Jakarta, CNN Indonesia -- Dua pimpinan Dewan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas menjenguk Irman Gusman di Rumah Tahanan Guntur Pomdam Jaya, Kamis (6/10). Bersama Ketua Badan Kehormatan DPD Andi Mappetahang Fatwa, Farouk dan Hemas menyampaikan langsung pada Irman perihal pencopotan dirinya dari kursi Ketua DPD.
Sebelum ke Rutan Guntur, ketiganya menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk meminta izin membesuk Irman.
Saat di KPK, Farouk mengatakan, pencopotan Irman merupakan keputusan politik. "Kami akan menyampaikan itu (pencopotan Irman) merupakan keputusan politik yang berhasil diambil sekarang ini," kata Farouk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, kata Farouk, DPD juga masih menunggu hasil penyelidikan Tim 10. Tim itu bertugas mengumpulkan fakta atas kasus dugaan suap yang menyeret Irman.
Nantinya, hasil temuan Tim akan dibawa ke Komite II dan DPD membuat Panitia Khusus (Pansus).
"Kalau ditemukan ada tanda tanya besar yang memang harus perlu kami dalami, tentu harus ditangani pula dengan istrumen yang lebih besar," ujarnya.
Farouk menegaskan, Tim 10 ini bukan wujud ketidakpercayaan DPD atas kinerja KPK. Justru Tim 10 adalah intrumen bagi DPD untuk memahami kasus suap Irman secara komprehensif.
Selain itu, hasil investigasi Tim 10 DPD nantinya tidak akan diberikan KPK dan akan digunakan sebagai bahan evaluasi bagi kinerja DPD ke depan.
"Terkait kasus suap tidak ada rekomendasi lain dari DPD selain menyerahkan penanganan kasus ini kepada KPK," kata Farouk.
Sidang Paripurna Luar Biasa DPD secara resmi memutuskan pemberhentian Irman sebagai Ketua DPD. Pemberhentian itu merupakan tindak lanjut dari laporan Badan Kehormatan DPD Nomor 11 Tahun 2016 pada 19 September lalu. Saat itu, BK DPD telah merekomendasikan pemberhentian Irman.
Pemberhentian Irman didasarkan pada pasal 117 ayat 1 huruf c Tata Tertib DPD. Pasal itu mengatur, keputusan BK DPD ditetapkan dalam sidang paripurna luar biasa.
KPK menetapkan Irman sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 dari Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya.
Selain Irman, Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, dan istrinya yang bernama Memi turut ditetapkan menjadi tersangka.
KPK menyita uang Rp100 juta di kediaman Irman yang diduga sebagai hadiah atas rekomendasi Irman agar CV Semesta Berjaya mendapat penambahan kuota gula impor untuk didistribusikan di Sumatera Barat.
Kasus suap Irman merupakan pengembangan penyidikan kasus suap Xaveriandy kepada Jaksa Kejaksaan Negeri Padang, Farizal. Xaveriandy selaku terdakwa dalam kasus gula tanpa Standar Nasional Indonesia di Kejari Padang diduga menyuap Farizal sebesar Rp365 juta.
Dalam kasus itu, Farizal yang merupakan Ketua Jaksa Penuntut Umum justru bertindak sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan membantu mambuak eksepsi dan menghadirkan saksi-saksi yang meringankan.
(sur/rel)