Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, memandang islah khusus yang dilakukan oleh dua kubu di Partai Golkar untuk menghadapi pemilihan kepala daerah serentak 2015 berpotensi gagal.
Syamsuddin mencermati kemungkinan bisa gagalnya perdamaian terbatas itu disebabkan adanya satu poin krusial dalam empat kesepakatan yang sudah dibuat kedua kubu dengan dimediasi oleh Jusuf Kalla. “Potensi gagal itu memang ada, yaitu pada poin keempat dalam kesepakatan islah khusus,” ujar Syamsuddin kepada CNN Indonesia, Rabu (3/6).
Peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI itu mengingatkan bahwa untuk mencegah agar hasil islah terbatas itu tidak sampai gagal maka kedua kubu harus menyepakati lebih jauh soal poin keempat dalam kesepakatan tersebut. (Baca:
Islah Golkar Pilkada Alot, Agung Patok Syarat ke Ical)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, tutur Syamsuddin, apakah salah satu kepengurusan di Golkar menjadi pihak yang menandatangani di Komisi Pemilihan Umum. “Poin keempat itu mesti dirinci lebih teknis, bagaimana KPU menyikapi kalau putusan pengadilan yang tetap belum keluar,” kata dia.
Poin keempat dalam islah sementara yang sudah ditandatangani bersama oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar dari kedua munas itu adalah usulan calon kepala daerah yang akan diusung Golkar ditandatangani oleh DPP Partai Golkar yang diakui oleh Komisi Pemilihan Umum.
“Kesepakatan islah terbatas itu jadinya malah membenani pihak KPU, seharusnya tidak begitu,” kata Syamsuddin.
Syamsuddin menegaskan, seharusnya islah yang dilakukan yaitu kesepakatan damai yang tidak terbatas. “Masing-masing kubu memang harus ada yang mengalah,” ucapnya. (Baca:
JK: Keputusan Islah Golkar di Tangan Ical dan Agung)
Mengenai adanya tudingan dari sejumlah politikus Golkar bahwa kekisruhan di tubuh Golkar tak lepas dari adanya pihak luar yang merecoki, menurut Syamsuddin tidak seperti itu. “Saya cenderung tidak melihat begitu, masing-masing kubu memang bertikai sendiri,” ujar dia.
Kedua kubu sejak Jusuf Kalla turun tangan menengahi konflik internal Golkar agar dapat ikut pilkada mengakui bahwa poin keempat dalam kesepakatan islah khusus itu menjadi persoalan yang serius. Kubu Agung mengklaim sebagai pihak yang berhak menandatangani karena memegang SK Kemenkum HAM. Sebaliknya, kelompok Ical menyatakan bahwa dengan adanya hasil putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara maka pihaknya lah yang mempunyai hak. (Baca:
Nurdin Halid: Putusan Sela PN Jakut Perjelas Poin 4 Islah)
“Tidak bisa pihak Pak Agung merasa yang berhak karena memegang SK Kemenkum HAM. SK itu keliru dan melanggar aturan, sudah dibatalkan oleh pengadilan,” kata politisi Golkar kubu Ical, Firman Soebagyo, kepada CNN Indonesia.
(obs)