Revisi UU KPK, DPR Tuntut Sinergitas Penegak Hukum

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Sabtu, 20 Jun 2015 14:01 WIB
DPR menilai penolakan Jokowi atas usulan revisi UU KPK hal biasa, namun Komisi III memastikan akan menuntut pemerintah melakukan sinergitas antar penegak hukum.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (22/9). (CNN Indonesia/Adhi WIcaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai tidak ada yang luar biasa dari penolakan Presiden Joko Widodo terhadap usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, hal tersebut tidak perlu dipolemikan mengingat draf revisi UU KPK belum ada hingga saat ini.

"Itu (revisi) wacana saat Komisi III bertemu Menkumham. Itu kesepakatan dan kesimpulan rapat agar Menkumham dan DPR sama-sama tindak lanjuti," ujar Desmond saat dihubungi.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurrachman Ruki sebelumnya mengatakan Presiden Jokowi meminta agara KPK, Kejaksaan dan Polri dapat bekerja secara sinergi. Hal tersebut direspon positif oleh Desmond.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Politikus Gerindra ini berpendapat, Presiden Jokowi memiliki waktu empat tahun lagi untuk menunjukkan seberapa besar dan nyata niat mensinergikan dan memperbaiki sistem di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Hal serupa diutarakan oleh Anggota Komisi III DPR John Kennedy Aziz.

Politikus Golkar ini berharap Presiden Jokowi bisa memastikan bahwa ke depan KPK, Polri dan Kejaksaan bisa bersinergi dalam melakukan penegakan hukum. Sehingga tidak ada lagi masalah-masalah terkait penyidik hingga kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka.

"Ya, justru itu kalau ada perubahan, itu akan membuat KPK lebih baik dan tidak terjadi lagi masalah-masalah seperti kemarin. Artinya kalau menolak, pemerintah harus memastikan sinerginya sesama penegak hukum akan tambah baik," tegasnya.

John menambahkan sikap pemerintah ini tentu harus disampaikan nanti di DPR, ketika secara kelembagaan sudah ada keputusan di parlemen soal setuju atau tidaknya UU KPK direvisi, bahkan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015.

Rencana melakukan revisi UU KPK selama ini kerap menuai pro dan kontra. Keinginan merevisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu terakhir dibahas tahun 2012. Draf revisi UU KPK yang diajukan Komisi Hukum DPR saat itu dinilai melemahkan fungsi lembaga antirasuah.

Sebut saja draf yang mengatur soal penyadapan dan penuntutan. UU KPK yang ada saat ini memberi kewenangan luas kepada KPK dalam melakukan upaya penyadapan tanpa perlu meminta izin pengadilan dan tanpa menunggu bukti permulaan yang cukup.

Namun dalam draf itu, KPK diwajibkan meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan harus mengantongi bukti permulaan yang cukup. Hanya dalam keadaan mendesak saja penyadapan dapat dilakukan tanpa meminta izin tertulis ketua pengadilan negeri. Frasa "keadaan mendesak" ini tentu saja sangat terbuka untuk diperdebatkan.

Draf itu mendapat penolakan dengan sejumlah argumentasi, di antaranya permintaan izin dapat menyebabkan kebocoran informasi; menimbulkan konflik kepentingan jika penyadapan terkait pemberi izin; dan memperpanjang birokrasi yang justru menyulitkan proses penyelidikan dan penyidikan di KPK. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER