Tarik Ulur Pasal Elitis Revisi UU Pilkada

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Kamis, 28 Apr 2016 15:28 WIB
Revisi pasal di UU Pilkada berkutat di objek calon kepala daerah. Substansi penanganan perkara, peradilan, sengketa dan kampanye masih dipertanyakan.
Ketua KPU Husni Kamil Manik (ketiga kiri) bersama Ketua Bawaslu Muhammad (tengah) didampingi Komisioner KPU Juri Ardiantoro (dari kiri-kanan), Hadar Nafis Gumay, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Arief Budiman memaparkan hasil penetapan waktu Pilkada Serentak 2017, Jakarta, Senin (15/2). Komisi Pemilihan Umum menetapkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak gelombang kedua dilangsungkan pada 15 Februari 2017. (CNN Indonesia/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pasal dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, membuat DPR dan pemerintah tarik ulur menyelesaikan pembahasan. Salah satunya adalah syarat dukungan calon independen dan ambang batas dukungan partai politik.

Pasal 40 draf revisi beleid mengatur, parpol dapat mengusung paslon jika memenuhi 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD.

Sementara itu, DPR meminta agar ambang batas diturunkan menjadi 15-20 persen jumlah kursi DPRD. Permintaan ini disertai beberapa alasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tingginya ambang batas mempersempit ruang keikutsertaan parpol dalam Pilkada. Selain itu, ini diduga jadi jalan memperbesar mahar politik bakal calon kepala daerah kepada parpol.
Sementara itu, DPR meminta syarat dukungan kepada calon independen dinaikkan menjadi 10-15 persen daftar pemilih tetap (DPT). Pasal 41 draf UU ini menyatakan, calon independen dapat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika mengantongi dukungan 6,5-10 persen DPT, secara berjenjang tergantung jumlah DPT.

Kenaikan ini bertujuan agar hanya calon berintegritas dan berkualitas yang masuk bursa Pilkada dan memperbesar ruang bagi parpol. Di sisi lain, ini memicu calon independen menghalalkan segala cara, termasuk politik uang, agar memenuhi syarat dukungan itu.

Hal ini dipolitisasi jelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebelumnya menyatakan bakal maju melalui jalur independen. Partai Hanura dan NasDem, pendukung Ahok, menduga wacana dinaikkannya syarat dukungan untuk menjegal Ahok.

Pasal kontroversi lainnya adalah Pasal 7 huruf S, tentang anggota dewan harus mengundurkan diri sejak ditetapkan menjadi calon kepala daerah.
Pemerintah mengatur hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. MK memutuskan, anggota dewan wajib mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah.

Pasal ini dianggap melanggar Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.

Aturan ini diberlakukan dalam Pilkada 2015. Hal ini disebut membatasi keinginan anggota dewan maju ke bursa Pilkada. Karenanya, DPR berpendapat, aturan ini perlu dihapus dan anggota dewan hanya perlu cuti saat kampanye kepala daerah.

Pengunduran diri dilakukan apabila sudah menjadi kepala daerah terpilih.
Sah tidaknya perdebatan pasal yang tengah dikaji di DPR RI ini berkutat hanya di pasal-pasal elitis alias yang bersentuhan langsung dengan sang calon kepala daerah. Calon kepala daerah memang penting, tapi jauh lebih penting bagaimana proses demokrasi bisa berjalan dengan baik dan adil, juga memberikan dampak mendidik bagi warga.

Terkait peradilan, sengketa dan pelanggaran pilkada sampai dengan kampanye (dana dan penyertaan anak di bawah umur) seakan dipendam dan bukan dan tidak dijadikan sebagai pokok persoalan. Padahal, masalah demokrasi akan bergerak mempengaruhi generasi-generasi berikutnya, sehingga wacana perdebatan seharusnya lebih digeserkan pada perbaikan sistem demokrasi yang cenderung berkiblat pada pemilih, tidak hanya si calon penguasa.

Rencananya, revisi kedua UU Pilkada diselesaikan sebelum akhir April. Panja revisi UU Pilkada mengkonsinyering DIM revisi sejak Rabu (20/4) di Jakarta dan Tangerang. Revisi ini diharapkan selesai dan disahkan melalui rapat paripurna penutupan, Jumat (29/4).  
Tahap awal Pilkada 2017 akan dimulai Mei 2016 dan berlangsung selama 10 bulan.Sebanyak 7 Provinsi, 19 Kota dan 76 Kabupaten akan memilih kepala daerahnya di 15 Februari 2017. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER