Jakarta, CNN Indonesia -- Tak hanya gedung, Dewan Perwakilan Rakyat juga berencana membangun klinik modern. Pembangunan klinik itu merupakan bagian dari rencana proyek penataan kawasan kompleks parlemen.
Rencana pembangunan klinik tersebut termaktub dalam pemaparan Rancangan Rencana Strategis DPR RI Tahun 2015-2019 yang dibahas dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/9). (Baca juga:
Tokoh Nasional Bendung Niat Pembangunan Megaproyek DPR)
Dalam dokumen Rancangan Renstra disebutkan bahwa fasilitas lain yang diperlukan untuk menunjang kedewanan adalah klinik modern yang memenuhi standar tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Klinik tersebut diharapkan dapat memgakomodasi kebutuhan terhadap fasilitas medis paramedis, dan administrasi secara optimal bagi anggota DPR RI beserta keluarga, pegawai Setjen DPR RI beserta keluarga, tenaga ahli, dan staf administrasi yang berjumlah 10.000 orang.
"Berdasarkan kebutuhan tersebut, diperlukan peningkatan sarana dan prasarana serta tenaga medis dan paramedis, antara lain fasilitas Instalasi Gawat Darurat (IGD), rehabilitasi medis, radiodiagnostik, laboratorium, instalasi farmasi, dan dokter spesialis," ujar Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga Dimyati Natakusumah saat membacakan pemaparan Renstra. (Baca juga:
Agus Hermanto: Pemerintah Tak Setuju, Proyek DPR Tak Jalan)
Niatan pembangunan klinik modern itu sebelumnya tidak disinggung dalam rencana tujuh megaproyek DPR. Proyek masif niatan para wakil rakyat tersebut ditaksir mencapai Rp 2,7 trilun. Dalam pemaparan Renstra yang disampaikan pihak BURT belum diketahui berapa taksiran biaya yang dibutuhkan untuk megaproyek.
Terkait megaproyek DPR yang ditaksir sebesar Rp R,7 triliun itu, pemerintah belum memberikan kepastian secara resmi. Meski sebelumnya, baik Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mau pun Presiden Jokowi mengindikasikan penolakan atas pengajuan tersebut. (Baca juga:
DPR Paksakan Dana Optimalisasi untuk Gedung Baru)
Indikasi penolakan oleh Presiden Jokowi tampak pada pidato kenegaraan yang disampaikan pada 16 Agustus lalu. Saat itu, Jokowi dijadwalkan untuk menandatangani piagam penataan kompleks parlemen bersama Ketua DPR Setya Novanto.
Namun, usai pembacaan pidato, Jokowi malah pergi begitu saja. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan tidak ditandatanganinya piagam itu karena Jokowi meminta agar pengajuan megaproyek DPR itu dikaji ulang.
(hel)