Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan revisi Rancangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak akan membuat pemerintah bertindak represif.
Luhut menuturkan, pembaruan beleid tersebut tidak bakal membuat aturan antiterorisme di Indonesia seketat Malaysia dan Singapura. "Indonesia masih akan lebih longgar dibandingkan mereka. Itu saja ukurannya," ucapnya di Jakarta, Jumat (22/1).
Usai rapat koordinator tingkat kementerian dan lembaga pagi tadi, mantan Kepala Staf Kepresidenan itu berkata kewenangan kepolisian terkait pencegahan aksi teror memang akan bertambah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal tersebut, Luhut menuturkan, keamanan negara seharusnya lebih dikedepankan daripada perdebatan tentang potensi pelanggaran terhadap prinsip hak asasi manusia.
"Kami ingin memberikan rasa aman. Untuk itu, kami harus memberikan rambu-rambu yang membuat masyarakat aman," katanya.
Saat ditemui pada Aksi Kamisan, Kamis (21/1) kemarin, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Kekerasan, Haris Azhar, mengatakan pemerintah terlalu cepat memutuskan revisi UU Antiterorisme usai teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Haris menilai, pemerintah sepertinya mencuri momentum untuk merevisi beleid tersebut. "Setelah bom, dalam hitungan jam muncul konklusi bahwa harus ada pelebaran kewenangan. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi dulu," ucapnya.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hermawan Sulistyo, mengeluarkan pernyataan lebih tegas. Ia berkata, pemerintah tidak perlu memperbarui UU Antiterorisme. "Buat apa revisi, undang-undang yang ada saja tidak dijalankan," ujarnya.
(pit)