Koalisi Acak Pilkada Akibat Demokrasi Tak Terkonsolidasi

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Kamis, 30 Jul 2015 11:48 WIB
Pilkada mengacak peta koalisi dengan dalih perbedaan peta politik di daerah dengan pusat. Namun juga membuktikan ideologi partai yang abu-abu.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini kembali maju menjadi Calon Walikota Surabaya untuk periode lima tahun kedepan. (detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pendaftaran calon kepala daerah untuk kontestasi pilkada serentak telah di tutup oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 28 Juli 2015, dan mungkin akan diperpanjang ditermin kedua 1-3 Agustus ini. Cairnya koalisi di daerah untuk pilkada 2015 yang akan digelar Desember mendatang, tidak hanya terjebak peta politik Jakarta (nasional) yang memiliki dua kubu, Koalisi Indonesia Hebat sebagai peguasa dan Koalisi Merah Putih jadi oposisinya.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura berada di kubu penguasa yang tergabung di KIH. Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera di sisi lain sebagai oposisi dengan KMP.

Jangan harap pemilu dan juga pilkada serentak berada pada level ideologi, dalam artian mengamini perdebatan di tatanan wacana prinsip politik semisal di Amerika Serikat. Partai Demokrat berada dalam ceruk yang jelas yaitu moderat, dan Partai Republik adalah si konservatif, yang turun hingga level politik terbawah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi pusat alias Jakarta berbeda jauh dalam pilkada karena ideologi yang tidak ajeg. Pragmatisme cenderung lebih unggul dan campur-campurnya ideologi dalam sebuah koalisi dianggap wajar.

"Di Indonesia partai berbasis ideologi jangan harap ada. Pola demokrasi Indonesia tidak ajeg dan gampang ditukar oleh pragmatisme," kata pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk kepada CNN Indonesia, Kamis (30/7).

Koalisi acak membuat blok politik tidak keruan karena membuat ideologi partai tidak lagi menjadi dasar rakyat menjatuhkan pilihan. Hamdi menilai, ideologi berkuasa lebih besar ketimbang wacana yang didengungkan setiap partai, baik partai yang mengaku nasionalis ataupun Islam dan keagaaman.

Sebut contoh adalah pertarungan perebutan kursi Gubernur Jambi. Zumi Zola yang merupakan Bupati Tanjung Jabung Timur sekaligus artis bersama Fachrori Umar yang akan menjadi wakilnya sebagai petahana akan maju di Pilkada Jambi dengan sokongan PAN, NasDem, PKB, Hanura, dan PBB.

Sedangkan lawannya Hasan Basri Agus, gubernur petahana akan maju dengan wakil Edi Purwanto selaku Ketua DPD PDIP dengan pengusung Demokrat, PDIP, Gerindra dan PKS.

"Jelas sekali itu, Indonesia tidak punya pola yang ajeg. Apa bedanya partai Islam dan nasionalis pada akhirnya, jika mereka hanya ingin berkuasa dan bukan bertarung dalam sebuah berdebatan ideologi. Sistem politik yang salah di Indonesia."

Pilkada Jambi satu contoh, dan contoh lain Pilkada Kepulauan Riau yang akan mengusung Soerya Respationo sebagai wagub petahana dan wakilnya Ansar Ahmad (Bupati Bintan) diusung PDIP, PKS, Golkar, PAN, Hanura akan melawan Muhammad Sani (Gubernur petahana) dan cawagub Nurdin Basirun (Bupati Karimun) dengan pengusung Demokrat, NasDem, Gerindra, PKB, PPP.

Mengaku menganut sistem demokrasi yang modern, Hamdi menganggap apa yang terjadi di Indonesia adalah salah kaprah dalam melakukan penyaduran sistem demokrasi. Sistem multiparty, memberikan kesempatan banyak partai bisa berkontestasi, namun akan merusak demokrasi karena tidak terkonsolidasi, alias demokrasi yang lemah karena terpecah-pecah.

"Multipartai baiknya itu tiga partai, tapi di Indonesia itu contoh multipartai yang ekstrem. Agama dibawa kepolitik, yang nasional minta gabung, yang keagamaan minta masuk, jadinya pragmatisme dengan pola transaksi," paparnya.

Jika yang terjadi adalah banyaknya partai dengan minimnya ketersediaan ideologi, maka dengan sendirinya partai mengkerucutkan diri. Namun saat ini partai yang ada menjual ideologinya dengan jenis ideologi yang bermacam-macam, sehingga partai memaksakan diri untuk masuk dalam celah kekuasaan, yang cenderung dilakukan dengan cara apapun. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER