Jakarta, CNN Indonesia -- Pristiwa Blood Moon memang cukup menarik. Saat itu bulan terlihat tidak biasa, besar dan merah. Ini bukan hal aneh, karena bisa dijelaskan secara ilmiah.
Menurut
LiveScience, sinar matahari yang harusnya menyoroti bulan sebagian besarnya terhalang oleh Bumi.
Nah, sinar yang berhasil lolos menembus atmosfer kemudian sampai ke bulan.
Sinar yang telah dibiaskan oleh atmosfer itu kemudian membuat bulan terlihat ‘berdarah’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada saat puncak gerhana bulan, cahaya matahari tidak semua terhalang oleh bumi. Cahaya tersebut diteruskan ke bulan sepanjang gelombang merah," jelas Rukman, seorang ahli astronomi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Sementara atmosfer Bumi bagaikan alat filter. Inilah yang menyingkirkan sebagian besar cahaya biru pada permukaan bulan, dan membiarkan sinar merah dan jingga yang mewarnai permukaan.
Oleh karena itu, rona merah bulan tersebut berasal dari sinar langsung cahaya yang disaring melalui atmosfer Bumi.
"Efek ini sama seperti senja, pada saat matahari terbenam," sambung Rukman.
NASA berpendapat, Bulan akan berubah tingkat warnanya selama di tahapan yang berbeda pada saat gerhana. Mulai dari abu-abu, jingga, dan kuning sawo.
Tingkat kecerahan dari warna bulan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer. Contohnya, abu dari kebakaran besar atau letusan gunung berapi, dapat menimbulkan warna merah gelap pada bulan.