diri front,” kata menteri asal PDIP itu.
Kalaupun FPI memiliki badan hukum dan terdaftar, proses pembubarannya akan berlangsung lama dan panjang. “Mulai peringatan satu, dua, tiga, hingga meminta fatwa dari Mahkamah Agung,” ujar Yasonna.
Mantan anggota DPR itu lebih menginginkan FPI dan Ahok untuk duduk semeja dan membicarakan masalah mereka. “Niatnya kan untuk menjaga kedaulatan negara. Maka ayo selesaikan baik-baik. Sekalian saja undang Majelis Ulama Indonesia serta tokoh-tokoh Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah agar satu suara,” kata Yasonna.
Ahok berpendapat FPI melanggar konstitusi dan Pancasila karena menolaknya menjadi gubernur denga alasan agama. “Kalau menolak saya hanya karena alasan agama dan menyebarkan fitnah macam-macam, maka tidak layak FPI ada di bumi Indonesia,” kata mantan bupati Belitung Timur itu.
Sementara FPI mengatakan mau DKI Jakarta yang mayoritas warganya muslim dipimpin oleh nonmuslim. “Sama seperti orang Bali yang tak mau dipimpin warga non-Hindu, kami warga Jakarta dipimpin siapa saja tak masalah, yang penting muslim,” kata Wasekjen FPI Awit Maschuri.