Jakarta, CNN Indonesia -- Rohaniawan Romo Benny Susetyo menilai Presiden Joko Widodo tengah dijebak orang-orang di sekelilingnya melalui rencana dihidupkannya kembali pasal penghinaan presiden dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Romo Benny mengatakan rencana penghidupan pasal penghinaan presiden sama sekali tidak menggambarkan karakter Jokowi. Oleh karena itu, ia menilai pasal ini dapat menjatuhkan citra Presiden Jokowi.
Kendati demikian, Romo Benny tidak menyebutkan siapakah diduga menjebak Jokowi. "Siapa sebenarnya orang-orang ini yang menjebak dan menjatuhkan citra Jokowi? Ada agenda apa dibalik ini?" ujar Romo Benny di Jakarta, Senin (10/8).
(Baca juga: SBY Curhat soal Penghinaan Presiden di Twitter)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, ia pun meyakini Presiden Jokowi pasti akan menolak pasal ini apabila benar-benar mengetahui dan mengerti pasal penghinaan presiden ini akan mematikan demokrasi di Indonesia. Sebab, ia menilai penghidupan pasal tersebut sama dengan membawa Indonesia kembali ke rezim otoriter.
Diketahui, pasal penghinaan presiden telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu. Dengan substansi yang serupa, pasal tersebut dibangkitkan kembali dalam RKUHP. Adapun yang membedakan adalah ancaman hukuman penjara yang lebih berat kini diatur dalam RKUHP.
Dalam pasal 262 RKUHP orang yang menyerang diri presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama sembilan tahun. Selain itu, mengenai penahanan pun diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pasal 21.
Oleh sebab itu, Direktur Lima Indonesia Ray Rangkuti mengatakan pihak kepolisian dapat langsung memanggil bahkan menahan pihak yang dianggap menghina presiden.
"Kalau lihat redaksi pasal ini, substansinya masih tabu. Polisi dapat menangkap siapapun yang mengkritik," ujar Ray.
Matinya Industri KreatifSelain mematikan nalar demokrasi, Romo Benny menilai industri kreatif di Indonesia akan mati apabila pasal penghinaan presiden ini lolos dan kemudian diundangkan. "Pasal ini bisa memberangus orang-orang yang mencoba menyuarakan kebenaran," tuturnya.
Adapun industri kreatif yang dimaksud seperti, jurnalis, seniman bahkan komedian. Menurutnya, penerapan pasal penghinaan presiden nantinya akan bersifat subjektif.
Hal serupa diutarakan Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy Arif Susanto. Ia mengatakan pasal penghinaan presiden ini mengancam kebebasan berekspresi.
Menurutnya, pasal penghinaan presiden merupakan pasal karet yang dapat menyebabkan multi tafsir dan tidak dapat membedakan mana bentuk kritikan masyarakat dan mana yang merupakan murni penghinaan terhadap presiden.
Pernyataan itu didukung Ketua Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik. "Kalau program masyarakat yang tidak baik, tidak ada salahnya mayarakat memprotes. Penghinaaan ini perlu dipilah-pilah," tuturnya.
(sip)