Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi babun Chacma, yang hidup di Afrika bagian selatan, macan dan cheetah bukanlah predator utama bagi bayi-bayi mereka. Predator paling berbahaya justru babun jantan di kelompok mereka sendiri.
Menurut penelitian ahli ekologi perilaku dari Universitas Cambridge, Dieter Lukas, 50 persen kematian bayi Chacma disebabkan pejantan. “Dampaknya lebih masif ketimbang penyakit atau predator lain,” tutur Lukas, seperti dikutip kantor berita Reuters, Senin (17/11).
Tapi bukan cuma babun yang begitu. Menurut penelitian yang dimuat di jurnal Science itu, praktek pembunuhan seperti itu banyak ditemukan di dunia mamalia. Lukas, dibantu oleh Elise Huchard dari pusat riset ekologi di Prancis, meneliti 260 spesies.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Termasuk 119 spesies yang mempraktekkan pembunuhan yang dikenal dengan istilah lain
infanticide itu, dan 141 spesies yang tidak mempraktekkannya. Mereka ingin menemukan pola yang bisa menjelaskan perilaku mengerikan itu.
“Itu adalah strategi seksual,” kata Huchard. Mamalia jantan membunuh bayi hasil kawin jantan lain supaya ibu si bayi malang bisa segera siap untuk kawin lagi.
Huchard memperkirakan, praktek
infanticide itu dipraktekkan oleh sekitar 25 persen mamalia. Biasanya adalah mamalia yang biasanya hidup dalam kelompok, seperti Chacma, di mana reproduksi dimonopoli oleh sedikit pejantan.
Karena jumlahnya sedikit, hawa persaingan untuk jadi pemimpin kelompok begitu panas. Tak jarang mereka harus kehilangan dominasi karena ketatnya persaingan.
Infanticide sendiri jarang ditemukan di kelompok mamalia yang soliter dan mempraktekkan monogami.
Praktek
infanticide sendiri ternyata ditemukan juga di antara binatang pengerat, seperti tikus dan tupai, pada karnivora seperti singa dan beruang, serta kuda nil, kuda, dan kelelawar leher putih.
Adapun primata yang mempraktekkan
infanticide adalah simpanse, gorilla, babun, dan langur. Tapi orangutan, bonobo, dan lemur, tidak melakukannya.
Lebih lanjut peneliti mendapati bahwa betina yang hidup dalam praktek
infanticide mengembangkan cara adaptasi tersendiri supaya bayinya tak dimakan pejantan. Caranya, mereka mengencani sebanyak mungkin pejantan dalam waktu singkat. Alhasil para pejantan tak tahu anak siapa yang dikandung si betina.
“Pejantan berhenti membunuh karena ada risiko bahwa mereka akan membunuh keturunannya sendiri,” kata Lukas.
Infanticide juga tak terlihat di kalangan mamalia yang punya siklus reproduksi musiman. Sebab pejantan harus menunggu musim kawin berikutnya kalau ingin kawin.