Politik Dinasti Legal, KPU Minta Pengawasan Diperketat

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 09 Jul 2015 11:33 WIB
KPU memastikan akan adanya perubahan PKPU untuk menyesuaikan dengan putusan yang dikeluarkan MK namun tidak akan mengganggu tahapan pilkada.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Malik memberikan pengarahan pada komisioner KPU di Provinsi Riau, di Kota Pekanbaru, Sabtu (18/4). (Antara Foto/FB Anggoro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir larangan politik dinasti di pemilihan kepala daerah (pilkada). Menanggapi keputusan tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik meminta pengawasan pemerintah dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) diperketat.

Husni menyampaikan, pihaknya akan menunggu beberapa keputusan lain yang akan dibacakan besok oleh MK, sehingga nanti bisa dilakukan perubahan secara bersama menyangkut diperbolehkannya politik dinasti di pilkada tahun ini. KPU, sebut dia, akan menyesuaikan dengan putusan MK yang kemungkinan akan terbit besok.

"Jika ada keputusan MK yang berbeda dari undang-undang, tentu kami pakai yang diputus oleh yang menjadi bagian dari putusan MK itu sendiri, termasuk tentang petahana sendiri. Yang kami ikuti putusan MK itu," ujar Husni di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Husni memastikan akan adanya perubahan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), meski pembuatannya dipastikan akan mengebut. Namun, menurut dia, keputusan MK tersebut tidak akan berimplikasi atau mengakibatkan gangguan pada tahapan pilkada. (Baca juga: MK Anulir Larangan Politik Dinasti di Pilkada)

"Semua tetap dalam jadwal. Tadi sudah saya sampaikan, Presiden sendiri sudah menyampaikan semua pelaksanaan sesuai dengan tahapan yang ada," kata dia.

Untuk itu, Husni mengaku telah meminta pemerintah dan Bawaslu untuk melakukan pengetatan pengawasan. Permintaannya pun, ucap dia, telah disambut baik oleh Presiden Jokowi yang segera menginstruksikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi untuk membuat surat edaran agar semua pegawai negeri sipil di daerah harus netral.

"Kemudian, Bawaslu melakukan penguatan terhadap pengawasannya agar fasilitas negara tidak dipakai untuk kepentingan kelompok tertentu, jadi sudah ada langkah-langkah ke arah sana, bagaimana keluarga petahana tidak diberi fasilitas lebih dan tidak boleh menggunakan fasilitas apapun dari jabatan petahana itu sendiri," ujar dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui sidang pembacaan putusan perkara nomor 33/PUU-XIII/2015 menganggap aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi. (Baca juga: DPR Ingin KPU Hilangkan Aturan Petahana)

Para hakim MK memutuskan, Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.

"Tidak ada penafsiran yang sama tentang frasa tidak memiliki kepentingan dengan petahana. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang potensial menimbulkan kerugian konstitusional," ujar Hakim Patrialis Akbar membacakan pertimbangan majelis hakim.

Hakim MK berpendapat, pasal 7 huruf r memberikan perbedaan perlakuan terhadap warga negara yang ingin ikut serta dalam proses demokrasi, semata-mata karena status kelahiran dan kekerabatannya dengan petahana.

"Tampak nyata pembedaan dengan maksud untuk mencegah kelompok,atau orang tertentu untuk menggunakan hak konstitusi, hak untuk dipilih," ucap Patrialis.

Penjelasan Pasal 7 huruf f sebelumnya memberikan beberapa batasan definisi frasa 'tidak memiliki konflik kepentingan', antara lain, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu.

Sebelumnya, aturan pasal 7 huruf f tidak berlaku jika sang petahana telah melewati jeda satu kali masa jabatan. (Baca juga:Surat Edaran KPU Soal Petahana Khusus untuk Pilkada 2015)

Permohonan pengujian undang-undang ini dimohonkan seorang anggota DPRD Kabupaten Gowa bernama Adnan Purichta Ichsan yang juga berstatus anak Bupati Gowa saat ini, Ichsan Yasin Limpo. Adnan kini tengah menjajaki jalan untuk mencalonkan diri menjadi calon bupati Gowa dari Partai Golkar.

Kuasa hukum Adnan, Heru Widodo, mengatakan putusan MK ini memberikan pekerjaan rumah bagi legislator. Ia berkata, DPR dan pemerintah harus dapat memformulasikan aturan yang menutup potensi penyalahagunaan kewenangan petahana tanpa harus melanggar hak konstitusi anggota keluarga petahana yang ingin maju ke persaingan pilkada.

Heru menuturkan, pada sidang-sidang sebelumnya, perwakilan pemerintah mengatakan pengaturan pasal 7 huruf r itu bersifat sementara sampai pengawas pilkada dapat bertindak maksimal. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER