Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi V DPR RI Nizar Zahro menegaskan, terkait transportasi daring pemerintah mengutamakan posisi keselamatan di atas semua aspek transportasi umum. Sehingga, apapun yang terkait dengan transportasi publik, baik daring ataupun konvensional harus mengikuti aturan yang ada, yaitu Undang-undang Nomor 22 tahun 2009.
"Di undang-undang ini pemerintah hanya mengurusi sarana dan prasarana, memastikan keselamatan publik," kata Nizar saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat (25/3).
Sarana, kata Nizar, pemerintah memastikannya lewat berbagai aturan dan pengawasan kendaraan, seperti uji KIR, berbadan hukum dan ber-SIM A umum untuk transportasi umum. Prasarana, adalah pemerintah mematikan rambu-rambu dan kelengkapan agar berkendara aman sepanjang perjalanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mau daring atau tidak, pemerintah harus memastikan itu aman. Jadi transportasi online pun harus ikut, ini soal keselamatan."
Menjadi masalah saat ini adalah, pengaturan teknis yang secara bisnis saling berbenturan antara operator transportasi konvensional dengan transportasi berbasis aplikasi. Tak hanya itu, persoalan pajak menjadi masalah, karena belum ada aturan jelas bagaimana operator aplikasi transportasi membayar pajaknya.
Waktu dua bulan yang diberikan Kementerian Perhubungan kepada operator transportasi daring dianggap sudah cukup bijak. Batas waktu 31 Mei 2016 agar memenuhi semua persyaratan sebagai transportasi penumpang, harus segera dipenuhi.
"Jika itu tidak dipenuhi, tutup saja. Karena mereka menggunakan tarif, tidak ikut tarif atas dan tarif bawah yang ditetapkan pemerintah. Bagaimana soal pajaknya?"
Tak hanya itu, selama masa transisi dua bulan, operator transportasi daring tidak diperkenankan menambah kapasitas angkutan. Paling lambat akhir Mei harus selesai, dan tidak ada lagi polemik terkait transportasi publik.
(pit)