Pemerintah Akan Konsultasi dengan Publik Soal Revisi UU KPK

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Senin, 22 Feb 2016 18:09 WIB
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai selama ini empat poin dalam draf revisi UU KPK masih menimbulkan tafsir salah di masyarakat.
Ketua DPR Ade Komarudin (kanan) bersama Presiden Joko Widodo (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (22/2). Pertemuan tersebut membahas agenda prioritas legislasi nasional, diantaranya terkait pengampunan pajak dan penundaan revisi UU KPK. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengundang publik dalam pembahasan lebih lanjut mengenai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut dilakukan sebagai rencana menyosialisasikan poin revisi ke publik setelah penundaan pembahasan revisi UU KPK.

" Ya, kan, perlu sosialisasi yang baik supaya tidak ada kesalahpahaman atas apa yang dimaksud (seolah-olah) memperlemah KPK,"ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan usai melakukan rapat konsultasi DPR-pemerintah, Senin (22/2/2016).

Yasonna menilai selama ini empat poin yang diajukan dalam draf revisi UU KPK masih banyak menimbulkan tafsir salah di masyarakat.
Empat poin tersebut, kata Yasonna, termasuk soal dewan pengawas, penyidik independen, serta pengaturan penyadapan, yang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi harus diatur dengan Undang-undang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Empat poin itu perlu pematangan dan sosialisasi. Nanti akan diundang pihak-pihak yang menyatakan pelemahan,"kata Yasonna.

Sejauh ini, gelombang penolakan atas revisi UU KPK datang tak hanya dari petinggi KPK tetapi juga publik. Gelombang penolakan dari publik di antaranya datang dari tokoh lintas agama dari Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Koalisi Waligereja Indonesia.

Selain itu, penolakan juga dilontarkan oleh sejumlah rektor dan guru besar dari universitas negeri dan swasta di Indonesia, seperti Guru Besar Sosiologi UI Bambang Widodo Umar, Guru Besar Kehutanan IPB Hariadi Kartodihardjo dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Borobudur Faisal Santiago.

Tak hanya akademisi, penolakan juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Bersama dengan sejumlah pimpinan KPK, mereka melakukan aksi pukul kentongan menolak pembahasan revisi UU KPK.

Menyikapi penolakan-penolakan tersebut, Yasonna menegaskan pemerintah dan DPR akan mengundang mereka.

"Namun, pembahasan harus dilakukan secara intelektual tidak emosional supaya lebih baik ke depannya,"kata Yasonna.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah dan DPR sepakat untuk melakukan penundaan pembahasan revisi UU KPK.

Menteri Koordinator bidang Polhukam, Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan usai pengumuman tersebut bahwa alasan penundaan lebih didasarkan karena Presiden melihat masih adanya perbedaan di tengah masyarakat.

Jokowi, ujar Luhut, juga meminta dirinya untuk menjelaskan bahwa tidak ada keinginan pemerintah untuk memperlemah KPK.
"Itu jauh dari pikiran (memperlemah) revisi UU KPK justru untuk memperkuat peran dan kewenangan KPK sesuai koridor aturan yang berlaku," ujar Luhut.

Ditanya mengenai apakah pemerintah akan mengambil alih draf revisi UU KPK dari DPR, Luhut mengatakan pemerintah masih mempertimbangkan hal tersebut. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER