Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tetap akan mengusahakan pembangunan dan penataan kompleks parlemen yang ditaksir mencapai Rp 2,7 triliun. 560 anggota DPR melalu Badan Anggaran berkeras jiga gedung baru menjadi kebutuhan mendesak, dan mencari celah anggaran melalui Dana Optimalisasi.
Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Ahmadi Noor Supit menyatakan usulan proyek pembangunan gedung baru DPR bakal diajukan ke dalam anggaran dana optimalisasi. Pasalnya, usulan penataan kompleks parlemen belum sempat dimasukkan dalam nota keuangan RAPBN 2016.
Dari hasil kajian yang digodok Kesekjenan DPR dengan Kementerian Pekerjaan Umum, taksiran biaya penataan kompleks parlemen mencapai kisaran Rp 2,7 triliun. Supit menyatakan prioritas pengadaan dari tujuh tahapan proyek itu adalah penataan alun-alun demokrasi dan pembangunan gedung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Supit mengatakan kisaran biaya yang diajukan untuk pembangunn gedung mencapai Rp 700 miliar dan direncanakan bisa mulai digarap tahun depan. Namun karan usulan itu belum masuk nota keuangan, maka DPR dalam hal ini mengandalkan kucuran dana optimalisasi.
Supit merekap, kementerian dan lembaga telah mengajukan tambahan dari pagu indkatif atau nota keuangan dengan total mencapai sekitar Rp 274 triliun. Namun karena ketersediaan dana terbatas, kata Supit, pengajuan Rp 274 triliun yang menjadi program prioritas kementerian dan lembaga belum terakomodir dalam nota keuangan.
"Inilah nantinya yang akan kami bahas terlebih dahulu untuk melihat sejauh mana kita mampu menaikkan apa untuk penerimaan anggaran," kata Supit saat ditemui di Gedung DPR.
Apabila nantinya dalam pembahasan Komisi DPR, Panitia Kerja, dan Banggar didapati dana optimalisasi penerimaan lebih tinggi daripada yang ada di dalam nota keuangan, bukan tidak mungkin Rp 274 triliun yang diajukan oleh kementerian dan lembaga tersebut bisa dikucurkan. (Baca juga:
Nasib Proyek DPR Tergantung Rapat Kemenkeu dan Banggar DPR)
Meski demikian, Supit tetap menekankan dana yang diberikan kepada kementerian/lembaga itu tetap dipilah berdasarkan prioritas program yang sejalan dengan kampanye nawa cita pemerintah. Dalam hal ini, kata Supit, urgensi pembangunan gedung DPR pun tetap masuk dalam pertimbangan.
Supit menekankan bahwa kebutuhan para anggota dewan untuk mendapatkan gedung baru terbilang mendesak. Kondisi gedung saat ini sudah jauh dari representatif. Lagipula, kata Supit, pengadaan gedung sifatnya tidak sementara karena juga akan berfungsi untuk generasi penerus dari para wakil rakyat.
"Bagaimanapun kami prioritas tetap fokus pada bagaimana ekonomi rakyat bisa bergerak dan mudah-mudahan kalau dilihat dari program pemerintah lebih banyak tansfer ke daerah, ini tanda-tanda positif," kata Supit. (Baca juga:
Pengamat: Rakyat Lapar DPR Jangan Minta Gedung Baru)
Prediksi TepatForum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menduga dana pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp 2,7 triliun diambil dari dana optimalisasi lembaga itu setiap tahunnya.
Hal ini menurut Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto, jadi bukti politik anggaran DPR sama sekali tak berpihak pada rakyat. Meski dianggarkan Rp 2,7 triliun tahun jamak, namun pembangunan gedung DPR dalam APBN hanya dimasukan sebesar Rp 700 miliar.
Dalam temuannya, FITRA menduga pembiayaan gedung akan diambil dari dana optimalisasi setiap tahun. Padahal dana ini, kata Yenny, seharusnya diperuntukkan untuk cadangan resiko fiskal. (Baca juga:
DPR Berkeras Prioritaskan Pengadaan Ruang Kerja)
"Jika dana ini diambil maka, berdampak pada daerah khususnya terhambatnya peningkatan kesejahteraan rakyat di pelosok. Rakyat menjadi tetap miskin," katanya.
Oleh karena itu FITRA meminta pemerintah khususnya Kementerian Keuangan menolak secara tegas rencana pembangunan tujuh Proyek DPR.
Selain alokasi yang tidak sesuai dengan perencanaan dan pembahasan, hingga saat ini belum jelas Rp 2,7 triliun itu untuk pembiayaan apa saja. "Potensi markup pembangunan tujuh Proyek pedung DPR ini di prediksi sangat tinggi," katanya.
Apalagi rencana ini sangat bertolak belakang dengan kondisi ekonomi nasional yang sedang lemah. Keuangan negara juga defisit Rp 278 triliun.
Dana Optimalisasi adalah dana untuk kementerian dan lembaga yang bisa dikeluarkan dalam keadaan mendesak dengan syarat harus sesuai prioritas dan agenda pemerintah yang tercantun dalam Rencana Kerja Pemerintah. Besarannya tergantung dengan usulan program yang diajukan, keudian dibahas kementerian atau lembaga dengan masing-masing komisi di DPR RI, yang berlanjut di Kementerian Keuangan dan Bappenas. (Infografis:
Tarik Ulur Pembangunan Gedung Baru DPR)
Terkait Dana Optimalisasi, kementerian keuangan lewat menteri tidak menyebutkan dapat merevisi anggaran dari program tersebut.
Peruntukan Dana Optimalisasi seyogyanya ditekankan untuk memajukan daerah, terutama daerah teringgal dan miskin. Pembangunan, dengan menggunakan Dana Optimalisiasi difokuskan membanehi infrasutruktur di daerah.
'Lawan' Moratorium JokowiSupit bersikukuh moratorium penundaan pembangunan gedung yang dikeluarkan pemerintah tidak menghambat keberlanjutan proyek penataan kawasan parlemen.
"Selalu ada kok semua moraturium, tapi tetap saja ada pembangunan gedung. Selama memang itu kita butuhkan, kita tidak bisa tunda," kata Supit di Kompleks Parlemen, Selasa (25/8).
Supit mengakui, moratorium merupakan kebijakan yang diberlakukan secara menyeluruh. Namun, ia berkelit bahwa selama prioritasnya tinggi, pembangunan tetap bisa dimasukan dalam APBN atas izin presiden.
Suput menyebutkan, pembangunan gedung Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pada waktu itu sudah ada moratorium pembangunan gedung, tetapi tetap berjalan karena dipandang perlu untuk dilanjutkan pembangunannya. (Baca juga:
Fokus Kerja, Fraksi Demokrat Tolak Gedung Baru DPR)
Meski demikian, Supit enggan disebut melangkahi moratorium karena hal ini masih akan disampaikan dan dikonsultasikan kepada Presiden.
"Oh tidak, tentu ada kasus-kasus khusus semacam ini, tentu pasti akan dikonsultasikan dulu kepada Presiden seperti apa."
Selama memang itu kita butuhkan, kita tidak bisa tundaKetua BanggarDPR RI Ahmadi Noor Supit |
Moratorium pembangunan gedung tertuang dalam Surat Menteri Keuangan tertanggal 16 Desember 2014 perihal; Penundaan/Moratorium Pembangunan Gedung Kantor Kementerian/Lembaga. Surat itu dibuat menindaklanjuti arahan presiden pada Sidang Kabinet 3 Desember 2014, dan berlaku di luar pembangunan gedung pelayanan umum seperti rumah sakit dan sekolah.
Cukup jelas penolakan secara halus ini dilakukan oleh Jokowi dalam kunjungan resmi keduanya di DPR setelah pelantikan 20 Oktober 2014 silam, meskipun anggota DPR beberapa orang menafsirkan jika hal itu bukan bentuk pembatalan proyek. Padahal, cukup tegas moratorium pembangunan gedung kementerian dan lembaga akan tetap berlanjut hingga 2016 dan dicabut sampai waktu yang belum ditentukan. (Baca juga:
Jokowi Perlu Tegaskan Penolakan Pembangunan Kompleks DPR)
Seperti dikatakan Askolani, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Jokowi memastikan moratorium diperpanjang untuk 2016 hingga waktu yang belum ditentukan.
"2015-2016 ada moratorium pembangunan gedung kementerian dan lembaga," kata Askolani kepada CNN Indonesia, Kamis (20/8).
Dalam poin (a) Surat Menkeu bernomor S-842/MK.02/2014, menyebutkan, "penundaan atau moratorium pembangunan gedung pemerintahan berlaku untuk pembangunan gedung kantor baru pemerintah yang akan dibangun mulai tahun 2015."
Fokus:
Kontroversi Megaproyek DPR RI (pit)