Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai tangisan terdakwa kasus dugaan penistaan agama yang juga calon petahana gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di persidangan sebagai hal yang wajar.
Ahok terlihat menangis ketika membaca nota keberatan di hadapan Majelis Hakim, saat agenda sidang perdana kasus dugaan penistaan agama di eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pagi tadi.
"Saya mengerti orang seganas Ahok bisa menangis. Karena soal hati tidak ada yang tahu kan," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/12).
Menurut Fahri, kasus yang menimpa Ahok, sudah menyentuh keyakinan di hatinya. Dalam kondisi ini, seseorang menurutnya akan sulit untuk menghadapi secara tegar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, kata Fahri, kasus ini sudah menjadi besar dengan berbagai tekanan dari masyarakat. Sehingga, Fahri menganggap sikap Ahok itu bukan merupakan bentuk akting.
"Akting dilakukan orang yang tingkat pengendalian dirinya tinggi. Kalo dia harus akting, tidak sesuai dengan karakter dia selama ini," ujar Fahri.
Meski demikian, Fahri juga tidak setuju penayangan proses persidangan Ahok secara terbuka. Sebab, menurutnya hal itu berpotensi mengganggu independensi hakim dengan berbagai opini yang hadir di masyarakat.
"Misal masyarakat sudah menentukan hukuman jadi hakim tidak berani mengambil keputusan di luar itu," kata Fahri.
Dengan demikian, Fahri berpendapat, transparansi tidak harus penayangan secara langsung proses persidangan.
"Transparansi itu begini, di dalam ruang sidang pasti terjamin karena ada pihak tersangka, jaksa, hakim dan ada penonton terbatas. Bukan tidak terbuka. Terbuka tapi terbatas, yang kita hindari
live. Live berbahaya sekali," ujar Fahri.
Sidang dugaan penistaan agama Ahok ditunda selama satu pekan, hingga Selasa, 20 Desember 2016. Penundaan didasarkan pada permintaan jaksa penutut umum.
Usai Ahok dan kuasa hukumnya membacakan nota keberatan, Ketua PN Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto menanyakan kesanggupan penutut umum untuk memberikan tanggapan.
Jaksa penutut umum pun menyatakan membutuhkan waktu tujuh hari untuk menyiapkan tanggapan atas eksepsi tersebut.