Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Tiongkok akan segera mengeluarkan keputusan penyelidikan kepada perusahaan perancang prosesor Qualcomm atas dugaan persaingan usaha tidak sehat. Pemerintah menduga Qualcomm mematok biaya lisensi paten terlalu tinggi.
Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Tiongkok (National Development and Reform Commission/NDRC) telah menyelidiki kasus ini selama 13 bulan.
Dirjen Biro Anti-monopoli NDRC, Xu Kunlin, pada Jumat (26/12) mengatakan pihaknya telah menyelesaikan diskusi putaran ketujuh dengan Presiden Qualcomm, Derek Aberle dan tim pada awal Desember 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang juru bicara Qualcomm tidak segera memberi komentar konfirmasi kepada
Reuters.NDRC menduga Qualcomm telah menyalahgunakan posisinya dalam pasar telekomunikasi nirkabel, di mana banyak produsen ponsel dan komponen setempat yang memakai paten teknologi milik Qualcomm.
Keputusan yang bakal dikeluarkan NDRC diduga mewajibkan Qualcomm membayar lebih dari US$ 1 miliar. Besar kemungkinan pula, bisnis Qualcomm yang sangat menguntungkan di Tiongkok juga bakal menurun lantaran ada penurunan biaya lisensi.
Selain Qualcomm, setidaknya ada 30 perusahaan asing yang sedang dalam pengawasan regulator karena dugaan melanggar undang-undang anti-monopoli di Tiongkok.
Sejumlah kritikus mengatakan undang-undang yang disahkan tahun 2008 itu dipakai untuk menargetkan perusahaan asing.
Dalam sebuah konferensi internet dunia, Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang, mengatakan kepada CEO Qualcomm, Paul Jacobs, bahwa peluang bisnis di Tiongkok masih jauh lebih besar daripada tantangan yang dihadapi Qualcomm saat ini.
Jacobs mengatakan perusahaan sedang mengalami "diskusi yang sulit" dengan regulator untuk menemukan
"win-win solution".Menurut laporan
Bloomberg, Qualcomm mendapatkan uang US$ 30,5 miliar atau sekitar Rp 379 triliun dari biaya lisensi paten selama lima tahun terakhir.