Jaring Masalah Setya Novanto

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2015 14:08 WIB
Setnov lebih pengusaha ketimbang politikus. Sejak kuliah, semua yang ia geluti bak berubah jadi emas alias duit. Kini sang Raja Midas tersandung (lagi).
Ketua DPR Setya Novanto di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla. (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Saat itu Rabu malam, 1 Oktober 2014. Segala macam kegiatan lobi sedang berlangsung untuk menentukan paket calon pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat RI yang hendak diajukan ke rapat paripurna.

Setya Novanto –Setnov populernya– turun dari lantai 12 Gedung Nusantara I DPR RI, tempat berkantornya para legislator Golkar. Dia menuju Gedung Kura-Kura, lokasi digelarnya lobi antarfraksi.

Saat berjalan ke Gedung Kura-Kura itu, Setnov dicegat dua petinggi Partai Persatuan Pembangunan. Mereka berbisik-bisik sekitar lima menit, dan Setnov pun mengurungkan langkahnya ke Gedung Kura-Kura. Dia ganti menuju ruang rapat paripurna di Gedung Nusantara II dengan membawa map hijau PPP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua legislator PPP berjalan mendahului Setnov. Berjalan di belakang dengan santai, Setnov tiba-tiba meletakkan map berlambang Ka’bah yang diberikan kader PPP ke tempat sampah, lalu melanjutkan langkah ke ruangan paripurna seperti tak ada apa-apa.

Staf Setnov yang kelimpungan. Sambil menengok kanan kiri, dia bergegas mengambil map yang baru dibuang oleh bos mereka ke tong sampah.

Beberapa jam kemudian, hari berganti. Kamis dini hari, 2 Oktober 2014, Setya Novanto ditetapkan sebagai Ketua DPR dengan empat wakil, yakni Fadli Zon dari Gerindra, Fahri Hamzah dari PKS, Taufik Kurniawan dari PAN, dan Agus Hermanto dari Demokrat.

Tak ada PPP dalam jajaran pemimpin DPR. Posisinya terdepak oleh Demokrat yang notabene bukan anggota Koalisi Merah Putih. Entah apakah nasib PPP sudah tersirat dalam bisik-bisik lima menit yang berakhir dengan map di tong sampah itu.

Setya Novanto saat baru terpilih menjadi Ketua DPR RI. (ANTARA/Rosa Panggabean)
Siapa Setya Novanto?

Setnov politikus kawakan Golkar. Dia menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar pada periode kepemimpinan Aburizal Bakrie alias Ical yang disahkan pada Musyawarah Nasional Riau 2009. Saat ini Setnov berada di kubu Ical hasil Munas Bali 2014 dengan jabatan Wakil Ketua Umum Partai Golkar.

Setnov bukan tergolong legislator vokal di DPR. Namun dia jelas bukan wajah baru di parlemen. Menjadi anggota DPR persis setahun setelah Soeharto jatuh dan sejak itu kursi Dewan tak pernah lepas dari genggamannya.

Berarti Setnov telah menyandang jabatan wakil rakyat selama empat periode berturut-turut, yakni 1999-2004, 2004-2009, 2009-2014 sebagai Ketua Fraksi Golkar, dan kini 2014-2019 menjabat Ketua DPR.

Setya terpilih dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II yang meliputi Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba.

Seorang rekan wartawan yang cukup sering bersinggungan dengan Setnov mengatakan, sosok yang cukup lama memegang kas Golkar itu lebih pengusaha ketimbang politikus apalagi negarawan.

Tak heran, sebab Setnov sudah punya usaha sendiri sejak duduk di bangku kuliah. Sembari mengambil studi di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, dia berjualan beras dan madu untuk bertahan hidup. Dia juga bekerja sebagai sales di agen penjual mobil.

Saat itulah bakat dagang dan lobinya terlihat dan terasah. Kepiawaiannya memasarkan produk membuat kariernya menanjak cepat. Oleh pemilik dealer, Setnov dipercaya menjadi kepala sales untuk seluruh wilayah timur Indonesia.

Bintangnya terus bersinar. Usai mengantongi ijazah sarjana muda, Setnov ke Jakarta. Di ibu kota, pria kelahiran Bandung itu melanjutkan pendidikan akuntansi di Universitas Trisakti sembari berbisnis. Dia membuka kios fotokopi dekat kampus.

Tak hanya itu, Setnov diminta oleh kawan ayahnya untuk mengembangkan bisnis pom bensin di Tangerang. Lagi-lagi dia sukses. Ia kemudian mendirikan perusahaan di bidang peternakan, juga perusahaan di sektor perdagangan dan transportasi.

Setya Novanto bak Raja Midas dalam mitologi Yunani. Semua yang ia sentuh berubah jadi emas (alias duit). Gabungan keuletan dan kemampuan dagang serta lobi  membuatnya menjadi pengusaha sukses. Setnov adalah pebisnis yang lihai dan licin.

Sukses di dunia usaha membuat dia melirik politik. Bersama kawan-kawannya, Setnov menerbitkan buku “Manajemen Soeharto” yang kemudian dilarang beredar pada 1997.

Di Pusaran Kasus

Setya Novanto membangun bisnis dan relasi (politik)nya bak membangun jaring laba-laba yang kuat. Tapi belakangan jaring itu berbanding lurus dengan banyaknya kasus-kasus berpusing di sekitarnya.

Dimulai dari kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, penyelundupan beras Vietnam, impor limbah beracun, proyek pembangunan venue Pekan Olahraga Nasional 2012 yang menjerat Gubernur Riau Rusli Zainal, hingga disebut Nazaruddin dalam kasus KTP elektronik.
Pada April 2013, Majalah Tempo yang menerbitkan liputan soal Setya Novanto mendadak hilang di pasaran. Edisi berjudul “Bandar Proyek Partai Beringin” itu, menurut sejumlah agen koran, diborong oleh orang yang mengaku berasal dari perusahaan, entah perusahaan apa.

Saat itu Majalah Tempo menurunkan laporan investigasi soal dugaan pengaturan suap penambahan anggaran PON Riau. Dalam kasus itu, ruang kerja Setnov di DPR bahkan pernah digeledah penyidik KPK pada Maret 2013.

Namun sejauh ini semua kasus yang mengelilingi Setnov tak pernah berhasil menjeratnya. Sekilas ia bak untouchable man. Nyaris terjerat namun selalu dapat mengelak.

Tiap kasus mendekat, Setnov menghadapinya tenang dan santai, tetap dengan gaya flamboyannya. Ketika namanya ramai disebut dalam perkara anggaran PON Riau misalnya, di rumahnya Setnov berkata enteng, “Serahkan ke penegak hukum, saya sih di sini saja. Kalau kena ya kena, enggak ya enggak.”

Baru-baru ini saat ribut-ribut gara-gara bertemu Donald Trump, Setnov menjawab dengan tenang kala dicegat wartawan Indonesia di Negeri Paman Sam. Seluruh pertanyaan ia ladeni dengan kalem, berbeda dengan Fadli Zon yang ketika itu dengan cepat tersulut emosi menghadapi deretan pertanyaan soal pertemuan delegasi DPR dengan Donald Trump di New York, Amerika Serikat.

Setya Novanto ketika bertemu Donald Trump di New York, Amerika Serikat. (REUTERS/Lucas Jackson)
Baru kemarin saat menggelar konferensi pers di DPR untuk mengklarifikasi soal tudingan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perkara Freeport, emosi Setnov terlihat. Meski tak sampai menangis, air mata mengambang di pelupuknya.

Sepanjang konpers, mata Setnov tampak berkaca-kaca. Dia berkeras tak mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Dia juga menegaskan selalu bertindak hati-hati.
Entah bagaimana kasus terbaru ini akan berdampak terhadap pebisnis politikus itu. Mungkin seperti bisik-bisik lima menit dan map di tong sampah yang menyiratkan nasib PPP dalam kepemimpinan DPR, nasib akhir Setnov sesungguhnya sudah tersirat. Hanya saja kita belum mampu membacanya.
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER