Sibuk Urus Konten, Tifatul Lupa Infrastruktur

CNN Indonesia
Rabu, 01 Okt 2014 16:07 WIB
Karena terlalu fokus urus konten bermuatan negatif di internet, Tifatul Sembiring dinilai lupa dengan semangat pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Tifatul Sembiring (Detikcom/Rengga Sancaya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Selama menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring dinilai terlalu fokus mengurus konten di internet sehingga melupakan infrastruktur telekomunikasi.

Menurut pengamat telekomunikasi Johar Alam Rangkuti, waktu Tifatul banyak dihabiskan untuk urus blokir konten. “Ini membuat infrastruktur kita seperti jalan di tempat,” katanya saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (1/10).

Padahal, Johar berpendapat yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah infrastruktur telekomunikasi untuk memenuhi hak akses informasi dan menumbuhkan perekonomian Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Johar menilai kebebesan masyarakat di dunia maya mengalami kemunduran lantaran Tifatul membuat daftar blokir situs bermuatan negatif. Proyek bernama Trust Positive bekerjasama dengan perusahaan telekomunikasi dan Yayasan Nawala Nusantara selaku pengelola DNS Nawala.

Situs berbagi video Vimeo.com menjadi korban terakhir pemblokiran. Karena, menurut Tifatul, layanan itu mempersilakan konten ketelanjangan dan menyebutnya sebagai seni.

Kesibukkan mengurus konten internet juga melukai kebebasan berekspresi di dunia maya. Banyak pihak dijerat dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Menurut data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet), hingga Agustus 2014 lalu, setidaknya ada 53 orang terjerat UU ini, antara lain Benny Handoko, Ade Armando, Budiman, Mirza Alfath, dan Prita Mulyasari.

Di akhir masa jabatannya, Tifatul pun telah menandatangani Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Regulasi ini membuat pemerintah punya dasar hukum untuk memblokir situs web bermuatan negatif, seperti pornografi, judi, terorisme, hingga SARA.

Salah satu klaim prestasi di sektor infrastruktur adalah, pembangun jaringan serat optik Palapa Ring yang telah mencapai 90 persen.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Setyanto P. Sentosa, membantah bahwa hal itu bukan prestasi Tifatul. Menurutnya, pembangunan jaringan serat optik ini adalah prestasi dari konsorsium operator telekomunikasi yang memang punya program membangun Indonesia bagian timur.

Begitu juga dengan program Desa Dering, Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK), Setyanto menilai tidak ada yang berhasil dari program ini.

"Desa Dering, PLIK dan MPLIK, malah menjadi bom waktu dan justru menimbulkan masalah di masa depan," tegas pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Telkom pada 1992 sampai 1996.

Beberapa program yang dikerjakan Tifatul bahkan dinilai Setyanto memberatkan pelaku industri telekomunikasi. Misalnya, rumusan tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) jasa telekomunikasi dan Universal Service Obligation (USO) yang mencapai 1,75 persen dari pendapatan penyedia jaringan telekomunikasi atau penyedia jasa telekomunikasi.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pun menilai pungutan sebesar 1,75 persen itu lebih memberatkan ketimbang pajak wajib. APJII mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor telekomunikasi ini pada awal 2014.

Kebijakan yang dinilai memberatkan perusahaan penyedia jasa internet kelas menengah dan kecil ini justru disebut prestasi oleh Tifatul karena sukses meningkatkan PNBP dari Kemenkominfo menjadi Rp 13,6 triliun per tahun.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER