Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak reformasi dan pemilihan langsung kepala daerah, satu hal yang umum terjadi adalah banyak sekali kepala daerah menjadi raja-raja kecil di daerahnya masing-masing. Kepala daerah “menurunkan” kekuasaannya kepada sanak famili mereka, baik itu atas dasar perkawinan atau hubungan darah. Dari modus politik itu, kemudian mereka membangun dinasti kekuasaan.
Situasi ini menimbulkan pro dan kontra. Ada yang menilai,ini harus diakhiri karena lebih banyak membawa keburukan dari pada kebaikan. Beberapa hal bisa dicontohkan, misalnya, mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian gas alam.
KPK mengindikasikan bahwa anaknya, Makmun Ibnu Fuad adalah bagian dari penerima uang terkait kasus yang membelit sang bapak. Makmun Ibnu Fuad adalah Bupati Bangkalan 2014-2019. Dia menggantikan bapaknya yang jadi bupati Bangkalan dua periode, yakni 2003-2008 dan kemudian 2008-2013. Kini Fuad adalah Ketua DPRD Bangkalan 2014-2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atau kasus yang menimpa Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Dia telah divonis 4 tahun kasus suap Pilkada Lebak. Dalam kasus ini dia juga menyeret adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Istri Wawan, Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmy Diani kini tengah diperiksa Kejaksaan Agung terkait proyek pembangunan puskemas di Tangsel. Wawan telah ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka terkait proyek pembangunan puskesmas di Tangsel
Tampaknya, dinasti kekuasaan di daerah bakal berakhir saat Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2015. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuat rancangan peraturan pilkada serentak yang tengah dibahas di Komisi II DPR.
Dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Pilkada serentak, pada bagian Pencalonan Pemilihan Gubenur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, pada Bab II Persyaratan Calon dan Pencalonan, Bagian Kesatu soal Persyaratan Calon, Pasal 4 ayat 1 huruf q berbunyi: tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahan (incumbent).
Konflik kepentingan itu kemudian dijabarkan pada ayat 8 dan 9. Pada ayat 8 disebutkan, (a) tidak memiliki ikatan perkawinan dengan petahana, baik suami maupun istri, (b) tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, yaitu bapak/ibu atatu bapak mertua/ibu mertua dengan petahana, (c) tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan satu tingkat lurus ke bawah, yaitu anak atau menantu dengan petahanan (d) tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan ke samping, yaitu kakak/adik kandung, ipar, paman atau bibi dengan petahana. Sementara pada ayat 9, menjelaskan hal yang sama, namun untuk calon wakil, baik itu wakil gubernur, wakil bupati atau wakil wali kota.
Tetapi, persyaratan itu tidak berlaku jika telah melewati jeda satu kali masa jabatan. Artinya, selalu harus ada jeda satu masa jabatan, jika petahana ingin keluarganya maju menjadi calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Jika kepala daerah itu sudah dua periode, maka dia harus menunggu satu kali masa jabatan sebelum sanak famili nya ingin maju menjadi calon kepala daerah atau wakil kepala daerah.
"Pengaturan calon tidak mempunyai konflik kepentingan dengan petahana satu periode masa jabatan diatur dalam UU. Kami menegaskan lagi ketentuan tersebut dalam PKPU (Peraturan KPU)," ujar Komisioner KPU Ida Budhiarti dalam pesan singkat kepada CNN Indonesia, Senin (20/4). Ida menambahkan, aturan soal ini akan diterapkan dalam Pilkada serentak nanti. "Kecuali nanti terdapat koreksi dari MK yang saat ini sedang melakukan pemeriksaan perkara atas permohonan uji materi beberapa ketentua syarat calon yang diatur dalam UU," lanjutnya.
Saat ini, KPU tengah melakukan rapat konsultasi dengan Panja Komisi II di Hotel Aryaduta. Rapat konsultasi ini, terang Ida, adalah melakukan konfirmasi pada pembentuk Undang-Undang (Pemerintah dan DPR) terkait beberapa isu strategis yang diatur dalam Undang-Undang. Hasil konsultasi, ungkapnya, menjadi bahan pertimbangan KPU dalam menetapkan peraturan. "Dengan metode ini, KPU tetap terjaga independensi dan integritasnya," jelas Ida.
Rancangan aturan KPU soal Pilkada serentak ini adalah turunan dari UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Wali Kota dan Bupati. Soal petahanan dan keluarganya, telah diatur di Pasal 7 huruf (r) yang berbunyi: (calon kepala daerah/wakil kepala daerah) tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Penjelasan soal konflik kepentingan itu sama persis dengan penjelasan yang ada dalam rancangan peraturan KPU soal Pikada serentak. Ini dinilai cara untuk mengakhiri dinasti kekuasaan di daerah-daerah di Indonesia.
(hel)