Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid menuturkan jajarannya akan tetap menolak pembahasan rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal itu disampaikannya menyikapi ditundanya rapat paripurna hari ini untuk mengambil keputusan rencana revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR atau tidak. Ini kali kedua paripurna pembahasan revisi UU KPK ditunda.
Rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah memutuskan, paripurna dengan agenda revisi UU KPK akan diselenggarakan pada Kamis (23/2) mendatang.
"Berapa kali pun paripurna diundur sikap PKS tetap menolak revisi UU KPK," ujar Hidayat Nur Wahid di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan penolakan tersebut merupakan sikap yang diputuskan melalui rapat dewan pimpinan tingkat pusat PKS kemarin (16/2). Rapat itu dipimpin Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al-Jufrie.
PKS juga mengkritisi belum sinkronnya sikap Presiden Joko Widodo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan KPK terkait revisi. Menkumham menganggap revisi akan menguatkan. Sementara KPK berpendapat revisi akan memperlemah kinerjanya.
Presiden Jokowi pun mengatakan pemerintah setuju merevisi UU KPK sepanjang memperkuat lembaga anti rasuah. Jokowi menyatakan akan membatalkan revisi jika melemahkan KPK.
"Selama ketiga lembaga itu tidak sinkron, PKS tetap akan menolak revisi UU KPK," ucapnya.
Wakil Ketua MPR ini menuturkan KPK harus makin diperkuat dengan hukum yang kuat agar dapat menangani kasus-kasus besar, yang selama ini menjadi perhatian masyarakat, yakni kasus korupsi di atas Rp 500 miliar bahkan triliunan rupiah.
Hal ini senada dengan yang disampaikan Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini. Sebelumnya, Jazuli mengatakan pihaknya setuju merevisi UU KPK apabila melibatkan KPK selaku pengguna undang-undang, dan substansi revisi dapat menguatkan KPK agar lembaga antirasuah lebih berani menindak dan mengungkap perkara-perkara besar.
(pit)