Jakarta, CNN Indonesia -- Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai membuka celah intervensi dari pemerintah atau pihak eksekutif kepada lembaga antirasuah melalui pembentukan Dewan Eksekutif.
Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan Dewan Eksekutif tidak sesuai dengan struktur KPK sebagai lembaga negara. "Itu justru membuat birokrasi baru. Ketentuan ini sengaja melemahkan fungsi pimpinan-komisioner KPK," kata Supriyadi melalui pernyataan resmi yang diterima CNN Indonesia, Rabu (7/10).
Pasal 22 RUU KPK menyebutkan Dewan Eksekutif terdiri dari empat anggota yang hanya diangkat dan diberhentikan presiden. Menurut Supriyadi keterlibatan presiden berpotensi memberikan ruang intervensi yang besar.
Pada pasal selanjutnya Dewan Eksekutif bakal membantu KPK melaksanakan tugas dan wewenangnya termasuk menyelidik dan menyidik kasus korupsi. Pada Pasal 24 dijelaskan Dewan Eksekutif berfungsi menjalankan pelaksanaan tugas sehari-hari dan melaporkannya ke komisioner KPK. "ICJR melihat materi dalam naskah RUU revisinya yang diinisiasi oleh DPR sudah pada taraf digunakan untuk melemahkan atau membajak KPK. ICJR merekomendasikan DPR sebaiknya menghentikan seluruh inisiatifnya untuk merevisi UU KPK," ucapnya.
RUU ini dibahas dalam rapat Badan Legislasi pada Senin kemarin (6/10). Pengusulnya terdiri dari 45 politikus beragam fraksi di DPR. Mereka adalah 15 orang dari Fraksi PDI Perjuangan, 11 orang Fraksi NasDem , 9 orang Fraksi Golkar, 5 orang Fraksi PPP, 3 orang Fraksi Hanura, dan 2 orang Fraksi PKB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(bag)