Jakarta, CNN Indonesia -- Tahapan resmi Pilkada serentak sudah dimulai Jumat (17/4) ini. Meski tahapan resmi sudah dimulai, peraturan KPU yang akan mengatur itu belum sepenuhnya kelar, baru sekitar 30 persen. “Dari 10 bab draf aturan pilkada serentak, baru tiga bab yang disepakati,” kata Ketua KPU, Husni Kamil Malik, Jumat (17/4).
Tiga bab aturan KPU soal pilkada serentak yang sudah disepakati adalah tahapan dan program, tata kerja penyelenggara pilkada dan bab soal pemutakhiran data dan penetapan daftar pemilih. Kesepakatan itu dicapai dalam rapat konsultasi KPU dengan Komisi II DPR pada Kamis (16/4) malam kemarin.
Salah satu pokok bahasan yang masih keras, papar Husni adalah soal aturan pencalonan kepala daerah yang akan ikut pilkada serentak itu. Husni menyebutkan, DPR meminta agar partai politik yang tengah berkonflik, tetap bisa ikut pilkada serentak. (Baca juga:
KPU: Golkar dan PPP Tak Bisa Ikut Pilkada Jika Tak Berdamai)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Husni mengungkapkan, Panitia Kerja Pilkada Serentak Komisi II meminta ada alternatif atau peraturan yang bisa mengakomodir parpol yang sedang bersengketa di pengadilan terkait keabsahan kepengurusan, masih tetap bisa ikut pilkada serentak. “Ini yang sedang kita cari dasar legalitasnya. Soalnya pada UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada belum ada membahas soal itu,” ungkapnya. (Baca juga:
PPP Kubu Romi Klaim Tetap Berhak Ikut Pilkada Serentak)
Dalam rancangan Peraturan KPU soal pilkada serentak yang dibahas bersama Komisi II, soal itu di atur dalam bab pencalonan kepala daerah peserta pilkada serentak. Pada pasal 6 rancangan peraturan tersebut, disebutkan bahwa partai atau gabungan partai hanya bisa mendaftarkan satu pasangan calon. Pendaftaran calon tersebut ke KPU harus disertai dengan bukti dukungan yang ditandatangani oleh ketua dan sekjen partai, atau masing-masing partai yang mendukung calon tersebut. (Baca juga:
Golkar Terancam Tak Ikut Pilkada, Kubu Ical: Omong Kosong)
Sejauh ini, lanjut Husni, yang berkembang adalah segera saja menyetujui rancangan soal pencalonan peserta pilkada serentak, sementara yang kedua adalah membahas lagi aturan soal pencalonan bagi partai yang berkonflik, jika kemudian disepakati, digabungkan dengan rancangan peraturan sebelumnya.
Adanya permintaan Komisi II agar partai yang berkonflik bisa tetap ikut pilkada dipicu oleh apa yang kini menimpa Golkar dan PPP. Golkar saat ini dalam dualisme antara versi Munas Jakarta atau kubu Agung Laksono dan versi Munas Bali atau kubu Aburizal Bakri. Menkumham sudah mengeluarkan SK yang mengesahkan kubu Agung. Namun kubu Aburizal Bakrie mengajukan gugatan ke PTUN. Putusan sementara PTUN adalah menunda pelaksanaan SK Menkumham.
Dualisme juga terjadi pada PPP. Partai berlambang kabah ini pecah menjadi dua, kubu Muktamar Surabaya dengan ketua umum Romahurmuziy dan kubu Muktamar Jakarta dengan ketua umum Djan Faridz. Menkumham sudah membuat SK yang mengesahkan kubu Romahurmuziy, namun digugat oleh Djan Faridz di PTUN. Putusan PTUN adalah membatalkan SK tersebut. Kubu Romahurmuziy dan Menkumham mengajukan banding atas putusan itu.
(hel)