Jakarta, CNN Indonesia -- Konsep petahana (
incumbent) masih menjadi perdebatan lantaran surat edaran yang diterbitkan Komisi Pemilihan Umum membuka ruang politik dinasti di beberapa daerah. Enggan disalahkan, KPU menyatakan bahwa surat edaran tersebut mereka buat berdasarkan Peraturan KPU khusus untuk Pemilihan Kepala Daerah 2015.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan surat tersebut muncul karena ada banyak pertanyaan perihal petahana. Seandainya pengertian petahana tersebut salah, Husni pun menyalahkan mengapa PKPU diterima begitu saja. (Baca:
Surat Edaran KPU Berpotensi Ciptakan Politik Dinasti)
"Jika nyatanya (pengertian) salah, mengapa saat PKPU ditetapkan tak ada kritik. Ini bukan norma baru yang kami buat," ujar Husni saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Husni menyebutkan saat pembahasan mengenai undang-undang, KPU sempat meminta agar lingkup pengertian terhadap konflik kepentingan diperluas, tapi sayangnya usulan tersebut ditolak oleh DPR RI dan juga pemerintah.
Saat itu, setelah berkonsultasi dengan DPR, akhirnya KPU diminta membuat pengertian sesuai dengan yang ada di UU. Pengertian petahana yang dirujuk dalam UU adalah mereka yang sedang menjabat.
"Jadi jika ada masa kepengurusannya jatuh satu hari sebelum pencalonan, bukan petahana lagi," ujarnya.
Oleh sebab itu, Husni mendesak seandainya surat edaran tersebut mau dicabut maka pengertian petahana perlu diubah. "Peraturannya harus ditukar dulu jika mau dicabut. Pengertian petahana harus dilakukan pendefinisian ulang," kata Husni.
Diketahui sebelumnya surat edaran bernomor 302/VI/KPU/2015 yang dikeluarkan KPU, disebutkan bahwa seorang kepala daerah yang mundur dari jabatannya tak lagi disebut petahana.
(obs)