Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia khusus revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengusulkan pembentukan dewan pengawas terhadap operasi pemberantasan terorisme.
Ketua Pansus Mohammad Syafii mengatakan, dewan pengawas nantinya akan berfungsi mengawasi kinerja untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia dalam sebuah operasi pemberantasan terorisme. Selain itu, dewan pengawas juga akan mengaudit keuangan dalam sebuah operasi.
"Jadi jangan lagi melakukan pelanggaran HAM. Kalau audit keuangan berarti soal penggunaan keuangan dari mana dapatnya, ke mana digunakan. Jadi awasi kedua-duanya," kata Syafii di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (25/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, selama ini operasi pemberantasan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus 88 Aniteror Polri banyak menuai sorotan. Terutama, ketika kasus kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono, yang menimbulkan polemik.
Pada kasus tersebut, Syafii mempertanyakan pemberian dana Rp100 juta oleh Densus 88 kepada keluarga Siyono. Padahal, kata dia, Densus 88 masih mengeluhkan biaya operasional di lapangan.
Disamping itu, menurutnya dalam nomenklatur pendanaan operasional pemberantasan terorisme tidak ada klausul untuk memberi santunan kepada keluarga korban terduga teroris.
"Kalau tidak ada maka uangnya dari mana, ini kan perlu diaudit. Kami perlu mengaudit aliran dana ini," ujarnya.
Pemberian santunan tersebut menimbulkan dugaan adanya gratifikasi atau kemungkinan titipan dari pihak lain dalam kasus ini. Hal ini, kata dia, akan berbahaya bagi pemberantasan tindak pidana terorisme.
"Tidak tertutup kemungkinan karena operasi yang mendesak dana-dana tidak tersedia bisa gratifikasi. Makanya ini dibutuhkan dewan yang khusus operasi-operasi penanganan tindakan teroris," kata Syafii.
Syafii menambahkan, nantinya peran dewan pengawas akan seperti Komisi Kejaksaan maupun Komisi Kepolisian Nasional yang diisi tokoh maupun pakar di bidang pemberantasan terorisme.
Sebelumnya, DPR meminta pemerintah menambah klausul perlindungan korban aksi terorisme dalam draf revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Anggota Pansus Revisi UU Terorisme, Muslim Ayub, mengatakan pemerintah perlu menjamin kehidupan korban setelah aksi teror.
Dia mencontohkan dinamika meninggalnya terduga teroris, Siyono, saat dibawa Densus 88 pada 11 April. Sejumlah pegiat hak asasi manusia (HAM) berpendapat, pemerintah dalam hal ini Densus 88 melanggar HAM. Mabes Polri saat ini menyidang etik petugas pembawa Siyono.
"Apabila terduga teroris saja dilindungi. Korban teror juga harus dilindungi. Pemulihan kembali hak korban tanpa birokrasi yang sulit," kata Muslim.
(sur)