Dentang Lonceng Kematian KPK

Anggi Kusumadewi, Abi Sarwanto, Gilang Fauzi, Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 07:36 WIB
Usia Komisi Pemberantasan Korupsi tinggal 12 tahun. Itu jika draf revisi UU KPK yang diinisiasi DPR disetujui pemerintah dan disahkan menjadi UU KPK yang baru.
Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi di Kantor KPK. (ANTARA/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Usia Komisi Pemberantasan Korupsi tinggal 12 tahun. Itu apabila draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diinisiasi Dewan Perwakilan Rakyat, disetujui pemerintah dan disahkan menjadi UU KPK yang baru.

“Lonceng kematian” KPK itu tercantum pada Pasal 5 draf revisi UU KPK yang berbunyi “Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.”

Pasal “pembunuh” KPK itu merupakan pasal tambahan yang diusulkan DPR. Pasal tersebut tak ada dalam UU KPK yang berlaku saat ini. Dengan tambahan satu pasal krusial itu, jumlah pasal dalam draf revisi UU KPK total berjumlah 73 dari sebelumnya hanya 72 pasal pada UU KPK saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ajal” KPK dipertegas dalam tambahan redaksi yang tercantum pada pasal terakhir draf revisi UU KPK yang berbunyi “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan.”

Usul untuk mengakhiri hidup KPK ini terungkap saat Badan Legislasi DPR menggelar rapat pleno siang kemarin untuk membahas dua usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) guna dimasukkan ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015.

Revisi UU KPK itu merupakan salah satu RUU yang diusulkan menjadi prioritas Prolegnas 2015. Inisiator dimasukannya RUU tersebut ke dalam Prolegnas Prioritas, menurut Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo, ialah partai penguasa –Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Menurut Firman, dimasukannya revisi UU KPK ke dalam Prolegnas Prioritas 2015 masih sebatas usul yang akan dibahas lebih lanjut.

“Badan Legislasi tak bisa menolak bila ada usulan. Berdasarkan aturan, kami harus bahas tiap usulan, termasuk usulan Fraksi PDIP dan lintas fraksi itu,” kata Firman.

Revisi UU KPK, ujar politikus Golkar itu, bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan antarpenegak hukum dalam memberantas korupsi, agar tak ada lembaga penegak hukum yang merasa lebih tinggi dibanding yang lain.

“Pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara bersama-sama. Di kemudian hari tidak ada satu lembaga penegak hukum yang lebih superbody di atas lainnya,” kata Firman.

PDIP dominan

Total ada 45 anggota DPR yang menjadi inisiator revisi UU KPK, dengan rincian 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari NasDem, 9 orang dari Golkar, 5 orang dari Partai Persatuan Pembangunan, 3 orang dari Hanura, dan 2 orang dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Keempat puluh lima anggota Dewan itu menilai revisi UU KPK penting untuk dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2015. Beberapa di antara para pengusul adalah Masinton pasaribu, Arteria Dahlan, Junimart Girsang, Tantowi Yahya, Misbakhun, dan Taufiqul Hadi.

“Dengan didorong oleh keinginan luhur dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap penyelenggaraan negara di atas sendi hukum, serta mengacu kepada hak anggota dan DPR, kami para pengusul berketetapan untuk mengajukan usul inisiatif RUU Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK,” demikian penggalan surat pengantar para pengusul kepada pimpinan Badan Legislasi DPR.

Berikut sejumlah poin yang dimasukkan para inisiator ke dalam revisi UU KPK:

1.   Soal wewenang KPK, bisa berupa penambahan atau perincian wewenang.
2.   Soal penyusunan kode etik KPK.
3.   Soal struktur dan susunan pegawai KPK.
4.   Soal pembentukan Dewan Kehormatan/Pengawas KPK.
5.   Soal masa jabatan anggota pengganti pimpinan KPK.
Draf revisi ini, ujar Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Totok Daryanto, belum disetujui untuk dibahas. Baleg akan lebih dulu meminta pandangan dari semua fraksi.

Mestinya permanen

Usulan revisi UU KPK yang berisi ketentuan masa kerja KPK hanya 12 tahun tersebut langsung disambut reaksi keras dari kalangan aktivis antikorupsi, termasuk Indonesian Corruption Watch.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyebutnya sebagai bentuk balas dendam DPR kepada KPK. Di saat negara-negara maju mendirikan lembaga pemberantasan korupsi secara permanen, kata dia, Indonesia justru hendak menghapus institusi pemberantasan korupsinya.

Padahal, ujar Adnan, lembaga pemberantasan korupsi merupakan implementasi Konvensi Antikorupsi Internasional tahun 2006 yang telah ditandatangani dan diratifikasi oleh Indonesia.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan usia KPK tak dapat dirumuskan dalam sebuah RUU. Ia menegaskan, KPK baru dapat dihapus jika Indonesia telah bebas dari praktik korupsi.

“Apabila KPK dianggap sebagai lembaga ad hoc, maka pemahaman ad hoc ini bukan berdasarkan masa berlakunya, tapi kondisilah yang menentukan hal tersebut,” kata dia.

Sementara korupsi masih merajalela di Indonesia. Data KPK sepanjang tahun 2015 ini saja menunjukkan lembaga itu masih memegang banyak kasus yang terdiri dari 40 perkara di tahap penyelidikan, 18 perkara di tahap penyidikan, 23 perkara di tahap penuntutan, 14 perkara telah diputus atau berkekuatan hukum tetap (inkrah), dan 18 perkara di tahap eksekusi.

Jika dikalkulasikan dari tahun 2004 sampai 2015, KPK telah menyelidik 705 perkara, menyidik 427 perkara, menuntut 350 perkara. Selain itu, ada 297 perkara yang telah inkrah dan 313 perkara lainnya dieksekusi.

Adnan menyebut hidup-mati KPK dan agenda pemberantasan korupsi di masa depan akan turut ditentukan oleh Presiden Jokowi.

“Ini tantangan terbesar Presiden, apakah akan mengikuti hasrat DPR atau menolak usulan sesat itu dan mempertahankan KPK sebagai warisan reformasi.”
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER