Jakarta, CNN Indonesia -- Dua akademisi Turki pada Selasa (7/4) mengajukan banding terhadap perintah pengadilan yang memungkinkan pihak berwenang memblokir akses ke media Twitter dan YouTube selama beberapa jam pada Senin, yang mereka sebut sebagai tindakan yang mencerminkan otoritarianisme.
Turki telah mengambil sikap tegas pada media sosial Internet di bawah pimpinan Presiden Tayyip Erdogan dan Partai AK yang berkuasa. Pemblokiran terhadap Twitter dan YouTube kali ini disebut pemerintah sebagai upaya peredaran foto seorang jaksa yang ditodong pistol oleh kelompok sayap kiri negara itu.
Profesor hukum Kerem Altiparmak dari Universitas Ankara mengatakan ia dan akademisi hukum lain, Yaman Akdeniz, telah mengajukan banding untuk menantang perintah pemblokiran Internet pengadilan Turki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
Jaksa Tewas, Turki Blokir Twitter dan YouTube"Kami tidak peduli bahwa pelarangan itu telah dicabut saat ini," kata Altiparmak yang juga berencana membawa kasus ini ke Pengadilan HAM Eropa jika diperlukan.
Langkah pemerintah Turki ini disebutnya menjadi preseden buruk dan memaksa media sosial untuk setuju menghapus konten yang diminta. "Twitter dan YouTube sekarang adalah sandera karena mereka menerapkan semua keputusan yang diambil pengadilan."
Ibrahim Kalin, juru bicara Presiden Turki Tayyip Erdogan, mengatakan bahwa pemblokiran terhadap sejumlah media ini terkait dengan kegiatan "yang seolah-olah mereka menyebarkan propaganda teroris" karena memfasilitasi proses pembagian gambar penyanderaan.
Seorang jaksa yang terlihat dalam foto itu adalah Mehmet Selim Kiraz. Ia akhirnya meninggal dunia setelah pasukan keamanan menyerbu lokasi penyanderaan sebagai upaya membebaskannya dari kelompok sayap kiri. Dua orang penculik Kiraz juga tewas.
Menurut Twitter, pemerintah Turki terbilang sering meminta penghapusan konten sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan negara lain pada paruh kedua 2014.
Sebelumnya, pemblokiran terhadap Twitter dan YouTube di Turki pernah terjadi pada Maret 2014 setelah kedua media sosial ini menjadi tempat berbagi rekaman audio yang menunjukkan korupsi di pemerintahan.
Keputusan pemblokiran tersebut menyebabkan kegemparan publik dan mengundang kecaman yang hebat dari internasional.
Warga Turki sendiri memanfaatkan peranti lunak virtual private network (VPN) untuk mengakses layanan atau konten Internet yang diblokir oleh pemerintah setempat.
(adt)