Jakarta, CNN Indonesia -- Ada dugaan bahwa kepentingan pemerintah Tiongkok untuk melakukan aksi mata-mata terhadap Indonesia sejak tahun 2005 menjadi sesuatu hal yang wajar. Meingingat Indonesia saat itu dianggap sebagai pasar penting bagi negara asing.
Aktivitas pengawasan yang dilakukan tiap negara terhadap negara lain dinilai semakin berkembang, dari sekadar ideologi hingga kepentingan geopolitik dan ekonomi. Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), Muhammad Salahuddien.
"Jika menilik pada waktunya yaitu 2005,
ya sangat wajar
sih. Apa yang dilakukan Tiongkok cukup masuk akal karena era pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), Tiongkok menjadi investor besar di Indonesia. Spionase yang dilakukan tentu demi menjaga kepentingan ekonominya," jelas pria yang kerap disapa Didin Pataka saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca: Bagaimana Hacker Tiongkok Mengintip Indonesia?Ia menambahkan, sejak masa pemerintahan kepresidenan SBY, Tiongkok berhasil melebarkan perekenomiannya di Indonesia, dari mulai industri infrastruktur hingga energi.
Didin menyebutkan, ungkapan "mata-mata" dan "hacker" tak selalu berkonotasi negatif. Keduanya merupakan aktivitas lumrah yang dilakukan oleh tiap-tiap pemerintah dari negara manapun. Menurutnya, kegiatan yang dilakukan oleh badan intelijen suatu negara itu merupakan pengumpulan informasi. Jadi, tidak selalu punya buruk atau berupa ancaman.
"Hal yang perlu disikapi itu kepentingan di belakangnya. Tapi jika menyebutkan tahun 2005, ya itu semua berangkat dari peran investasi Tiongkok di sini," katanya lagi.
Badan intelijen suatu negara, seperti yang dijelaskan Didin, memanfaatkan data-data dari yang berhasil dikumpulkan. Hal ini dinamakan
metadata surveillance. Selama langkah atau aktivitas yang dilakukan tidak melanggar hukum dan kedaulatan negara, menurut Didin hal itu sah-sah saja dilakukan.
"Jangan melulu anggap hacker itu sebagai hal negatif, karena mereka termasuk ke dalam 'alat' yang dimanfaatkan oleh badan intelijen," jelasnya.
Perusahaan keamanan FireEye menyebut kelompok hacker asal Tiongkok mencoba melakukan serangan siber ke sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
FireEye yang berbasis di Singapura menjelaskan, kelompok hacker ini bernama APT30 dan diduga didanai oleh pemerintah Tiongkok untuk mengintip sejumlah informasi penting pemerintahan, perusahaan swasta hingga jurnalis. Namun, pemerintah Beijing membantah telah melakukan hal tersebut.
(tyo/tyo)