Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menolak keras terorisme dikaitkan dengan jihad. Bagi MUI terorisme sudah sangat jelas yaitu tindakan haram karena merusak peradaban manusia.
"Terorisme dilakukan untuk harta benda, pemikiran bom bunuh diri atau perampokan dengan pemikiran dalil jihad sama sekali tidak diajarkan Islam," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/6).
Selama ini, kata Amirsyah telah banyak yang menyalahgunakan kata jihad. “Makanya saya meminta kepada tokoh umat beragama untuk meluruskan hal tersebut.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyatakan perbedaan antara jihad dan terorisme ini juga sudah diterbitkan MUI dalam Fatwa 3 tahun 2014. Dalam fatwa tersebut dikatakan haram hukumnya bagi perorangan atau kelompok yang melakukan teror.
Selain itu, bom bunuh diri masuk dalam kategori haram karena dianggap sebagai tindakan keputusasaan dan mencelakai diri sendiri.
Dalam menyikapi revisi UU No. 15 Tahun 2003 terkait terorisme, MUI meminta kepada Pansus DPR untuk berhati-hati menyikapi pasal-pasal di dalamnya. Tindakan terhadap penyebab terorisme menurutnya tidak memiliki sifat tunggu baik dari segi sosial, ekonomi, dan politik. Tindakan represif yang dilakukan selebihnya akan menimbulkan justifikasi terhadap ajaran agama. Justifikasi ini akan menimbulkan radikalisme atas faktor kecemburuan antar agama.
MUI dalam hal ini meminta kepada pihak Pansus DPR agar tidak menyudutkan dan mendiskriminasi dan kriminalisasi terhadap kegiatan satu agama tertentu. Revisi UU ini, lanjutnya, harus bebas dari kepentingan negara lain dengan stigma terhadap satu agama tertentu.
"Undang-undang ini jangan dijadikan instrumen melakukan tindakan represif, penyebaran kebencian yang mengundang isu SARA tapi harus mengedukasi masyarakat," tambahnya.
Sementara itu Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian Persatuan Gereja Indonesia, Hendri Lokra menyambut baik revisi UU terkait terorisme yang dilakukan DPR. Ia juga menegaskan seringkali pelaku terorisme melabeli aksinya sebagai aksi suci kemanusiaan.
"Barangkali kita harus melihat pengertian ideologi guna mencari akar permasalahan, kekerasan apapun tdk diperbolehkan di negeri ini," tambahnya.
Ia juga meminta kepada penegak hukum untuk mengutamakan kepentingan bersama. Hal ini guna menghilangkan aksi terorisme yang masih terjadi di Indonesia.
Saat Rapat Dengar Pendapat terkait Revisi UU No. 15 Tahun 2003 dihadiri oleh Pemuda Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Penggurus Besar Nahdatul Ulama (NU), Gerakan Pemuda Ashor, Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Mejelis Tinggi Agama Khonhhucu, Persatuan Gereja-Gereja Indonesia, Parasada Hindu Dharma Indonesia, dan Perwakilan Umat Budha Indonesia.
(obs)