Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung ikut memonitor kegiatan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang belakangan mendapat sorotan dari publik. Monitoring dilakukan Kejagung melalui Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyasrakat (Pakem).
Menurut Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung Adi Toegarisman, tim yang beranggotakan perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TNI, Badan Intelijen Negara, dan Mabes Polri tersebut telah menyelenggarakan rapat perdana membahas keberadaan Gafatar, Selasa (12/1) kemarin.
Rapat yang dilakukan kemarin pun telah melahirkan kesimpulan bahwa kegiatan Gafatar ternyata menyimpang dari ajaran beberapa agama yang diakui di Indonesia. Adi berkata, perwakilan organisasi Gafatar kemungkinan akan dipanggil tim Pakem untuk dimintai keterangan dalam beberapa pekan ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejaksaan memonitor sejak beberapa bulan lalu. Tapi tampilannya (Gafatar) di masyarakat kan kegiatan sosial. Perwakilan Gafatar akan diundang setelah tim Pakem kumpul kedua kalinya," kata Adi di Kejagung, Jakarta, Rabu (13/1).
Pelarangan kegiatan Gafatar pun akan dilakukan melalui penandatanganan keputusan oleh Mendagri, Jaksa Agung, dan Menteri Agama.
"Sesuai UU Nomor 1 tahun 1965, kalau dilarang maka pelarangan akan ditandatangani Mendagri, Jaksa Agung, dan Menteri Agama. Di KUHP juga ada peraturannya dalam pasal 156. Saya sudah minta ke Kajati seluruh Indonesia untuk melaporkan perkembangan Gafatar di daerah masing-masing," tuturnya.
Menurut Adi, hingga saat ini belum ada laporan yang diterima mengenai jumlah anggota, pemimpin, maupun bentuk kegiatan Gafatar secara keseluruhan. Tim Pakem akan mencari data-data tersebut hingga beberapa pekan ke depan.
"Dalam rapat yang akan datang, rencananya pekan depan, akan ditentukan langkah yang mengarah pada rekomendasi 3 menteri untuk melakukan pelarangan terhadap Gafatar. Kami juga akan meminta pendapat MUI sebelumnya," katanya.
Sebelumnya, MUI menyebut bahwa organisasi Gafatar terindikasi pecahan Al-Qiyadah Al-Islamiah yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq.
"Gafatar ini metamorfosis dari beberapa aliran. Ini yang sedang kami kaji. Salah satunya di beberapa daerah dia terindikasi sebagai pecahan Al-Qiyadah Al-Islamiyah," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis.
Menurut Cholil, pola gerakan Gafatar di tiap daerah berbeda-beda. Namun, gerakan ini mirip dengan gerakan yang pernah dibawa Ahmad Musadeq. “Ada sebagian di Aceh itu memang jelas pecahannya Al-Qiyadah Al-Islamiah Ahmad Musadeq. Ada juga pecahan Dien Abraham," ujar Cholil.
Sementara itu, di website Gafatar, organisasi ini disebut dideklarasikan di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 2012. Awalnya, organisasi berlambang sinar matahari berwarna oranye ini terdiri dari 14 DPD. Tidak ada perkembangan soal jumlah kepengurusan, namun di website lain disebutkan jumlah kepengurusan berkembang hingga 34 DPD.
Dasar pendirian organisasi adalah belum merdekanya Indonesia. Menurut mereka, Indonesia masih dijajah neokolonialis. Di sisi lain, para pejabat serakah dan kerap bertindak amoral. "Kenyataan ini membuat kami terpicu untuk berbuat," tulis situs Gafatar.
Organisasi Gafatar mulai mencuat setelah hilangnya dokter Rica Tri Handayani dan anak balitanya, Zafran Alif Wicaksono. Polisi menduga Rica bergabung dengan salah satu organisasi bernama Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar.
(obs)