Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan hingga kini, sejumlah Rp12 triliun dana desa mengendap di kas kabupaten karena masih banyak desa yang belum siap mengelola dana tersebut.
Menurut Bambang pada sosialisasi dana desa di wilayah Kabupaten Barito Kuala, Banjarmasin, Selasa (10/11), di 2015 pemerintah pusat melalui APBN menganggarkan dana desa sebesar Rp16,6 triliun, namun hingga Oktober 2015 baru Rp4,9 triliun yang terealisasi sampai ke desa.
Kondisi tersebut terjadi, karena hingga kini banyak desa yang belum siap dengan program untuk mengakses dana sesuai ketentuan yang ditetapakan.
"Ya kita bisa memaklumi minimnya penyerapan dana desa, karena ini masih yang pertama, kami harap pada 2016 sudah ada perbaikan," kata Bambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sisa dana tersebut, kata dia, hingga kini masih mengendap di kas kabupaten, dan itupun juga tidak bisa dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten, sehingga jika tidak terserap akan kembali ke kas negara.
"Dapat dibayangkan, seandainya seluruh dana tersebut bisa terserap, tentu akan membawa dampak pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat desa yang luar biasa," katanya.
Mempercepat laju penyerapan dana desa pada 2015 ini, kata dia, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi seluruh perangkat desa, agar lebih siap dalam mengelola dana yang nilainya cukup besar.
Khusus 2015, kata dia, masing-masing desa di Indonesia mendapatkan dana desa dari APBN sebesar Rp280 juta per desa, ditambah dari APBD dan dari bagi hasil, maka masing-masing desa bisa mendapatkan dana desa hingga Rp500 juta.
Dana tersebut, bisa dimanfaatkan oleh desa untuk membangun berbagai keperluan peningkatan kesejahteraan desa, mulai dari infrastruktur, pembangunan sektor pertanian, perkebunan, UMKM dan lainnya.
Mendorong penyerapan dana desa yang waktunya kurang dari dua bulan ini, tambah Bambang, pemerintah memprioritaskan pemanfaatan dana desa untuk tiga proyek, yaitu untuk pembangunan, pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Posyandu.
Kemudian untuk pembangunan infrastruktur, baik itu irigasi pertanian, jalan usaha tani, saluran air, jalan dan jembatan dan lainnya, yang dibangun secara swakelola dan padat karya.
Artinya, pembangunan tersebut tidak boleh dilakukan oleh kontraktor, tetapi oleh masyarakat desa, yang digaji dari dana tersebut.
"Bahkan kalau perlu material, baik itu batu, tanah, pasir dan lainnya, juga berasal dari warga desa setempat yang dibeli sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan," katanya.
Sehingga, kata dia, dana desa tersebut bisa benar-benar dimanfaatkan oleh warga desa, dan untuk peningakatan kesejahteraan desa setempat.
Apalagi kata dia, kini kondisi tambang dan perkebunan sedang lesu, maka dana desa tersebut bisa menjadi alternatif untuk membuka lapangan kerja baru.
"Saya yakin, bila dana desa tersebut benar-benar bisa dimanfaatkan dengan baik, maka perputaran ekonomi desa akan lebih cepat," katanya.
(pit/antara)